Melongok Tradisi Ruwatan Unggah Pamor Tirto Sapto Unggul

Melongok Tradisi Ruwatan Unggah Pamor Tirto Sapto Unggul

MAGELANGEKSPRES.COM,PURWOREJO - Air sebagai sumber kehidupan kerap diabaikan kelestariannya lantaran keserakahan manusia yang mengeksploitasi alam. Wali Projo atau Wajib Peduli Purworejo menggelar ritual unik sebagai kegiatan kampanye peduli lingkungan kepada masyarakat luas. Sebuah rangkaian ruwatan digelar di Desa Donorati Kecamatan Purworejo oleh Wali Projo, akhir pekan lalu. Ruwatan Unggah Pamor Tirto Sapto Unggul digelar dengan melaksanakan gelaran pentas wayang kulit dengan dalang Ki Barjo, asal Desa Donorati serta ritual petik Tirto Sapto Unggul yaitu pengambilan air dari tujuh lokasi sumber mata air yang ada di wilayah Kabupaten Purworejo. Air tujuh sumber itu kemudian di berikan kepada Bakal Calon Bupati Purworejo, Agustinus yang hadir dalam acara itu. Pemberian air sebagi bentuk dukungan Wali Projo terhadap pencalonan Agustinus, agar kelak saat menjadi Bupati, mempunyai kepedulian terhadap budaya dan lingkungan. \"Wali Projo adalah sebuah wadah bagi orang-orang yang peduli terhadap Purworejo dan kali ini menggelar kegiatan tentang peristiwa budaya berkaitan dengan peringatan Suro yaitu Ruwatan Unggah Pamor Tirto Sapto Unggul dengan tujuan untuk menguri-uri budaya, mengingatkan kembali kepada masyarakat akan pentingnya air bagi kehidupan,\" ungkap Ketua Wali Projo, Nickolaus Legowo, disela acara ruwatan. Menurutnya, ruwatan itu perlu dilaksanakan, selain nguri-nguri budaya juga sebagai cara untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat akan pentingnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar. \"Kita semua menyaksikan dan melihat akhir akhir ini Desa Donorati, Sudimoro dan daerah lain di sepanjang bukit menoreh setiap kemarau selalu mengalami kekeringan. Ini karena adanya perubahan pola tanam di masyarakat,\" ujarnya. Baca Juga Relawan Bung ToMo Gelar Makrab Dikatakan, saat ini masyarakat banyak gemar menanam tanaman albasiyah, dimana albasiyah itu dikenal banyak menyerap air ketika masih ditanam hidup, sehingga tanah disekitar albasiah menjadi kekurangan air. Dan jika albasiyah dipanen akar albasiyah akan busuk dan tidak mampu lagi menampung atau menyerap air. Bahkan sering terjadi longsor karena akar tak lagi mampu mencekram air. \"Ini bila dibiarkan maka akan ada bencana yang belih besar lagi, karena kepedulian kami itulah maka kami menggelar acara itu. Kami bersama masyarakat mengajak kembali untuk berubah, bersama sama membangun Purworejo,\" katanya. Adapun ritual Tirto Sapto Unggul, atau air yang diambil dari tujuh lokasi sumber air yaitu air yang diambil kita ambil dari sejumlah sumber yang ada diwilayah Kabupaten Purworejo, diantaranya diambil dari Kecamatan Pituruh, Kecamatan Butuh (sumur Kyai Sadrah), Kecamatan Banyuurip (air tiga beji jadi satu), Kecamatan Bagelen (air tiga beji jadi satu), Kecamatan Loano (air tiga sumur jadi satu), Kecamatan Bener (air dua sumur jadi satu), dan sumur Romo Semono. \"Tirto Sapto Unggul itu bisa dimaknai sebagai butuh banyu kanggo urip kanggo ngobahke nek durung pegel-durung leren, kanggo wanutke bebener tinidah dadi romo ing Purworejo,\" ucapnya. Dirinya berharap, ruwatan itu bisa membekas dihati masyarakat, sehingga pesan dan makna tujuan ruwatan bisa tersampaikan, yaitu masyarakat berubah mempunyai kepedulian terhadap lingkungan, kepedulian terhadap sesamanya, kepedulian terhadap budayanya, serta nguri nguri budaya untuk menyelamatkan lingkungan. Sementara itu, warga Desa Donorati, Saenem dan Triana Setyani, mengaku senang bisa ikut berebut hasil bumi di acara ruwatan itu. Warga berharap ada berkah bagi masyarakat dalam gelar ruwatan yang baru pertama kali digelar di desa itu. \"Harapanya desa bisa aman dari bencana dan air tidak kering,\" harapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: