Salah Tulis, Batal Demi Hukum
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Tiga terdakwa kasus dugaan surat jalan palsu, Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking melalui penasihat hukum mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Ketiganya memohon majelis hakim untuk membatalkan demi hukum atau tidak menerima dakwaan JPU. Tim Penasihat Hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo, menyatakan JPU tidak cermat dalam menulis identitas Djoko Tjandra dalam surat dakwaan. Dalam surat dakwaan, JPU mencantumkan nama terdakwa dengan tulisan \"Joko Soegiarto dan Joe Chan bin Tjandra Kusuma\". Menurut dia, nama tersebut salah. \"Bahwa dalam surat dakwaan, penuntut umum tidak cermat, korektif, teliti dalam menuliskan nama terdakwa. Pada bagian I. IDENTITAS TERDAKWA, penuntut umum menulis nama yang bukan merupakan nama terdakwa, yakni Joko Soegiarto dan Joe Chan bin Tjandra Kusuma,\" ujar Soesilo membacakan surat eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (20/10). Soesilo menyampaikan, Djoko Tjandra beragama Katolik sehingga tidak mengenal nama \"bin\" seperti yang dituliskan JPU. Menurutnya, nama Joko Joko Soegiarto alias Joe Chan bin Tjandra Kusuma bukan merupakan nama terdakwa, sehingga semestinya dianggap telah terjadi “error in persona” serta surat dakwaan dinyatakan tidak cermat dan batal demi hukum. \"Bahwa nama terdakwa Joko Soegiarto alias Joe Chan sebagai bagian yang tertulis di dalam identitas surat terdakwa, tidaklah dapat disamakan atau alias dengan Joko Soegiarto karena penuntut umum sepertinya hanya berupaya untuk menyesuaikan nama barang bukti tersebut dengan nama asli terdakwa Joko Soegiarto Tjandra,\" kata dia. JPU, sambung Soesilo, juga tidak menguraikan dengan jelas serta lengkap perbuatan Djoko Tjandra yang diduga merupakan tindak pidana dalam surat dakwaan. Soesilo mengatakan, JPU menyatakan Djoko Tjandra melakukan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. \"Penuntut umum juga sama sekali tidak menguraikan atau mengungkapkan atau menjelaskan bagaimana, dengan cara apa, dengan kata-kata apa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra menyuruh membuat surat palsu atau memalsukan surat itu. Penuntut umum juga sama sekali tidak menguraikan atau mengungkapkan atau menjelaskan bagaimana dan dengan cara apa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra turut serta memalsukan surat itu,\" tuturnya. Tim Penasihat Hukum Prasetijo Utomo, Petrus Bala Pattyona, menyebut kliennya didakwa telah membuat surat palsu yang tidak sesuai dengan hasil penyidikan. Dalam surat dakwaan, menurut dia, JPU sejatinya telah mengetahui dan mengerti bahwa yang membuat surat jalan palsu adalah Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri Dodi Jaya. Petrus mengatakan, dengan mengutip dakwaan tentang surat palsu yang dibuat oleh Dodi Jaya, Prasetijo tidak tepat didakwa Pasal 263 ayat (1) KUHP lantaran kliennya itu tidak membuat surat palsu. Ia menambahkan, dakwaan yang disusun tersebut tidak lah sesuai dengan hasil penyidikan serta telah melanggar KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung yang menyatakan dalam menyusun surat dakwaan harus bersumber dari hasil penyidikan. \"Dalam berkas penyidikan, berdasarkan keterangan Dodi Jaya, bahwa Dodi Jaya lah yang membuat surat jalan sesuai keterangannya dalam BAP tanggal 4 Agustus 2020,\" ucap Petrus. Kemudian, Petrus juga membantah Prasetijo membuat surat keterangan pemeriksaan Covid-19 palsu untuk Djoko Tjandra sebagaimana dalam dakwaan. Ia mengatakan, atas permintaan Anita Kolopaking maka kliennya memerintahkan Etty Wachyuni untuk menyampaikan kepada Sri Rejeki Ivana Yuliawati agar membuat konsep Surat Rekomendasi Kesehatan dan Sri Rejeki yang mengetiknya. \"Dalam dakwaan tersebut telah dengan jelas tim jaksa penuntut umum menyatakan Surat-surat Keterangan Kesehatan tersebut dibuat oleh Saksi Sri Rejeki Ivana Yuliawati setelah berkomunikasi baik melalui telepon ataupun WhatsApp dengan Saksi Etty Wahyuni,\" kata Petrus. Lebih lanjut, Petrus juga berkeberatan dengan dakwaan kedua yang menyatakan Prasetijo selaku anggota Polri seharusnya menyerahkan atau memberikan informasi keberadaan Djoko Tjandra ke Kantor Kepolisian untuk diamankan. Menurut Petrus, dakwaan tersebut tidak cermat. Pasalnya, kata dia, Djoko Tjandra merupakan orang bebas dan tidak dirampas kemerdekaannya. Hal itu terbukti melalui fakta Djoko Tjandra dapat bebas keluar masuk Indonesia tanpa halangan karena red notice telah terhapus. \"Apalagi ada surat dari Kejaksaan Agung kepada Dirjen Imigrasi pada tanggal 27 Juni 2020 untuk memasukan kembali Joko Soegiarto Tjandra ke dalam Red Notice dan hal ini sesuai dengan keterangan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly saat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, bahkan Kementerian Hukum dan HAM membuat Siaran Pers No.001/SP/I/Humas/2020 tanggal 30 Juni 2020 yang pada pokoknya menyatakan Joko Soegiarto Tjandra merupakan orang bebas merdeka dan sudah terhapus pada red noticenya karena sistem yang tidak diperpanjang,\" kata Petrus. Petrus juga menyebut dakwaan kliennya telah menghalangi atau mempersukar penyidikan atas pemalsuan surat sekaligus menghilangkan barang bukti tidak cermat. Sebab, JPU dinilai sama sekali tidak menjelaskan secara runtut bagaimana Prasetijo melakukan perbuatan menghalangi, mempersukar penyidikan, padahal proses penyidikan belum berlangsung. Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Anita Kolopaking, Tommy Sitohang berkeberatan dengan dakwaan yang dilayangkan kepada kliennya karena JPU dinilai tidak menguraikan dengan cermat bagaimana Anita membuat dan menggunakan surat palsu. Uraian dakwaan dengan sengaja melepaskan atau memberi pertolongan ketika meloloskan diri, kepada orang yang ditahan atas perintah penguasa umum, atas putusan atau ketetapan hakim, kata Tommy, juga tidak cermat. Pasalnya, Anita disebut tengah menjalankan tugas sebagai pengacara Djoko Tjandra. \"Bahwa terdakwa merupakan seorang pengacara, yang dalam menjalankan profesinya baik di dalam maupun di luar pengadilan tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata,\" ucap Tommy. Seperti diketahui, JPU mendakwa Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan advokat Anita Kolopaking secara bersama-sama membuat surat palsu. Atas perbuatannya, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP; Prasetijo didakwa Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP; dan Anita didakwa Pasal 263 ayat 2 KUHP dan Pasal 223 KUHP. (riz/gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: