Rommy Bebas Pekan Depan, KPK Belum Bersikap

Rommy Bebas Pekan Depan, KPK Belum Bersikap

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy akan bebas pekan depan, menyusul Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukumannya dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara. Meski demikian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengambil sikap. Pengacara Rommy, Maqdir Ismail mengatakan kliennya dapat bebas pekan depan setelah putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Rommy dengan mengurangi hukumannya dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara. Sebelumnya, Rommy telah ditahan KPK di Rutan Cabang KPK sejak 16 Maret 2019 setelah tertangkap tangan pada 15 Maret 2019 di Surabaya, Jawa Timur. \"Mestinya dibebaskan minggu depan, meskipun KPK kasasi karena tidak ada dasar hukum untuk melakukan penahanan,\" ucapnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/4). Maqdir mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menerima banding kliennya itu dengan mengurangi hukuman menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. \"Kami menerima copy pemberitahuan putusan parkara Pak M Romahurmuziy dari Pengadilan Tinggi Jakarta. Hakim PT Jakarta menjatuhkan hukuman terhadap Bapak M Romahurmuziy pidana 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta,\" ucap Maqdir. Namun, kata dia, seharusnya putusan banding tersebut memutuskan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menurut hukum. \"Tentu kami berterima kasih kepada Majelis Hakim yang sudah menjatuhkan putusan ini, meskipun kami tidak cukup puas karena menurut hemat kami apa yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan menurut hukum,\" ujar Maqdir. Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK masih perlu menganalisa terlebih dahulu pertimbangan putusan PT DKI Jakarta tersebut. Mengenai sikap yang diambil setelahnya, bakal diusulkan ke Pimpinan KPK. \"Selanjutnya sesuai mekanisme, tim JPU KPK akan menganalisa pertimbangan putusan tersebut dan segera mengusulkan penentuan sikap berikutnya kepada pimpinan KPK,\" kata Ali kepada awak media, Jumat (24/4). PT DKI Jakarta memotong hukuman Romy menjadi satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan itu lebih rendah satu tahun dari vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di tingkat pertama. Ali pun mengakui putusan tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan yang dilayangkan JPU KPK. Meski demikian, ia menyampaikan KPK tetap menghormati keputusan PT DKI Jakarta. JPU KPK sebelumnya menuntut Romy hukuman penjara selama empat tahun. Akan tetapi, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta justru memvonis Romy dua tahun penjara. \"Memang jika dibanding tuntutan JPU KPK, putusan PT DKI itu dapat dibilang rendah, namun demikian setiap putusan majelis hakim tentu harus kita hargai dan hormati,\" ucap Ali. Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memandang pengurangan masa hukuman tersebut telah mencoreng rasa keadilan masyarakat. Atas hal itu, ia mendesak KPK untuk segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). \"Sebab catatan ICW sepanjang tahun 2019 rata-rata vonis untuk terdakwa korupsi hanya dua tahun tujuh bulan penjara. Dengan kondisi seperti ini, maka cita-cita Indonesia untuk bebas dari praktik korupsi tidak akan pernah tercapai,\" ujar Kurnia. Kurnia lantas membandingkan putusan Romy dengan hukuman yang dijatuhkan pada seorang kepala daerah di Kabupaten Bekasi. Kepala daerah itu divonis empat tahun penjara karena terbuktk melakukan pemerasan sebesar Rp30 juta pada 2019 lalu. Sedangkan, kata Kurnia, Romy hanya diganjar hukuman satu tahun penjara padahal berstatus mantan ketua umum partai politik dan nilai korupsinya 10 kali lipat dari sang kepala daerah. Tak hanya itu, Kurnia mengungkapkan, putusan terhadap Romy terbilang paling rendah dibanding vonis yang dijatuhkan kepada mantan ketua umum partai politik lainnya. Seharusnya, kata Kurnia, vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi bisa lebih berat dibandingkan dengan putusan di tingkat pertama. Bahkan, ditambahkannya, akan lebih baik jika dalam putusan tersebut hakim juga mencabut hak politik yang bersangkutan. (riz/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: