Januari-Oktober 2019, Neraca Dagang RI Masih Tekor

Januari-Oktober 2019, Neraca Dagang RI Masih Tekor

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Badan Pusat Statitsik (BPS) mencatat neraca dagang Indonesia dari Januari hingga Oktober 2019 masih tekor. Secara kumulatif hingga akhir tahun ini, tidak ada perubahan yang signifikan dalam neraca dagang Indonesia. Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan, neraca dagang Indonesia pada bulan Oktober 2019 surplus USD 161,3 juta. Surplus bulan disebabkan ekspor yang meniak, tapi karena nilai impor yang turun. \"Jadi pada Oktober ini ekspor kita USD19,93 miliar, impor 14,77 jadi surplus. Surplus tercipta bukan karena ekspornya naik, ekspor turun tapi impor kita turunnya juga lebih dalam. Surplus akan bagus kita ekspor naik tapi impornya turun,\" ujarnya di Jakarta, Jumat (15/11). Suhariyanto menerangkan, maka biila dilihat secara year to date (ytd) atau dari Januari hingga Oktober 2019, neraca dagang Indonesia masih tercatat defisit. \"Neraca perdagangan Januari-Oktober 2019 kita masih mengalami defisit USD1,79 miliar,\" tutur dia. Terpisah, Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE), Piter Abdullah mengapresiasi neraca perdagangan Oktober yang surplus tipis. Namun kata dia, belum bsa menjadi ukuran kinerja neraca perdagangan ke depan akan benar-benar membaik. Untuk tahun ini, menurut dia, pemerintah tidak mungkin bisa mengejar surplus neraca dagang mengingkat ada ketidakpastian ekonomi global. \"Tahun ini memang sudah tidak mungkin lagi untuk membalikkan neraca perdagangan menjadi surplus. Di tengah perlambatan ekonomi global ekspor dan impor samasama menurun di mana penurunan ekspor adalah lebih besar dan nyebabkan neraca perdagangan defisit,\" kata Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (15/11). Kendati demikian, lanjut Piter, defisit neraca perdagangan akan sedikit lebih baik karena ada beberapa faktor, seperti harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara potensi akan lebih baik \"Perbaikan harga CPO tidak lepas dari kebijakan B20 yang diinisiasi pemerintah sejak awal tahun. Kebijakan ini berhasil mengurangi impor solar sekaligus mengurangi pasokan CPO ke pasar global (karena dipakai untuk program B20) dan ikut menyebabkan kenaikan harga CPO,\" tutur Piter. Apalagi pada tahun depan kebijakan ini akan ditingkatkan menjadi B30 dan akan diikuti oleh Malaysia yang mulai program B20. Dengan demikian, pasokan CPO ke pasar global akan berkurang. Sementara demand dari india dan cina diperkirakan meningkat. Harga CPO berpotensi naik dan mendorong ekspor. Lantas apa yang mesti dilakukan pemerintah agar neraca perdagangan Indonesia tidak defisit? \"Saya kira mengubah struktur ekonomi, melakukan transformasi meninggalkan ketergantungan kepada barang komoditas akan membutuhkan waktu,\" ucap Piter. Di sisi lain, mengurangi impor memang tidak mudah karena barang-barang impor justru didominasi barang-barang bahan baku dan barang modal. \"Oleh karena itu pemerintah perlu benar-benar selektif dan fokus barang-barang mana yang bisa dijadikan target pengurangan impor dan target peningkatan ekspor,\" kata dia. Saran Piter, pemerintah jangan hanya mengandalkan industri dari hilir namun perlu membangun industri dari hulu demi mengurangi impor bahan baku. \"Kebijakan membangun industri hulu untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor sudah sangat mendesak dilakukan,\" ujar Piter. Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro menyatakan, ekspor Oktober 2019 dengan nilai USD14,93 miliar ini terkontraksi sebesar 6,13 persen (yoy). Meski demikian, volume ekspor masih menunjukkan tren pertumbuhan 8,45 persen (yoy). \"Kondisi ini mengafirmasi, tekanan terhadap ekspor masih terpengaruh dengan harga komoditas,\" ujar Andry.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: