Nuansa Budaya Warnai Pengetan Jumenengan, Peringati Hari Jadi ke-189 Kabupaten Purworejo

Nuansa Budaya Warnai Pengetan Jumenengan, Peringati Hari Jadi ke-189 Kabupaten Purworejo

MAGELANGEKSPRES.COM,PURWOREJO – Hari Jadi ke-189 Kabupaten Purworejo diperingati meriah dalam nuansa seni budaya, Kamis (27/2) malam. Pengetan Jumenengan yang diisi sejumlah pagelaran cukup menyedot perhatian masyarakat meski cuaca hujan cukup deras. Acara diawali dengan Beksan Kidung Cakra dan Beksan Cakra Tunggal di Pendopo Kabupaten. Kemudian dilanjutkan dengan sendratari di panggung yang didirikan di Jalan RAA Tjokronegoro. Prosesi tersebut disaksikan langsung oleh Bupati Agus Bastian SE MM didampingi istri, Fatimah Verena Prihastyari, Wakil Bupati Yuli Hastuti, Ketua DPRD Dion Agasi Setiabudi, beserta jajaran Forkompimda. Bupati mengenakan pakaian seperti yang dikenakan RAA Tjokronegoro I, sedangkan seluruh tamu undangan mengenakan pakaian jawa. Uniknya, pengenaan pakaian Jawa ini disesuaikan dengan posisi jabatan yang saat ini disandang. Suasana sakral dan ritmis terasa di seputar Pendopo Kabupaten saat acara dimulai. Sejak tari Beksan Kidung Cakra, kegelapan menyelimuti karena nyaris semua lampu dimatikan. Hanya permainan lighting panggung yang menyoroti area penari. Beksan Kidung Cakra garapan Melania Sinaring Putri ditarikan oleh 7 penari putri. Tarian ini mengisahkan tentang tembang kehidupan manusia. Lingkaran kehidupan yang terus berputar, kadang berada di bawah, kadang berada di atas, sekaligus kadang berada pada kedua-duanya dalam waktu yang sama. Melalui beksan ini masyaralat diajak ke dalam ruang kesadaran manusia paling hakiki, yakni tentang ketulusan, daya juang , kebeningan hati, dan ketenangan, serta keyakinan sekaligus kepasrahan pada Tuhan yang Maha Kuasa. Baca Juga Pemkab Purworejo Luncurkan Batik Kaprajan yang Wajib Dipakai ASN Selain itu, beksan ini juga mengisahkan tentang sebuah keniscayaan bahwa segala sesuatu yang dilandasi dengan ketulusan, daya juang, kebeningan hati, ketenangan dan keyakinan sekaligus kepasrahan pada Tuhan akan  mampu memberikan inspirasi pada orang-orang dan lingkungan di sekitarnya. Sedangkan senjata cakra yang dibawa oleh para penari mewakili spirit naluriah manusia untuk memerangi keangkaramurkaan dan memenangkan kebajikan. Adapu Beksan Cakra Tunggal karya Wibi Supri Andoko disajikan oleh 6 penari pria. Tarian ini menceritakan tentang semangat keprajuritan yang selalu siap sedia dalam keadaan apapun untuk menjalankan tugas dan amanah yang telah diterimanya. Beksan ini juga menggambarkan tentang karya agung dan monumental yang telah diprakarsai oleh RAA Tjokronegoro I untuk Purworejo. Sebelum tarian disajikan juga dibacakan sejarah jumenengan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Agung Wibowo. Bupati Agus Bastian dalam sambutan yang disampaikan menggunakan Bahasa Jawa mengatakan bahwa peringatan Ambal Warsa Purworejo jatuh setiap tanggal 27 Februari. Tahun 2020 ini merupakan tahun kedua penggunaan tanggal 27 Februari sebagai hari jadi. \"Perubahan hari jadi ini dituangkan dalam Perda No 1 tahun 2019 tentang hari jadi Kabupaten Purwroejo,\" katanya. Diungkapkan, Perda tersebut merupakan perubahan dari Perda No 9 tahun 1994 tentang penetapan tanggal 5 Oktober 901 sebagai peringatan Hari Jadi Kabupaten Purworejo. Adanya perubahan itu otomatis hari jadi yang sebelumnya diperingati setiap tanggal 5 Oktober ditiadakan dan diganti dengan 27 Februari. \"Dalam peringatan hari jadi ini, saya harapkan semua untuk bisa menjadi ajang instropeksi, dan melihat sejarah Kabupaten Purworejo yang ada,\" ungkapnya. Lebih lanjut Bupati mengajak untuk selalu mengungkapkan syukur dan memberikan bentuk penghomatan bagi para pendahulu Purworeo yang sudah berjasa dalam berbagai bidang. \"Tugas kita sekarang ini adalah melanjutan pembangunan. Bekerja dengan baik demi kemajuan Purworejo yang lebih baik,\" tegasnya. Usai prosesi jumenengan, Bupati bersama tamu undangan lain bergerak menuju  Jalan RAA Tjokronegoro di depan kompleks Pendopo untuk menyaksikan sendratari yang disajikan para seniman asal Surakarta. Pertunjukan menggambarkan kehidupan masyarakat perdesaan yang selanjutnya ada berbagai huru-hara. Pada bagian lain muncul sosok ksatria yang berhasil menumpas segala bentuk gangguan dan menjadikan wilayah kembali pulih serta masyarakatnya sejahtera. (top)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: