Nadiem : UN Gagal Kembangkan Pendidikan di Indonesia

Nadiem : UN Gagal Kembangkan Pendidikan di Indonesia

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tengah mengevaluasi kebijakan Ujian Nasional (UN) yang saat ini dinilai tidak banyak memberikan dampak positif terhadap anak didik di sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan, Ujian Nasional (UN) selama ini kurang bisa menilai perkembangan pendidikan di Indonesia. Menurutnya, UN hanya sebatas tolok ukur untuk menilai prestasi siswa. \"Menrut saya, ini sebuah kesalahan dan siswalah yang dirugikan. Jadi mereka merasa gagal, kalau angkanya tidak memadai,\" kata Nadiem, Senin (2/12). Menurut Nadiem, beban siswa saat ini sangat berat, dimulai dari kurikulum sekolah yang sangat padat dan besarnya materi yang diujikan. Akibatnya, esensi Kurikulum 2013 yang sebenarnya sudah baik tidak bisa tersampaikan secara tepat kepada siswa. \"Semuanya kejar tayang. Kasihan murid kita,\" ujarnya. Kendati demikian, Nadiem mengakui bahwa di dalam dunia pendidikan memang dibutuhkan tolok ukur skala nasional yang bisa dijadikan dasar evaluasi sekolah. Namun, dengan sistem UN yang ada sekarang, tolok ukur tersebut dinilainya tidak tepat. \"Apabila formatnya terlalu membebani siswa dan guru, hasilnya justru tidak sesuai yang diharapkan. Jangan sampai, ujian ini hanya menilai berapa jumlah informasi yang diserap siswa,\" tuturnya. Nadiem berpandangan, bahwa sebuah tolok ukur harus berdasarkan target, yakni dari siswa tersebut harus memiliki kompetensi dasar. \"Jadi, mohon sabar. Ditunggu kabarnya, kami akan segera merumuskan rencana ke depan,\" ujarnya. Selain penghapusan UN, pihaknya ingin menyederhanakan kurikulum. Ia juga menginginkan, untuk meningkatkan kompetensi agar menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Salah satunya, kegunaan link and match dalam dunia pendidikan yang berfungsi untuk menjembatani kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan pasar kerja. \"Arahan pak presiden untuk menciptakan link and match antar sistem pendidikan kita dan apa yang dibutuhkan di dunia industri dll begitu,\" jelasnya Untuk itu, kata Nadiem, diperlukannya beberapa hal seperti deregulasi dari semua instansi unit pendidikan. Ia juga menyoroti, soal plafform merdeka belajar yang akan dibuat. \"Dan untuk mencapai itukan ada beberapa hal salah satunya adalah, deregulasi dan debirokratisasi dari semua instansi unit pendidikan, makanya platformnya yang kami sebut itu merdeka belajar,\" tuturnya. Nadiem juga menambahkan pentingnya penyederhanaan kurikulum maupun assestment. \"Dan dari situ harus ada penyederhanaan, dari sisi kurikulum maupun assestment, akan beralih kepada sifatnya yang lebih kompetensi,\" Namun, jika UN resmi dihapuskan maka Kemendikbud harus mencari alternatif untuk mengevaluasi proses belajar. Sementara ini, Kemendikbud tengah mengkaji model tes assessment kompetensi murid sebagai bentuk evaluasi proses belajar. \"Bentuknya tetap tes. Tapi tidak lagi berbasis mata pelajaran,\" kata Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud, Doni Koesoema. Menurut Doni, assessment kompetensi diperlukan untuk melihat perkembangan belajar. Untuk jenjang sekolah dasar, misalnya, assessment bertujuan memetakan seberapa banyak siswa yang belum bisa baca-tulis. \"Misalnya, kita tahu kelas III dan IV SD itu sangat krusial. Sebab, masih ada anak kelas IV SD tak bisa baca-tulis. Jadi, untuk kelas III atau IV, pemerintah perlu melakukan evaluasi secara nasional,\" tuturnya. Untuk di tingkat sekolah menengah, lanjut Doni, asesmen dilakukan dengan menguji kemampuan logika dan berpikir kritis. Tes ini pun tak harus dilakukan serentak. \"Sekolah wajib dalam satu tahun pembelajaran setidaknya melakukan satu kali aksi. Bisa di Jawa Timur dulu atau di Jawa Tengah dulu. Pokoknya, tiap sekolah dalam satu tahun bisa melakukan asesmen untuk siswa,\" jelasnya. Doni menilai, asesmen berbasis literasi dan kemampuan berpikir ini bakal lebih efektif untuk memperbaiki mutu pendidikan ketimbang melalui ujian nasional pada tiap akhir masa studi. \"Ujiannya dilakukan di tengah, sehingga input-nya bisa digunakan untuk perbaikan. Kalau UN, ujian dilakukan pada akhir masa sekolah, ya enggak berguna karena siswanya sudah lulus,\" imbuhnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: