RI Masuk Resesi, Pelemahan Daya Beli Sudah Terasa
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Sejumlah kalangan menyebutkan resesi ekonomi terjadi di Indonesia pada kuartal ketiga 2020 atau pada September nanti. Ekonom mengatakan, dampak resesi saat ini sudah dirasakan. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, pelemahan daya beli merupakan dampak dari resesi. Ini juga tercermin dari pertumbuhan ekonomi kontraksi pada kuartal II/2020 yang minus 5,32 persen. \"Dampak (resesi ekonomi) yang paling terasa, dirasakan masyarakan adalah terjadi penurunan daya beli,\" ujarnya, kemarin (31/8). Dia menjelaskan, penurunan daya beli salah satunya dilihat dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang menunjukkan tren negatif. Pada Juni, IPR minus 17,1 pesen, meskipun membaik dibandingkan Mei yang minus 20,6 persen. Dampak pelemahan daya beli, lanjut dia, ikut menyeret pada sektor lainnya, yakni industri manufaktur. Hal ini karena permintaan mengalami penurunan karena pelaku usaha untuk sementara tidak melakukan produksi. Selain itu, penurunan impor bahan baku sebesar 2,5 persen pada Juli lalu. Bertambahnya angka penduduk miskin, kata dia, dampak dari resesi ekonomi. Dia memperkirakan, jumlah penduduk miskin di tengah pandemi Covid-19 menjadi 30 juta hingga 7 juta tahun ini. Kendati begitu, dia meminta masyarakat untuk tidak panik dengan belanja dalam jumlah banyak, hingga menarik uang dalam jumlah besar. Ini akan menambah situasi semakin buruk. Saat ini, saran dia, masyarakat untuk selalu bersikap tenang dengan menyiapkan sejumlah langkah mitigasi seperti lebih hemat dan menabung. \"Misalnya, sekarang lebih banyak hemat dan menabung. Saya kira, langkah ini lebih baik ketimbang panik yang akan justru akan memperburuk resesi ekonomi,\" ucapnya. Sementara ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto menyebutkan, resesi ekonomi melanda Indonesia tidak bisa dihindari. \"Resesi sudah terlihat, daya beli menurun, kinerja perekonomian turun, pengangguran meningkat, kemiskinan meningkat, itu semua pelan-pean sudah terjadi,\" katanya. Namun, menurut dia, resesi ekonomi tidak separah seperti pada tahun 1998. Karena, kemerosotan ekonomi berjalan secara bertahap. Hal ini dilihat dari pelemahan ekonomi yang tidak turun secara drastis. \"Waktu itu (krisis 1998), ekonomi Indonesia anjlok ke minus 13 persen dari sebelumnya positif 6 persen. Sekarang ini, ekonomi dari 2,97 persen baru turun ke minus 5,32 persen, jauh lebih rendah dari kemerosotan dulu,\" ucapnya. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD sebelumnya menyebutkan Indonesia akan masuk jurang resesi pada bulan September nanti. \"Bulan depan, hampir dapat dipastikan 99,9 persen akan terjadi resesi ekonomi di Indonesia,\" ujar Mahfud. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi di rentang minus 0,5 persen hingga 2,2 persen. Namun, ia mengimbau masyarakat tidak perlu panik lantaran resesi ekonomi bukan berarti krisis. Pun demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan potensi resesi ekonomi terjadi pada kuartal III/2020. Adapun skenario terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 0 persen sampai minus 2 persen. (din/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: