Jangan Anggap Pemerintah Larang Salat Jumat

Jangan Anggap Pemerintah Larang Salat Jumat

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Fatwa yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Salat Jumat murni untuk kepentingan umat dalam upaya pencegahan penularan COVID-19. Untuk itu jangan disalahartikan oleh masyarakat. Wakil Presiden Ma\\\'ruf Amin melalui juru bicaranya Masduki Baidlowi mengatakan penerbitan fatwa MUI tentang ibadah dalam situasi wabah COVID-19 tidak membuat masyarakat permisif terhadap situasi yang telah menjadi pandemi global. \"Permintaan Wapres Ma\\\'ruf supaya fatwa itu segera keluar adalah karena masih banyak orang yang permisif terhadap COVID-19 ini, padahal ini sangat berbahaya,\" katanya di Jakarta, Selasa (17/3). Ditambahkannya, imbauan menjaga jarak antarindividu atau social distancing, termasuk menghindari keramaian publik, harus ditaati setiap umat. MUI mengeluarkan fatwa larangan penyelenggaraan ibadah dengan melibatkan banyak orang untuk menghindari penyebaran COVID-19. Masduki, yang juga Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI itu, menjelaskan masih ada kalangan umat Islam yang menganggap fatwa MUI tersebut merupakan upaya pelarangan bagi umat muslim beribadah di masjid. \"Jadi ini sangat berbahaya, di kalangan umat Islam misalnya, masih ada anggapan, ada pemikiran yang konspiratif, seakan-akan orang tidak boleh salat Jumat itu dianggap sebagai bagian dari strategi menjauhkan umat Islam dari masjid,\" katanya. Ditegaskannya, fatwa tersebut justru diterbitkan untuk melindungi umat Islam dari potensi penyebaran COVID-19. \"Jadi sudah banyak pikiran-pikiran konspiratif, ini sangat berbahaya, dan ini juga dibaca oleh Wapres, sehingga kemudian segera dikeluarkan fatwa,\" ujarnya. Sementara itu, Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fattah mengatakan MUI hanya menyampaikan fatwa berkenaan dengan pelaksanaan ibadah pada masa wabah COVID-19. Namun, untuk mengatur pelarangan ibadah berjamaah di daerah tertentu menjadi kewenangan pemerintah. \"Saya kira fatwa itu harus menjadi pedoman pemerintah di sini, dalam rangka pemerintah mengambil satu tindakan bahkan menetapkan mana-mana daerah atau kawasan yang sudah masa gawat darurat tingkat penyebaran virus corona ini,\" katanya. \"Jadi itu pemerintah yang berwenang yang punya kompetensi. Masjid misalnya, daerah masjid di mana, kawasan mana yang tingkat penyebaran virus coronanya sudah sedemikian tidak terkendali,\" tambahnya. Dijelaskan Hasanuddin, situasi penularan COVID-19 di setiap daerah berbeda. Karenanya pemerintah daerah yang lebih tahu kondisi wilayahnya yang bisa menentukan perlu atau tidaknya pelarangan ibadah berjamaah. \"Ada yang terkendali, ada yang tidak terkendali. Itulah fungsi, peran, kompetensi pemerintah, negara di sini,\" katanya. \"Jadi ini pihak yang berkompeten yang menetapkan daerah-daerah kawasan mana yang penyebaran virus coronanya sudah sedemikian rupa tidak terkendali,\" lanjutnya. Sementara itu, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla mengatakan pihaknya akan menyusun imbauan lebih teknis yang mengacu pada fatwa tersebut untuk disebarkan ke seluruh masjid di Indonesia. \"Nanti akan kita bahas lagi teknisnya bagaimana, karena semuanya lengkap dengan dalil-dalil dari sisi agama, pelaksanaan teknisnya nanti kita akan pelajari betul lagi,\" katanya. MUI merilis Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19, yang mengatur sembilan poin ketentuan hukum dan tiga poin rekomendasi. Fatwa tersebut antara lain melarang umat menyelenggarakan ibadah salat Jumat di kawasan yang mengancam penyebaran COVID-19 tidak terkendali, dan boleh mengganti salat Jumat dengan salat Dzuhur di rumah. Selain itu, umat Islam diminta untuk menjaga kebersihan dan kesehatan dengan membawa perlengkapan salat ketika di masjid serta rajin mencuci tangan.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: