NPHD Akan Dikembalikan
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tetap melakukan pengawasan pemilu meskipun Pilkada Serentak 2020 telah disepakati ditunda. Ketua Bawaslu RI Abhan menyatakan, ada beberapa bentuk pengawasan penundaan pilkada yang kini masih dilakukan. \"Pertama, KPU sudah melakukan instruksi penonaktifan bagi PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara). Itu juga diawasi jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota yang saat ini ada,\" ujar Abhan di Jakarta, Kamis (2/4). Selain itu, lanjutnya, Bawaslu tetap melakukan pengawasan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang dilakukan secara berkala. \"Hal-hal yang bisa dilakukan Bawaslu, seperti pengawasan pemutakhiran data pemilih yang berkelanjutan. Ini menjadi bagian tugas pengawasan juga. Lalu, pembuatan sekolah kader pengawasan partisipatif menjadi bagian tugas yang bisa dilakukan pengawas pemilu,\" urainya. Tentang usulan anggaran penyelenggara pilkada yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) bakal ditarik kembali, Abhan menyatakan mahfum. Menurutnya, seluruh pihak bisa bersatu padu untuk melawan musibah penyebaran virus Corona. \"Kita memang memahami kondisi sekarang semuanya konsentrasi melawan COVID-19,\" sebutnya. Dia menjelaskan, rencana pengembalian anggaran yang sudah ditandatangi dari naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) kepada pemerintah daerah (pemda) harus menaati aturan. \"Kita tinggal menunggu saja presiden untuk segera mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang). Tentu Bawaslu mengikuti Perppu. Kalau ada revisi Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) soal pengelolaan dana hibah ini. Pada prinsipnya, kami akan mengikuti,\" paparnya. Akan tetapi, Abhan berharap adanya jaminan anggaran tersebut bisa tersedia apabila tahapan pilkada sudah mulai dilanjutkan. \"Yang penting adalah seandainya uang ini harus ditarik pemda kembali, yang sudah tanda tangan NPHD, prinsipnya harus ada jaminan kalau dimulai kembali ada jaminan ketersediaan anggaran,\" tuturnya. Abhan menanggapi waktu penundaan pelaksanaan pemungutan suara dari sebelumnya 23 September 2020 yang hingga kini belum ditetapkan. Menurutnya, dari tiga opsi yang dikeluarkan KPU, penundaan hingga setahun merupakan yang paling aman melihat situasi seperti saat ini. Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPR RI, KPU memberikan tiga pilihan waktu penundaan Pilkada Serentak 2020. Disebutkan pemungutan suara pada opsi A dilakukan 9 Desember 2020, opsi B yakni 17 Maret 2021, dan opsi C pelaksanaan pemungutan suara pada 29 September 2021. \"KPU mengajukan tiga opsi. Bawaslu pada prinsipnya yang masih memungkinkan opsi kedua dan ketiga (B dan C). Opsi pertama (A) agak berat dilakukan. Kita serahkan KPU yang mengatur tahapan dari PKPU (Peraturan KPU). Tetapi, melihat situasi terkini yang belum tahu sampai kapan (musibah) covid-19 selesai, maka paling aman yang 29 September 2021. Jadi, penundaan setahun,\" tukasnya. Abhan berharap Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Perppu sebagai landasan hukum waktu pelaksanaan pemungutan suara akibat penundaan tersebut. Perppu, lanjutnya, dibutuhkan agar bisa menentukan jadwal tahapan pilkada. \"Harapan kami sebagai penyelenggara harus segera adanya Perppu sehingga menjamin kepastian pengeluaran keuangannya dan KPU juga ada kepastian hukum merencanakan kapan dilanjutkan kembali tahapan pemilihan ini,\" tuturnya. Bawasu dan KPU, lanjutnya, sepakat mekanisme pengembalian anggaran Pilkada Serentak 2020 yang bersumber dari dana APBD menunggu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) baru. Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyebutkan, dasar pemberian anggaran dana hibah dari APBD setelah penandatangan NPHD yang diatur berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2019 tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Karena itu, menurutnya, soal pengembalian anggaran menunggu Permendagri baru. “Kami sebagai penyelenggara pemilu harus menunggu sampai adanya Permendagri dan Perppu yang mengatur soal penganggaran tersebut,” kata Fritz di Jakarta, Kamis, (2/4/). Hal senada diungkapkan Anggota KPU Pramono Ubaid. Dia meminta KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota untuk tidak menyepakati terlebih dahulu pemotongan anggaran oleh kepala daerah. Pasalnya, Pramono meyakini, hingga kini alokasi anggaran masih menggunakan UU Pilkada Nomor 10 dan diatur secara detail dalam Permendagri Nomor 54/2019 tersebut. “Teman-teman KPU tidak boleh menyepakati soal pemotongan anggaran sebelum adanya Perppu. Entah bagaimanapun bunyinya dan detailnya nanti ada di Permendagri. Sebab, sampai saat ini peraturan hukumnya masih UU yang ada sekarang dan Permendagri Nomor 54. Hingga saat ini belum ada Permendagri baru yang mengatur soal anggaran,” paparnya. (khf/fin/rh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: