Nekat Mudik, Ada Sanksi
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pemerintah resmi melarang mudik tahun ini. Sejumlah skenario disiapkan terkait pergerakan kendaraan umum dan angkutan pribadi yang melintasi zona merah. Skema yang disiapkan adalah berupa pembatasan lalu lintas pada jalan akses keluar masuk wilayah. Bukan penutupan jalan. “Kendaraan angkutan umum, kendaraan pribadi, sepeda motor tidak boleh keluar masuk zona merah,” tegas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi di Jakarta, Selasa (21/4). Saat ini, lanjutnya, beberapa wilayah telah berstatus PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Salah satunya Jabodetabek. “Skema pembatasan lalu lintas ini dipilih karena yang dilarang untuk melintas adalah terbatas angkutan penumpang. Sedangkan angkutan barang atau logistik masih dapat beroperasi,” paparnya. Untuk menegakkan peraturan diperlukan sanksi jika terjadi pelanggaran. Menurutnya, sanksi tersebut bisa mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. “Bagi masyarakat yang memaksa mudik, harus ada sanksi. Hukuman paling ringan bisa dengan meminta pengemudi tidak melanjutkan perjalanan mudiknya,” ucap Budi. Di setiap akses keluar masuk akan ada penyekatan-penyekatan atau titik pemeriksaan. Terutama memeriksa setiap orang yang akan keluar masuk Jabodetabek. “Dalam melaksanakan pembatasan lalu lintas tentunya diperlukan kerja sama banyak pihak. Khususnya kepolisian sebagai garda terdepan,” tukasnya. Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo mendukung kebijakan pemerintah terkait larangan mudik Lebaran 2020. Pemerintah sebagai regulator harus menghentikan semua moda transportasi antarwilayah. Kecuali angkutan logistik. Dia meminta Kemenhub menyosialisasikan larangan mudik dan penghentian operasional semua moda transportasi antarwilayah. Tujuannya jangan sampai jumlah orang yang mudik lebih awal menjadi bertambah banyak. \"Segera lakukan penghentian operasional semua moda transportasi. Organda sudah tidak keberatan jika mudik dilarang. Tinggal mengomunikasikan dengan operator kereta dan operator pesawat dan kapal laut,\" ujar Sigit di Jakarta, Selasa (21/4). Selain itu, Sigit mendesak pemerintah mengawasi pelaksanaan protokol COVID-19 oleh operator transportasi. Salah satu yang harus mendapat perhatian khusus adalah transportasi laut dan darat. Menurut dia, protokol pencegahan COVID-19 untuk transportasi laut banyak yang belum dipatuhi. Mulai dari pengecekan suhu tubuh, kebersihan, dan jaga jarak. Begitu juga angkutan darat. Terpisah, Pemprov DKI Jakarta mengumumkan hasil tes cepat (rapid test) COVID-19 terhadap orang-orang berisiko tinggi terpapar COVID-19. Jumlah tes cepat hingga data terakhir Senin (20/4) mencapai 62.100 orang. Yakni dengan persentase positif COVID-19 sebesar 3,6 persen. \"Dari jumlah tersebut, 2.248 dinyatakan positif dan 59.852 orang lainnya dinyatakan negatif,\" ujar Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati di Jakarta, Selasa (21/4). Tes berlangsung di seluruh wilayah Ibu Kota. Termasuk Kepulauan Seribu dan Pusat Pelayanan Kesehatan Pegawai (PPKP). Kategori orang yang berisiko tinggi terpapar Virus Corona, yakni tenaga medis serta orang-orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus pasien dalam pengawasan (PDP). Kemudian, orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus pasien konfirmasi atau probabel COVID-19 serta orang dalam pemantauan (ODP). \"Tentu sebagaimana protokol kesehatan yang berlaku terhadap 2.248 orang yang dinyatakan positif, akan ditindaklanjuti dengan tes swab PCR (Polymerase Chain Reaction). Sehingga dengan demikian, hasilnya sesuai dengan apa yang diatur di dalam protokol kesehatan,\" tuturnya. Ada dua prosedur pelaksanaan tes cepat. Yakni aktif oleh Puskesmas kepada orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi COVID-19. Satunya lagi pasif oleh Puskesmas dengan pasien datang berobat. Namun, kriteria pasien untuk dapat tes cepat ditentukan petugas. Dengan begitu tidak semua orang dapat melakukan tes cepat. Apabila hasil tes positif, langkah selanjutnya adalah dilakukan pengambilan swab, isolasi mandiri, atau dirujuk ke tempat isolasi selama menunggu hasil PCR. Bila kondisi memburuk sebelum hasil PCR diperoleh, pasien dirujuk ke rumah sakit. Jika hasilnya negatif, pasien diinformasikan untuk isolasi mandiri 14 hari. Bila kondisi memburuk, dirujuk ke RS dan dilakukan pemeriksaan PCR. Di samping itu, memeriksa ulang tes cepat satu kali pada hari ke 7-10 setelah tes awal.(rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: