Pastikan Ketersediaan Vaksin
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pmerintah lewat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan telah melakukan pengadaan vaksin Covid-19 sebanyak 426 juta dosis. Jumlah sebanyak itu akan digunakan untuk melakukan vaksinasi terhadap 181,5 juta penduduk dengan masing-masing dua dosis dan cadangan 15 persen untuk mencapai Herd Immunity 70 persen penduduk. Menanggapai hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati meminta agar pemerintah juga bisa memastikan bahwa vaksin tersebut bisa tersedia segera sesuai kebutuhan. Mengingat sampai saat ini jumlah vaksin yang sudah masuk ke Indonesia baru sekitar 18 juta dosis dengan rincian 3 juta vaksin jadi dan 15 juta seed vaccine yang akan dijadikan vaksin oleh Biofarma. Apalagi, ujarnya, dalam situasi pandemi yang melanda hampir seluruh negara, membuat semua negara berlomba mendapatan vaksin Covid-19. Ia menyebut, negara-negara dengan jumlah konfirmasi positif besar seperti Amerika Serikat, India, Meksiko, Inggris yang perekonomiannnya kuat juga ikut memperebutkan vaksin ini. “Kita minta pemerintah memberikan informasi yang jelas jadwal kedatangan daru vaksin yang sudah dipesan untuk menjamin ketersediaan,” papar Mufida. Disisi lain, ia juga meminta agar pemerintah bisa lebih mempercepat pelaksanaan vaksinasi pada kelompok target kedua dan seterusnya yaitu petugas layanan publik dan lansia. Saat ini, setelah hampir satu bulan pelaksanaan vaksinasi saja baru sekitar 1,01 juta tenaga medis yang sudah divaksin dosis pertama atau 70 persen dari target. Sedangkan untuk dosis kedua baru 345 ribuan atau baru 23,5 persen dari target. Melihat realisasi ini, maka pelaksanaan vaksinasi ini harus lebih digesah diantaranya dengan menambah fasilitas dan tenaga vaksinator sehingga jumlah yang divaksin setiap harinya bisa lebih banyak. Apalagi target pemerintah sampai bulan April sudah terlaksana vaksinasi untuk petugas publik (target 17,4 juta) dan lansia (target 21,5 juta). “Jika tidak dilakukan upaya percepatan, maka target ini tidak akan bisa terealisasi dan akan berdampak pada kemunduran jadwal dan target keseluruhan,” urai Anggota DPR RI Dapil Jakarta II ini. Ia juga mengingatkan jangan sampai terjadi kebocoran dalam pelaksanaan vaksinasi ini seperti vaksin yang diberikan kepada yang tidak berhak untuk mendapat prioritas. Prioritas saat ini adalah tenaga kesehatan, petugas publik dan lansia yang memang harus dilindungi lebih dulu. Awasi Vaksin Mandiri Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan vaksin mandiri atau gotong royong sebagai saran dari pengusaha, untuk meringankan pembiayaan dan mempercepat tercapainya imunitas kolektif (herd immunity). Sekitar 26 juta karyawan BUMN dan swasta akan mendapat prioritas vaksinasi setelah tenaga kesehatan dan tenaga pelayanan publik. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mempertanyakan motif dibalik usulan pelibatan swasta dalam pelaksanaan vaksinasi mandiri dalam keterangan media, Minggu, (14/02). Isu vaksin mandiri oleh BUMN pernah mencuat di awal program vaksinasi, namun ditepis oleh pemerintah. Dengan menyampaikan secara terbuka bahwa vaksinasi gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Jika sekarang muncul lagi isu melibatkan sektor swasta untuk mengadakan dan melaksanakan vaksinasi secara mandiri atau gotong royong, ia mempertanyakan apa motif dibalik usulan tersebut. “Benarkah untuk meringankan biaya dan mempercepat kekebalan kolektif, atau ada motivasi lain? Demi asas keadilan, jangan sampai ada motif terselubung,” ujar Ketua Tim Covid-19 FPKS DPR RI ini. Menurut Netty, pemerintah telah menugaskan Kementerian Kesehatan untuk menyelesaikan program vaksinasi dalam masa satu tahun dengan target, sasaran dan strategi vaksinasi yang terukur. Wacana vaksin mandiri, selain membuat pemerintah tampak plin plan dalam membuat kebijakan, juga berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat sebagai penerima vaksin. “Jangan sampai ada kesan pemerintah meninggalkan masyarakat miskin yang tidak mampu membayar vaksin,” terangnya. Apalagi, kata Netty, hingga saat ini belum ada payung hukum yang mengatur tentang vaksin mandiri, kecuali terkait proses pengadaan yang dapat dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan Perpres nomor 99 tahun 2020. Perpres ini memberi ruang pengadaan vaksin, termasuk jenis dan jumlahnya, melalui penunjukan langsung badan usaha penyedia, bahkan melalui kerjasama dengan lembaga/badan internasional dengan persetujuan Menteri Kesehatan. “Jangan sampai pemerintah memainkan celah hukum tersebut untuk memberikan prioritas pada kelompok pengusaha yang memiliki dukungan finansial dan mengabaikan masyarakat lainnya. Apalagi jika di dalamnya ada motif tersembunyi berupa mengambil keuntungan di tengah kesulitan,” papar Netty. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: