Ikuti Gelar Perkara Jaksa Pinangki
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kejaksaan Agung berencana akan melakukan gelar atau ekspos perkara dugaan korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari Selasa (8/9) besok. Korps Ahyaksa bakal mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan beberapa pihak lain untuk ikut serta dalam eskpos perkara tersebut. \"Tadi koordinasi soal ada rencana ekspos untuk besok mengangkut penanganan perkara Jaksa P (Pinangki),\" ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (7/9). Proses penyidikan perkara Jaksa Pinangki diketahui telah memasuki tahap akhir. Kejaksaan Agung telah menaikkan kasus tersebut ke tahap I pada Selasa (1/9) lalu. Menurut Febrie, Kejaksaan Agung selanjutnya bakal melimpahkan berkas perkara Jaksa Pinangki ke penuntutan. Maka dari itu, pihaknya mengundang perwakilan KPK, Bareskrim Polri dan Kemenko Polhukam dalam proses ekspos perkara secara terbuka. \"Ini kita ekspos lah secara terbuka, akan kita undang ada beberapa pihak. Jadi besok apa saja,\" kata Febrie. Jaksa Pinangki Sirna Malasari ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi kepengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung. Pinangki diduga telah menerima suap sebesar USD500 ribu atau sekitar Rp7,4 miliar setelah berhasil membuat Joko Tjandra menerima proposalnya yang berisi penawaran penyelesaian kasus. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Adapun Pasal 5 UU Pemberantasan Tipikor menyatakan, sanksi diberikan bagi pemberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Begitu pula bagi pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima pemberian atau janji tersebut. Keduanya dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta, paling banyak Rp250 juta. Febrie mengungkapkan, alasan pihaknya mengenakan Pasal 5 UU Pemberantasan Tipikor lantaran Jaksa Pinangki berupaya meyakinkan Joko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung melaluinya. Upaya itu, kata dia, dilakukan Jaksa Pinangki dengan mencatut sejumlah nama yang diyakini dapat memengaruhi fatwa Mahkamah Agung tersebut. \"Karena memang dia kan yang menyakinkan Joko Tjandra bahwa dia bisa ngurus dengan menjual berbagai nama lah dijual. Sehingga Joko Tjandra awalnya yakin itu,\" ungkap Febrie. Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri membenarkan pihaknya telah diundang oleh Kejaksaan Agung guna menghadiri ekspos perkara Jaksa Pinangki. \"Ada rencana gelar perkara oleh tim penyidik Kejagung dengan mengundang KPK,\" kata Ali. Kendati demikian, Ali tak menjelaskan lebih lanjut mengenai agenda tersebut. Ia menjelaskan, kedatangan Febrie ke KPK hari ini untuk melakukan koordinasi dengan lembaga antirasuah menyangkut penanganan kasus Jaksa Pinangki. \"Dirdik Kejagung datang dalam rangka koordinasi dengan KPK terkait penanganan perkara oknum jaksa PSM (Pinangki Sirna Malasasari). Sementara peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Kurnia Ramadhana mendesak agar KPK segera memanggil Kejaksaan Agung dan Polri untuk melakukan gelar perkara bersama kasus Jaksa Pinangki. \"ICW mendesak pada pekan ini KPK harus segera memanggil Kejaksaan, memanggil Kepolisian, untuk menggelar gelar perkara bersama,\" katanya. Kurnia juga mendesak agar KPK tidak ragu-ragu mengambilalih penanganan perkara kasus Pinangki tersebut bila menemukan kejanggalan. Sebab berdasarkan Undang-Undang KPK, lembaga antirasuah itu memiliki kewenangan untuk mengambilalih kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, termasuk kasus Pinangki. \"Kalau ditemukan kejanggalan berdasarkan pasal 10A undang-Undang KPK, maka tidak ada pilihan kecuali KPK men-takeover kasus tersebut,\" katanya. Menurutnya, publik sudah resah dengan lambatnya Kejaksaan menangani perkara Pinangki. Dia juga menilai tak ada alasan bagi Kejagung atau Polri untuk menolak pengambilalihan penanganan perkara oleh KPK. \"Berdasarkan mandat Undang-undang KPK, KPK dapat mengambil alih kasus tersebut, jadi tidak butuh izin dari Kapolri, tidak butuh izin dari Kabareskrim, tidak butuh izin dari Jampidsus, tidak butuh izin dari Jaksa Agung,\" tegasnya.(riz/gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: