Masyarakat Bisa Dapatkan Akses Legal Pengelolaan Hutan

Masyarakat Bisa Dapatkan Akses Legal Pengelolaan Hutan

MAGELANGEKSPRES.COM, WONOSOBO- Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (BPSKL) Jabalnusra menggelar sosialisasi perhutanan sosial di Wonosobo. Sosialisasi dihelat untuk memberikan informasi kepada masyarakat di kabupaten dingin ini yang ingin mendaptkan akses legal pengelolaan hutan negara. “Sosialisasi ini terkait perhutanan sosial, masyarakat dalam hal ini kelompok tani hutan atau LMDH, bisa mengajukan akses legal pengelolaan hutan kepada pemerintah. Ada beberapa skema yang bisa dipilih disesuaikan kondisi lahan,” ungkap Awan Siswanto, dari BPSKL Jabal Nusra, usai gelar sosialisasi kemarin. Sosialisasi perhutanan sosial menghadirkan tiga narasumber dari BPSKL, DLH Provinsi Jateng dan Perum Perhutani Unit I Jateng dihadiri 50 orang peserta, meliputi  OPD terkait, kepala desa, kelompok tani, LMDH, LSM, Media dan Mahasiswa. Menurutnya, proses pengajuan perhutanan  tidak susah, hanya syaratnya harus dipenuhi, termasuk syarat-syarat teknis kondisi lahan. Jika kelompok tani atau LMDH alami kesulitan, maka bisa minta bantuan pokja atau pendamping. “SOP pengajuan  itu ada, hanya saja karena keterbatasan teanga sehingga kadang menjadi lama, sehingga kalau ingin cepat ya bisa minta bantuan poka jateng. Dukungan dari semua pihak juga bisa mempercepat proses turunya izin,” ucapnya. Dijelaskan, perhutanan sosial merupakan kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah melalui kementerialn lingkungan hidup dan perhutanan untuk memberikan akses kepada masyarakat sekitar hutan dalam mengelola hutan secara lestari. “Jadi inti dari perhutanan sosial itu, akses legal kepada masyarakat sekitar hutan, untuk dikelola. Bisa untuk wisata, peternakan, pertanian dan juga penjualan karbon. Arahnya masyarakat sejahtera, hutan lestari, ” terangnya. Baca Juga Sasar Titik Rawan Kejahatan Sementara itu, Susilo Margono, selaku koordinator penyuluh kehutanan Jawa Tengah mengemukakan, untuk target luasan 35 ribu sudah terpenuhi, namun untuk implementasi, memang dibutuhkan peningkatakn, karena ini kebijakan baru, yang terbit  mulai 2016. “Ini kan kebijakan baru, sehingga masih terus dalam perbaikan, prinsipnya di Jateng sudah jalan,” tandasnya. Disebutkan untuk kelompok tani atau LMDH yang mengajukan perhutanan sosial cukup banyak, bahkan saat ini sudah ada Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang sudah dapat izin dan berjalan, hanya grade bermacam-macam.  Prinsipnya sudah ada yang jalan. “PS ini intinya mewujudkan masyarakat sejahtera dan hutan lestari. Skema itu macam-macam, bisa dengan model kemitraan dan IPHPS, tergantung kondisi yang memungkin untuk diajukan,” katanya Pihaknya mengaku terus melakukan edukasi kepada masyrakat terkait perhutanan sosial dan juga upaya pelestarian alam.  Peran semua pihak termasuk pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan, apalagi jika nanti masyarakat ada yang sudah kantongi izin. “Selama ini, Pemkab masih berpikiran urusan kehutan sudah ditarik. Sehingga pemahaman dan sinergitasnya yang masih kurang.Tapi jika nanti sudah ada kelompok yang kantongi  izin  PS, harus di dukung bersama,” ucapnya. Sedangkan, Perhutani Jateng  mengaku mendukung perhutanan sosial, baik itu skema kemitraan maupun skema IPHPS, sepenjang masuk peta indikatif perhutanan soial. Untuk lokasi perhutanan sosial di Jateng  26 ribu hektar dan lokasi kemitraan seluas 591 hektar, dan yang sudah mengajukan 700 sk. “Masyrakat bisa mengajukan ke perhutani atau langsung ke kementerian, dan nanti akan dilakukan verifikasi oleh tim terkait, nanti ada peran pendamping. Perhutani terbuka dan targetnya masih jauh dari yang diharapkan,” ujarnya. Menurutnya, perhutanan sosial merupakan akses legal dari pemerintah untuk memudahkan izin kepada masyrakt untuk mengelola. Masyarakat yang mengajukan perhutanan sosial untuk pemanfaat hutan kayu, non kayu, kawasan wisata, peternakan, pertanian. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: