Permintaan Batik Tulis Purworejo Turun, Para Pengrajin Berusaha Bertahan
MAGELANGEKSPRES.COM,PURWOREJO- Permintaan konsumen terhadap batik tulis khas Purworejo yang diproduksi oleh para perajin mengalami penurunan drastis akibat adanya pandemi Covid-19 beberapa bulan terakhir. Keberadaannya mulai terancam seiring tidak lancarnya pemasaran produk. Para perajin pun bertahan dan aktif ketika ada pesanan batik dari konsumen. Dampak tersebut tidak hanya dialami perajin kecil. Perajin besar yang biasanya mendapat pesanan hingga tiga puluh lembar batik per bulan, saat ini hanya menjual empat hingga lima kain. \"Memang terasa sekali penurunannya, dulu kami sering mendapat pesanan dalam jumlah besar. Terutama jika ada instansi yang memesan untuk kebutuhan seragam karyawan,\" kata perajin batik di Desa Sumberagung Kecamatan Grabag, Parni, Jumat (28/8). Menurut Parni, konsumen dari Purworejo dan sekitarnya juga kerap datang ke Sumberagung untuk melihat proses produksi, kemudian memesan batik. Namun, selama pandemi, sangat jarang konsumen datang untuk membeli langsung kepada perajin. Parni mengaku menjual sendiri produknya kepada konsumennya di Jogjakarta dengan harga berkisar antara Rp250.000 - Rp500.000 per helai. \"Saya selalu ke Jogya untuk antar pesanan, atau menawarkan produk kepada relasi di sana. Sekaligus juga membeli bahan baku dari kain sampai pewarna,\" sebutnya. Jumlah pembatik tulis yang masih bertahan di Sumberagung tersisa kurang lebih sepuluh perajin. Mereka rata-rata berusia paruh baya dan hanya sedikit perempuan muda yang mau mewarisi kemampuan membatik itu. Pembatik menjadikan usahanya sebagai sampingan untuk mengisi waktu luang. Baca Juga PAN purworejo Pastikan Usung Agustinus, Milad ke-22, Santuni 1700 Anak Yatim “Untuk mencukupi kebutuhan harian, mereka bekerja di bidang lain seperti pertanian, peternakan, dan perdagangan,” ujarnya. Pengusaha batik, Sumpeno, mengakui penghasilan batik tulis saat ini sudah tidak dapat menjadi sumber pokok guna mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, tidak ada pembatik tulis di Sumberagung yang hidupnya kesusahan karena mereka tetap bekerja dan menghasilkan rupiah dari sektor lain. \"Sudah tidak bisa untuk pokok, tidak seperti saat kami masih muda dulu. Kami hidup dan makan dari menjual batik,\" ungkapnya. Menurutnya, perhatian pemerintah terhadap perajin di desa akhir-akhir ini berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dulu, batik tulis dikembangkan dengan diselenggarakannya pelatihan, serta dibuka banyak kesempatan untuk memasarkannya di tingkat lokal. Meski demikian, Sumpeno meyakini pembatik tulis akan bertahan karena mereka memiliki semangat untuk menjaga agar batik khas Purworejo tidak punah. \"Khusus kami, kami akan tetap mempertahankan batik sampai kapan pun karena ini adalah warisan leluhur keluarga kami. Suatu saat kami pun akan mewariskannya kepada anak dan cucu,\" tandasnya. (top)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: