Ratusan Rumah di Kalibening Terimbas Tanah Bergerak
Bangunan TK Miring MAGELANGEKSPRES.COM, WONOSOBO - Diperkirakan sekitar 250 rumah dan fasilitas umum tercatat rusak atau terimbas kondisi tanah bergerak di Desa Kalibening Kecamatan Sukoharjo. Menurut Kepala Desa Kalibening, Mugiono mengenai masalah pergeseran tanah sebenarnya sudah lama terjadi dan masyarakat merasakan dampak dari tanah bergerak sudah sekitar 8 tahun. Namun memang belum ada partisipasi pemerintah untuk menganggulanginya. “Tanah bergerak berdampak pada 250 rumah dan fasilitas umum. Desa Kalibening memang merupakan kawasan yang rentan dengan bencana longsor dan tanah bergerak,” ungkapnya kemarin. Mugiono juga menyebut kondisi itu tak hanya terjadi di musim penghujan, tetapi di musim kemarau pun rentan terjadi bencana tersebut. Namun, yang sangat ditakutkan warga adalah saat hujan karena disaat hujan tekstur tanah yang tidak padat, sehingga kemungkinan terjadi longsor dan tanah bergerak lebih tinggi. “Langkah pemerintah desa untuk menggulangi hal tersebut yakni dengan melakukan gotong royong menanam bambu, karena penanggulangan menggunakan dana desa tidak mencukupi. Kami berharap, pemerintah agar secepatnya melakukan pengecekan dan memberikan solusi terkait hal tersebut,” ungkapnya. Salah satu jurnalis televisi, M Ihsanudin yang turut meliput kondisi di beberapa bangunan juga mencoba mengikuti proses pembelajaran dan menurutnya, anak-anak tak terlihat panik dengan adanya Eternit yang rusak. “Di bangunan sekolah yang miring, ada tembok yang retak, langit-langit rusak, dan lagi-lagi lantai yang retak-retak. Ini Wonosobo, saya kira ini ada diperdalam Indonesia seperti di film dokumenter pendidikan. Guru pun paham dengan kondisi seperti ini, tapi guru-guru bukan hanya diam. Guru-guru sudah berupaya untuk mengatasi kondisi seperti itu,” ungkap Ihsan. Dari data yang dihimpun Wonosobo Ekspres, masalah pergerakan tanah itu sudah terjadi sejak lama. Bahkan di halaman salah satu masjid terbesar di desa sudah terlihat retakan dari jauh yang mengakibatkan anak tangga terpisah. “Saat saya melihat masjid ternyata sama bangunnya juga retak-retak. Tak hanya retak dimasjid saja, gerejapun sama. Tembok rekat, tanah turun kebawah. Seolah-olah pondasinya naik, tapi kayak gitu adanya. Ini butuh penanganan secepatnya karena bisa membahayakan warga,” imbuh Ihsan. Dari keterangan beberapa warga, bahkan sejak tahun 1970-an, desa ini sudah dibayang-bayangi dengan pergerakan tanah. Salah satu yang hingga kini terdampak ialah kawasan yang ada bangunan TK dan kondisinya mengerikan karena sudah miring. “Melihat bangunan yang terlihat dari luar saja saya miris. Di TK yang masih dihuni anak-anak ketika belajar mengajar pagi, Eternit sudah bergelembung, tembok retak, dan lantai retak-retak masih digunakan siswa - siswi TK ini untuk belajar. Padahal retakan lantai keramik itu kan berbahaya, bisa saja anak-anak terkena pecahan keramik saat sedang ceria bermain atau bisa saja kejatuhan Eternit saat belajar. Semoga tidak,” harapnya. (win)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: