Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Wonosobo Peringkat Ketiga di Jateng

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Wonosobo Peringkat Ketiga di Jateng

MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO- Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Wonosobo masih tinggi. Bahkan menduduki peringkat tiga di Jawa Tengah (Jateng). Terkait hal itu perlu penguatan kelembagaan dan koordinasi lintas sektoral. Berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPKBPPPA) Kabupaten Wonosobo, pada tahun 2017 terjadi angka kekerasan sebanyak 147 kasus, di tahun 2018 154 kasus. Sedangkan di tahun 2019 ini tercatat sebanyak 94 kasus dengan korban terdiri dari 20 korban fisik, 50 korban psikis, 35 korban seks dan 24 korban penelantaran. “Hingga bulan September tahun 2019 data yang sudah masuk 94 kasus. Bahkan satu korban bisa dapat dua kasus kekerasan sekaligus,” ungkap Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Erna Yuniawati  yang ditemui di sela sosialisasi bina keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Basis Komunitas (Baskom) yang digelar di Pendopo Bupati kemarin . Baca Juga Pabrik Ceriping di Magelang Terbakar, Kerugian Capai Rp60 Juta Menurutnya, pada  tahun 2018 sekitar 1400 angka pernikahan dini. Kasus ini mejadi  salah satu muara adanya kekerasan ini. Pasalnya pernikahan dini yang berlatar belakang cinta monyet semata sewaktu muda yang masih labil dan tanpa persiapan,  menyebabkan perselisihan yang akan berlanjut ke KDRT. “Mereka masih labil, masih belum mengerti kebutuhan, terlebih permasalahan keluarga, itu juga sebagai pemicu kekerasan yang ada,” katanya. Kekerasan di rumah tangga yang diperlihatkan kepada anak juga akan berimbas kepada pola pikir anak yang serba keras. Anak yang masih polos dan mudah mencerna akan mempraktekkan apa yang mereka lihat. “Kekerasan seperti bullying dan lainnya berawal dari suasana rumah yang tidak mendukung tumbuh kembang anak,” ujarnya. Baca Juga Menyasar SMAN 1 Kota Mungkid, Pak Babin Tekankan Masuk Polri Tak Dipungut Biaya Pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan Kemenag terkait persiapan kursus pra nikah guna meminimalisir angka pernikahan dini yang dianggap sebagai sumber adanya kekerasan ini. Diharapkan masyarakat yang hendak menikah dapat mengetahui dan mengerti soal apa saja yang dipersiapkan sebelum menikah. Sementara itu, Kepala Dinkes Wonosobo Djunaedi mengemukakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es. Pada Tahun 2019 sudah mencapai angka 94 kasus itu yang terlaporkan. “Fenomean gunung es yang nampak sedikit tapi yang tidak terlaporkan atau tidak di ketahui banyak. Ini menjadi tugas kita bersama untuk menyadarkan, serta tindakan apa yang perlu dilakukan,” katanya. Menurutnya, masyarakat luas perlu mengerti dan memahami apa saja yang masuk kategori kekerasan terhadap anak dan perempuan, sebab tindakan itu bisa berkonsekwensi terhadap hukum. “Pemkab Wonosobo konsen terhadap perlindugan perempuan dan anak, dibuktikan dengan adanya OPD yang mengurus hal itu, untuk mengkordinasi dan menfasilitasi permasalah terkait hal itu,” katanya. Kerjasama dengan banyak sektor dengan lembaga swadaya masyarakat, dibentuk bina keluarga TKI  dan baskom. Adanya kelompok ini jangan menjadi rancu, tapi harus berkolaborasi, karena memiliki tujuan sama, memberdayakan perempuan dan pemenuhan hak anak. Sebab, anak harus tumbuh dan berkembang dengan baik dan tidak takut mengeluarkan pendapat, dan hak lainnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: