PSBB Efektif Jika Berskala Nasional
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan Kota Makassar Sulawesi Selatan berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam upaya percepatan penanganan COVID-19. Seharusnya PSBB ditetapkan secara nasional dan bukan per wilayah. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan PSBB dinilai sudah harus ditetapkan di Kota Makassar mengingat telah terjadi peningkatan dan penyebaran kasus COVID-19 yang signifikan di kota tersebut. PSBB tersebut ditetapkan setelah dilakukan proses kajian epidemiologi dan pertimbangan kesiapan daerah dalam aspek sosial, ekonomi, serta aspek lainnya oleh tim teknis. “Wali Kota Makassar telah mengusulkan PSBB, dan setelah dilakukan kajian oleh tim teknis, maka PSBB bisa dilaksanakan di sana,” kata Terawan dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (16/4). Keputusan tersebut telah ditetapkan oleh Menkes tertanggal 16 April 2020 melalui surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/257/2020. Selanjutnya Pemerintah Kota Makassar wajib melaksanakan PSBB dan secara konsisten mendorong serta mensosialisasikan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat. Sejauh ini Menkes telah menetapkan PSBB untuk wilayah DKI Jakarta; Kabupaten dan Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bogor di Provinsi Jawa Barat; Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten; serta Kota Pekanbaru di Provinsi Riau. Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai seharusnya PSBB berlaku secara nasional. Penerapan secara nasional akan lebih efektif dalam menangani penyebaran corona. \"Tapi intensitas penerapan di lapangan bisa bervariasi,\" katanya. Dia mensimulasikan, jika daerah yang jumlah kasusnya kecil atau sama sekali tidak ada, penerapan PSBB hanya 50 persen pada tahap awal. Kemudian, setelah itu secara berkala dilakukan peningkatan bertahap. Dikatakannya, penerapan PSBB seharusnya tidak perlu menunggu izin Menteri Kesehatan (Menkes). Sebab itu akan memperlambat proses penanganan di masing-masing daerah. \"Jadi lakukan saja,\" kata dia. Terlebih, Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) sudah menyatakan Indonesia terburuk di Asia Tenggara. \"Kita itu sudah community transmision. Jadi penularannya sudah meluas di masyarakat,\" ujarnya. Karenanya, kebijakan PSBB secara nasional bertujuan memangkas segala birokrasi guna memastikan efektivitas pemutusan mata rantai virus di masyarakat dapat berjalan. Pelaksanaan dan pedoman PSBB yang diminta Kemenkes berupa kajian dan data, hanya memperlambat penanganan. \"Orang Kemenkes kan sudah punya data,\" ujarnya. Saat ini yang perlu dilakukan atau dimaksimalkan masyarakat adalah melakukan PSBB secara baik dan benar. \"Misalnya dengan cara tidak mudik, tidak berkumpul melebihi lima orang, menggunakan masker saat di luar rumah dan sebagainya sesuai arahan,\"terangnya. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito dalam keterangannya memprediksi puncak kasus positif COVID-19 di Indonesia akan terjadi pada awal Mei 2020 hingga awal Juni 2020. Estimasi pasien terpapar COVID-19 mencapai 95 ribu kasus. “Kami telah kaji dan kombinasikan semua prediksi dan kami percaya puncak dari pandemi di Indonesia ini akan mulai terjadi di antara awal Mei 2020 hingga sekitar awal Juni 2020. Kasus selama masa puncak ini kumulatif 95 ribu kasus,” katanya. Dijelaskannya, prediksi tersebut diperoleh dari berbagai kajian para ahli, dan lembaga ilmiah. Setelah masa puncak di awal Juni, kenaikan jumlah kasus positif akan mulai melandai. \"Periode Juni hingga Juli 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia diperkirakan mencapai 106 ribu kasus,\" katanya. Dikatakannya, pemerintah akan terus berupaya memutus rantai penularan virus Corona baru agar jumlah kasus positif tidak mencapai angka yang diprediksikan. “Bagaimanapun kita percaya angka ini bukan angka yang sudah rigid. Kami terus menerapkan berbagai kebijakan agar jumlah kasus positif bisa lebih rendah dari yang diproyeksikan,” ujarnya. Sementara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah terus mengevaluasi kebijakan penanganan COVID-19 setiap hari. Agar kebijakan semakin efektif. \"Setiap hari kami mengevaluasi kebijakan, mencoba membuatnya dapat diterapkan dan memberikan dampak lebih dalam upaya melawan virus,\" ujarnya. Menlu mengatakan kebijakan yang diambil pemerintah selalu didasari relevansi dan karakter kebudayaan, kondisi demografi dan ekonomi. “Diperlukan kerja sama antara setiap warga negara untuk menjalankan sejumlah fokus prioritas, yakni mengatasi pandemi, memitigasi dampak ekonomi dan melindungi warga negara,” ujarnya. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 berdasarkan pencatatan sejak Rabu (15/4) pukul 12.00 WIB hingga Kamis (16/4)pukul 12.00 WIB, pasien sembuh bertambah 102 orang menjadi 548 orang, sedangkan yang meninggal bertambah 27 kasus sehingga total meninggal menjadi 496 orang. Sementara itu tercatat adanya penambahan kasus positif sebanyak 380 kasus sehingga total 5.516 kasus positif di Indonesia.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: