Kereta Tanpa Rel Siap Dioperasikan Indonesia, Seperti Apa Ya?

Kereta Tanpa Rel Siap Dioperasikan Indonesia, Seperti Apa Ya?

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Indonesia tengah bersiap mengoperasikan kendaraan transportasi terbaru, yakni Autonomous Rail Rapid Transit (ART) atau kereta api tanpa rel yang tidak menggunakan pengemudi. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatkan, pengunaan kereta tanpa rel tersebut sebagai upaya mengambil lompatan dalam penggunaan kendaraan ramah lingkungan. “Indonesia mempersiapkan diri dalam tren elektrifikasi kendaraan dengan peraturan presiden percepatan kendaraan listrik berbasis batu baterai,” kata Budi dalam webinar, Selasa (27/4). Budi menjelaskan, kendaraan Autonomous Rail Rapid Transit merupakan inovasi moda transportasi publik yang menggunakan karakter kereta LRT dan BRT. “Trem autonomous merupakan moda berbentuk LRT tapi tidak beroperasi menggunakan rel. Tapi pakai ban yang dipandu oleh lintasan,” ujarnya. Guna merealisasikan niat tersebut, Budi meminta dukungan pelaksanaan kesiapan regulasi dan aturan seperti elektrifikasi. Terlebih juga, sistem operasi secara teknis, pembiayaan manajemen risiko, peta jalan, penyediaan infrastruktur pengisian daya listrik. “Ini semua harus diharmonisasi lintas kementerian. Paling tidak ada enak lembaga PUPR, ATR, Kemenhub, ESDM, Kominfo, pemerintah daerah, dan kepolisian,” tuturnya. Budi mengatakan, bahwa untuk uji coba transportasi tersebut bakal dilakukan di daerah dan ada investor yang berkenan sehingga dapat terus diproses persiapannya. “Kami membuat pilot project di Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Kami upayakan kerja sama dengan ITB, Udayana, ITS memotret kajian teknis sehingga memberikan gambaran jelas upaya yang dilakukan dna akan ditindaklanjuti,” jelasnya. Dalam pelaksanannya nanti, salah satu yang paling penting untuk mendukung operasional kereta api tanpa rel tersebut yakni badan pengelola. Sigit menegaskan, badan pengelola harus dibentuk agar memudahkan dalam pengaturannya. “Di badan pengelola juga ada perlindungan teknologi karena sangat bergantung sistem jaringan di Indonesia,” kata Direktur NCSTT Institut Teknologi Bandung (ITB) Sigit Puji Santosa. Selain itu, kata Sigit, management rekayasa lalu lintas juga harus ditentukan. Di sisi lain, batas kecepatan dan alur penumpang dalam operasional trem autonomous tersebut juga harus disusun. “Kami mendapatkan referensi detil itu regulasi ART yang ada di Cina dan beberapa lokasi term dari Belanda,” pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: