Perppu Atau Legislatif Review
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Fraksi PKS mengajukan dua opsi untuk menyikapi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang terus menuai polemik. Hal tersebut menyusul keterangan Presiden Joko Widodo yang telah menandatangani Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Kemudian, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendaftarkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, KSPI juga masih akan melanjutkan aksi serta mogok kerja, sesuai dengan hak konstitusional buruh yang teratur dalam Undang-Undang, yang bersifat anti kekerasan (non-violence). Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, mengatakan, ada dua opsi untuk menyikapi polemik tentang Undang-Undang Cipta Kerja. Kedua opsi yang dimaksud Anis adalah opsi melakukan legislative review, dan opsi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang atau Perppu. Hingga saat ini, Anis menjelaskan bahwa PKS cenderung tidak memilih opsi Legilative Review. “Legislative review adalah upaya untuk mengubah suatu undang-undang melalui DPR. Sederhananya, Legislative review ini adalah proses pengusulan undang-undang baru atau revisi undang-undang. Hal itu diatur UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan,” papar Anis. Karena tidak berbeda dengan proses pembuatan undang-undang, maka legislative review undang-undang Cipta Kerja juga harus melalui lima tahapan pembuatan undang-undang, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan. Artinya, Pemerintah dan DPR harus berkomunikasi tentang siapa yang menginisiasi legislative review dengan mengajukan poin-poin revisi. Jika diterima DPR, Undang-Undang Cipta Kerja akan kembali dibahas dalam rapat-rapat di DPR. “Prosesnya seperti mulai dari awal lagi, Karena itu merupakan sikap politik PKS setelah Undang-Undang Cipta Kerja ini diundangkan oleh Presiden, adalah mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu,” ujarnya. Anis menyatakan, bahwa saat ini sangat urgen menerbitkan Perppu karena telah terjadi situasi kegentingan yang memaksa seperti yang disebutkan dalam dalam kriteria putusan MK. Situasi kegentingan yang memaksa seperti yang disebutkan dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009 adalah pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Dan kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang, tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Jika melihat tiga kriteria diatas, maka syarat Perppu sudah terpenuhi. Ditambah lagi, Undang-undang Cipta Kerja ini sudah diundangkan dan memiliki nomor registrasi di Lembaran Negara RI (LNRI) tahun 2020 dengan nomor 245. “Artinya tidak ada lagi yang menghalangi kewenangan Presiden untuk menerbitkan Perppu saat ini,” tutur Anis. Sementara itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Guspardi Gaus mengatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) hadir sebagai strategi dalam mereformulasi regulasi yang akan dapat meningkatkan investasi, membuat dunia usaha lebih bergairah, dan dapat menjadi stimulus tercipta iklim berusaha yang lebih kondusif. \"Berbagai kemudahan diberikan pemerintah kepada sektor UMKM, koperasi, dan pengusaha dalam negeri dimaksudkan agar bisa lebih bersaing dan berkompetisi dalam berbagai bidang,\" kata Guspardi, Kamis (5/11). Dia menjelaskan, berdasarkan survei global dari International Finance Corporation (IFC) menyebutkan kemudahan berbisnis/Index Easy of Doing Business (EoDB) Indonesia masih berada di peringkat 6 dari 10 negara ASEAN dan masih berada di peringkat 73 di dunia (2018). Menurut dia, target pemerintah dengan UU Ciptakerja, Indonesia bisa berada di peringkat 40. \"Peningkatan Indeks of Easy Doing Business Indonesia diharapkan juga mampu meningkatkan produk domestik bruto yang pada gilirannya akan dapat mendongkrak daya saing nasional,\" ujarnya. Guspardi menjelaskan, kemudahan berbisnis akan mendorong minat investor datang ke Indonesia semakin tinggi apalagi proses perizinan semakin mudah dan tanpa pungutan liar. Begitupun pengusaha dalam negeri, tentunya akan lebih terpacu lagi berkompetisi dalam kancah dunia usaha dan menciptakan iklim investasi yang baik serta mampu merangsang tumbuh kembangnya usaha-usaha baru di Indonesia. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: