Penghapusan Honorer Hanya Berlaku di Pusat

Penghapusan Honorer Hanya Berlaku di Pusat

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) memastikan penghapusan tenaga honorer Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya berlaku di tingkat pusat atau kementerian. Pemerintah daerah diperkenankan untuk tetap menggunakan jasa honorer untuk memenuhi kebutuhan kerja yang bersifat urgen. ”Salah persepsi. Pemerintah pusat tidak mengurusi perekrutan tenaga honorer di daerah selain ASN. Tenaga honorer sebenarnya masih dibutuhkan oleh daerah, nah itu urusan daerah kami serahkan ke daerah. Berdasarkan undang-undang bahwa tenaga pusat hanya ada ASN dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) ke depan,\" terang Menpan-RB Tjahjo Kumolo, Minggu (26/1). Berdasarkan data Kemenpan RB, terdapat 118.000 pegawai di ibu kota dan hanya 16 persen yang akan pensiun pada 2023. Selebihnya khusus ASN dan P3K akan dipindahkan ke ibu kota baru. ”Itu pun masih kita beri tenggang waktu tiga tahun. Sekarang ini kami sedang menerapkannya, belum selesai semua,” terang Tjahjo. Meski muncul kelonggaran, Tjahjo meminta kepada pemerintah daerah agar menyiapkan pos anggaran jika ingin melakukan perekrutan tenaga honor, sebab terkait hal ini dibutuhkan penataan yang baik. ”Misalnya untuk tenaga honor untuk kebersihan, maka disiapkan posnya, anggarannya berapa. Karena kepala daerah butuh orang juga, ASN masih kurang di daerah, yang penting ke depan kan harus ditata dengan baik,” jelasnya. Selain itu, Kemenpan-RB juga memberikan kesempatan satu kali bagi seluruh tenaga honorer untuk mengikuti seleksi CPNS dengan beberapa tahapan. Untuk honorer yang tidak lulus maka kembali digaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR) masing-masing daerahnya, tentu harus melalui berbagai tahapan. ”Seperti saya sampaikan tadi, semuanya belum selesai. Belum selesainya bukan karena masalahnya tidak cepat tetapi memang itu kompleks,” terangnya. Pemerintah pusat, sambung dia, telah memberi batas waktu hingga lima tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diundangkan. Berdasarkan Pasal 96 PP 49/2018, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. ”PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” timpal Tjahjo. Maka, status kepegawaian pada instansi pemerintah hanya dua, yaitu Pegawai Negeri Sipil dan PPPK. Kendati, ada masa transisi yang diberikan bagi pegawai non-ASN yang berada di kantor pemerintah diberikan selama lima tahun.Justru, pemerintah ingin mengatur proporsi ASN di Indonesia yang bisa dikatakan masih belum berimbang karena masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif sebanyak 1,6 juta dari total jumlah ASN yang mencapai 4.286.918 orang. Sedangkan, dalam mewujudkan Visi Indonesia Maju, pemerintah memerlukan SDM berkeahlian. \"Rata-rata komposisi ASN di kantor-kantor pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif. Karenanya, diperlukan restrukturisasi komposisi ASN agar didominasi jabatan fungsional teknis berkeahlian sebagaimana Visi Indonesia Maju,\" kata dia. Untuk diketahui, seleksi Tenaga Honorer dilakukan sejak 2013 terhadap 648.462 THK-II dan yang berhasil lulus sebanyak 209.872 THK-II dan yang tidak lulus sebanyak 438.590. Dari 108.109 orang atau sekitar 52 persen dari yang lulus merupakan Guru. Jika dihitung pada kurun waktu 2005-2014, pemerintah telah mengangkat sebanyak 860.220 Tenaga Honorer Kategori-I (THK-I) dan 209.872 THK-II, maka total tenaga honorer yang telah diangkat sebanyak 1.070.092 orang atau sepertiga jumlah total ASN nasional. Terhadap eks THK-II yang tidak lulus seleksi berjumlah 438.590 orang diberi kesempatan mengikuti penerimaan Calon PNS tahun 2018 melalui formasi khusus Guru dan Tenaga Kesehatan bagi yang masih memenuhi persyaratan usia di bawah 35 tahun dan memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU ASN, UU Guru dan Dosen, serta UU Tenaga Kesehatan) sesuai kebutuhan organisasi. Bagi eks THK-II yang berusia di atas 35 tahun dan memenuhi persyaratan mengikuti seleksi PPPK khusus untuk Guru, tenaga kesehatan dan penyuluh pertanian sesuai kebutuhan organisasi, maka pemerintah juga melakukan seleksi PPPK akhir bulan Januari 2019 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Hasil seleksi PPPK untuk tenaga guru lulus sebanyak 34.954, tenaga kesehatan lulus sebanyak 1.792, penyuluh pertanian lulus sebanyak 11.670. Sebelumnya, Komisi II DPR, Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk secara bertahap menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenaga honorer. Wakil Ketua Komisi II DPR, Arwani Thomafi, menegaskan hasil Raker Komisi II DPR dengan Kementerian PANRB pada Senin (20/1) bahwa saat ini instansi pemerintah tidak dibolehkan lagi mengangkat tenaga honorer atau pegawai Non-ASN lainnya selain PNS dan PPPK. Hal itu menurut dia sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU Nomor 5/2014 tentang ASN yang disebutkan bahwa pegawai ASN itu terdiri dari PNS dan PPPK. Politisi PPP itu menilai, terhadap tenaga honorer yang masih ada sampai saat ini, Komisi II DPR mendesak kepada pemerintah untuk menyelesaikan dengan tahapan dan peta jalan atau roadmap yang lebih jelas. ”Mereka sudah mengabdi puluhan tahun. Jadi tidak bisa disamakan dengan yang lainnya, harus ada kebijakan khusus untuk mengakomodir mereka secara berkeadilan,” terang Anggota DPR Komisi II Thomafi. Ditambahkanya, Pemerintah dalam Raker dengan Kementerian PANRB menyebut skema penyelesaian tenaga honorer sampai tahun 2023. ”Kami minta agar tahapan ini dilanjutkan secara lebih serius sehingga semuanya nanti bisa beralih status baik sebagai PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),\" imbuhnya. Sementara Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mudjahid meminta pemerintah memprioritaskan tenaga honorer yang sudah bekerja lama di kementerian/lembaga untuk diangkat menjadi PNS. ”Komisi II DPR RI memang meminta agar sisa tenaga honorer lama yang memenuhi syarat, diprioritaskan untuk diangkat menjadi PNS,\" kata Sodik. Sodik mengatakan tidak ada aturan yang mewajibkan penyesuaian status dari tenaga honorer menjadi PNS, namun itu hanya harapan. Menurut dia, tenaga honorer dihapus karena lebih memberikan kepastian kerja kepada honorer dan status honorer sering terkait dengan harapan bisa diangkat jadi PNS padahal bisa jadi kualifikasinya tidak memadai dengan kebutuhan PNS. Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, sebagai pengganti tenaga honorer, yakni fungsi penyediaan lapangan kerja, pemerintah masih menggunakan kebijakan antara lain menggunakan tenaga kontrak seperti untuk cleaning service dan keamanan. ”PPPK keamanan yaitu pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk kebutuhan dan kualifikasi tertentu,\" ujarnya. (fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: