Jaga Partisipasi Pemilih
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - KPU provinsi dan kabupaten/kota, diminta menjaga partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suaranya. Terlebih saat ini berada di tengah pandemi Covid-19. Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 berbeda dengan sebelumnya, sehingga memerlukan perlakuan dan aturan khusus. Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, saat ini tugas penyelenggara pemilu bukan hanya menjaga angka (hasil). Tetapi menjaga partisipasi masyarakatnya agar tetap tinggi. Perhatikan dan pahami situasi, kondisi dan regulasi di tengah pandemi Covid-19. “Ada aturan yang berbeda bagi peserta pemilihan dan masyarakat pemilih, sehingga kita harus hati-hati. Tidak boleh salah langkah, tetap bersikap netral, adil dan setara kepada seluruh peserta pemilihan, tidak boleh ada kesan memihak salah satu pihak,” tutur Arief. Menurut Arief, menyesuaikan kondisi pandemi, maka saat ini tidak ada lagi metode sosialisasi dan kampanye dengan mengumpulkan orang banyak. Untuk itu butuh metode sosialisasi yang efektif dan tepat. Sosialisasi yang melibatkan sumber daya di luar KPU juga harus diperhatikan baik-baik pengaturan siapa saja pihak yang terlibat, hal ini untuk menghindari unsur tidak netral. ”Hati-hati dalam perekrutan, jika kita sekali salah maka ini bisa menjadi blunder besar. Jangan sampai karena kedekatan atau kenal baik sehingga menghilangkan rasio. Semua harus dicek apakah terafiliasi dengan salah satu pihak atau tidak,” katanya, dalam keterangan resmi, Jumat (20/11). Menurutnya, ini pentingnya memahami regulasi dengan baik. Arief juga mengingatkan, pembuatan desain sosialisasi Pemilihan Serentak 2020 juga harus diperhatikan dengan baik, jangan sampai menimbulkan kontroversi di masyarakat atau salah satu pihak. Salah satu contohnya kejadian pada Pemilu 2009 yang lalu, terdapat desain sosialisasi yang dicontohkan contreng di posisi tengah pada tiga pasangan calon (paslon), sehingga ada yang menafsirkan KPU mengarahkan pilihan pada posisi tengah atau nomor dua. ”Sesuatu yang tidak ada unsur kesengajaan namun menjadi kontroversi pada desain sosialisasi Pemilu 2009 tersebut berujung pelaporan dan sidang di Bawaslu dan DKPP. Untuk itu, semua kejadian yang pernah terjadi itu menjadi pembelajaran bagi kita semua, agar berhati-hati dan tidak terulang kembali,” beber Arief. Sementara itu, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menjelaskan jika Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) tetap akan dipergunakan pada proses rekapitulasi hasil perolehan suara di TPS. Sesuai hasil kesepakatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI, Sirekap dapat digunakan sebagai alat bantu dan publikasi, namun bukan sebagai hasil resmi pemilihan yang juga telah disepakati tetap manual seperti pemilu dan pemilihan sebelumnya. Selain dibangun di tempat yang mudah terjangkau, termasuk bagi penyandang disabilitas, TPS dibangun juga diutamakan lokasi yang terdapat jaringan internet untuk mendukung kelancaran penggunaan Sirekap secara online. Apabila tidak ada jaringan, Sirekap juga bisa offline, sehingga KPPS dapat mengirimkan ke server Sirekap dengan bergeser ke lokasi titik signal yang terdekat dengan TPS. ”Semua harus segera memetakan daerah-daerah yang tidak ada jaringan dan mencari titik-titik terdekat yang ada signal internet untuk mengirimkan ke server Sirekap. Ini penting, karena PPK dapat melaksanakan proses rekapitulasi, setelah semua formulir C Hasil KWK terkirim,” tutur Evi. Evi menambahkan, seluruh dokumen hasil pemungutan suara akan tertuang dalam satu formulir model C Hasil KWK yang menjadi sertifikat hasil dan rincian pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Proses perbaikan formulir pada bagian perolehan suara yang difoto untuk Sirekap ini juga harus cermat, terutama saat menghapus dengan alat penghapus cair, agar tidak ada kesalahan pembacaan pada Sirekap. Terkait salinan, formulir tersebut juga disalin menjadi formulir C Hasil Salinan KWK berita acara dan sertifikat yang terdiri dari pencatatan administrasi dan data suara sah dan tidak sah. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: