Rupiah Hanya Menguat Seminggu

Rupiah Hanya Menguat Seminggu

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Penguatan Rupiah tidak berlangsung lama. Pada awal Juni kemarin nilai tukar Rupiah menguat atas Dolar Amerika Serikat (AS) di level 14.000. Bahkan, Dolar AS sempat tertekan hingga di posisi Rp13.700-an. Akan tetapi memasuki pekan kedua Juni, mata uang Paman Sam itu mulai kembali menggoyang mata uang Garuda. Melansir data perdagangan Reuters, kemarin (14/6), nilai tukar Dolar AS ditutup di level Rp14.050. Sementara data RTI nilai Dolar AS berada di level Rp14.155. Selain Rupiah, Dolar AS juga menekan yuan Cina dan yen Jepang. Sebaliknya, tertekan oleh Dolar Australia, euro, poundsterling, dan Dolar Singapura. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna berpandangan memang Indonesia sangat rentan melemah atas Dolar AS. Banyak faktor, salah satunya produk domestik belum mampu bersaing dengan negara lain. \"Fundamental Rupiah memang tidak kuat, sebab negara kita belum bisa menghasilkan Dolar AS dengan produktivitas ekonomi dalam negeri,\" ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (14/6). Oleh karena itu, menurutnya, agar Rupiah tetap stabil maka pemerintah memperhatikan produk dalam negeri. Dengan langkah ini maka nilai tukar Rupiah tak akan tergoyahkan dengan mata uang apapun, termasuk Dolar AS. \"Oleh sebab itu, jika ingin rupiah menjadi stabil maka produktivitas harus ditingkatkan, kebutuhan dalam negeri bisa diraih dari produk dalam negeri. Serta produk dalam negeri bisa didorong untuk ekspor,\" katanya. Sementara Bank Indonesia (BI) sebelumnya mengatakan pelemahan Rupiah karena dipengaruhi faktor eksternal. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Danang Hendarsah mengatakan, seharusnya pelemahan Rupiah hanya sementara karena pengaruh risk off atau sentimen global dari jatuhnya pasar saham AS akibat gelombang kedua wabah corona hingga menembus 2 juta orang terpapar Covid-19. \"Rupiah seharusnya masih memiliki ruang menguat sesuai fundamentalnya, di mana defisit transaksi berjalan akan turun dan inflasi akan terjaga sangat rendah, sehingga secara fundamental Rupiah masih undervalued,\" kata Nanang. Sedangkan Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar Rupiah bakal terkoreksi karena kekhawatiran penyebaran virus corona di Indonesia yang masih terus meninggi. Terpenting, pemerintah dapat mengendalikan Covid-19, sehingga bisa meredam sentimen pasar. \"Wajar kalau pelaku pasar masih takut dan cemas. Hal ini bisa dilihat dari keluarnya aliran modal asing dari pasar keuangan dalam negeri,\" katanya. Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menilai, sampai saat ini pelaku pasar masih mencermati rilis proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia. Di mana Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan hanya sekitar 0 persen dan proyeksi pertumbuhan global diperkirakan sekitar -5,2% pada tahun. \"Ini membuat risk averse sentiment. Sehingga untuk perkembangan Rupiah dalam jangka pendek ini masih akan dipengaruhi oleh keputusan The Fedm,\" ujar Josua.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: