Kampanye Lewat Masker

Kampanye Lewat Masker

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Perlu ide khusus bagi para peserta untuk mendulang suara di Pilkada 2020. Pagebluk Covid 19 membuat sejumlah aturan baru. Salah satunya larangan berkerumun. Mendagri Tito Karnavian menilai pemanfaatan hand sanitizer dan masker sebagai bahan kampanye jauh lebih efektif dibandingkan menggunakan baliho. “Masker lebih efektif daripada baliho, baliho itu statis, yang nonton orangnya lewat-lewat itu aja. Tapi kalau masker bisa masuk sampai ke gang-gang, ke pasar, tempat ibadah. Orang ngobrol pasti melihat muka. Sebetulnya yang pakai masker pasangan calon dia menjadi ajang promosi,” kata Tito, Selasa (20/10). Mantan Kapolri ini juga menyampaikan catatan-catatan penting dari Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 pada rapat di Istana Negara kemarin (19/10). Beberapa daerah yang melaksanakan Pilkada grafik penularannya cenderung mengalami penurunan. Misalnya saja daerah yang semula berstatus zona merah berubah menjadi zona orange atau kuning. Demikian juga yang semula zona orange berubah menjadi zona kuning, dan yang zona kuning bergerak menjadi zona hijau. “Nah ini artinya apa? Artinya Pilkada yang tadinya diperkirakan, dikhawatirkan akan menjadi media penularan, ternyata (tidak terjadi). Artinya, korelasi antara Pilkada dengan penularan Covid-19 tidak memiliki korelasi langsung, yang memiliki korelasi adalah kepatuhan protokol. Jadi apakah daerah itu ada Pilkada atau tidak, sepanjang protokol Covid-19 dilakukan secara ketat dan pengawasan oleh Forkopimda dilakukan, itu bisa menekan malah,” kata Mendagri. Ia melanjutkan, sejumlah pelanggaran yang terjadi selama 25 hari masa kampanye, di antaranya mulai dari persoalan netralitas hingga pelanggaran protokol kesehatan seperti kegiatan yang menimbulkan kerumunan. Khusus untuk masalah kerumunan, Tito menekankan bahwa kampanye dalam bentuk rapat umum jelas dilarang sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2020. Sementara yang diperbolehkan adalah pertemuan terbatas dengan maksimal peserta sebanyak 50 orang. Tidak seperti saat tahap pendaftaran bakal paslon pada 4-6 September lalu yang masif pelanggaran protokol kesehatan, selama masa kampanye justru jumlah pelanggarannya dinilai kian terkendali. Berdasarkan data yang ada, selama periode 26 September hingga 10 Oktober terdapat 9.189 pertemuan terbatas. Dari jumlah itu, hanya 256 yang dinilai melanggar karena melibatkan peserta pertemuan di atas 50 orang. “Kalau dihitung persentasenya lebih kurang 2,7 persen. Jadi kurang dari 3 persen, artinya relatif kecil. Tapi bukan berarti ditoleransi,” tegasnya. Tito memastikan, terhadap pelanggaran tersebut sudah dilakukan penindakan, terutama oleh Bawaslu. Ia mengimbau agar selama masa kampanye para paslon tidak membuat kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Pasalnya, terdapat beberapa instrumen hukum yang dapat digunakan untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. “Kalau ada sampai yang keterlaluan massanya besar, kemudian seperti rapat umum, bila perlu dari Polri yang bertindak dengan menerapkan Undang-Undang, bukan Undang-Undang Pemilu, Pilkada, tapi Undang-Undang yang berlaku lainnya, misalnya (UU tentang) Wabah Penyakit Menular,” imbuhnya. Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengizinkan masker dimanfaatkan sebagai alat peraga kampanye (APK) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Asalkan, masker berlogo calon kepala daerah tak digunakan saat berada di tempat pemungutan suara (TPS). \"Kalu para tim sukses memberikan masker berwajah calon, dipake pemilih di TPS, nah itu baru bermasalah,\" ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin. Afif menyakini penggunaan masker sebagai APK juga bermanfaat mempromosikan protokol kesehatan. Terutama untuk menjaga pemilik hak suara dari risiko penyebaran virus korona. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: