Sederhana dan Khidmat, Perkuat Solidaritas
MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO- Tidak ada keramaian pada puncak HUT ke 195 Kabupaten Wonosobo tahun 2020. Semua prosesi dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Sepanjang sejarah sejak digulirkannya peringatan hari jadi, baru kali ini dilakukan tanpa keramaian. Namun Pemkab Wonosobo memastikan bahwa seluruh prosesi acara berjalan khidmat. Hal itu digelar mengingat saat ini masih pandemi covid-19. Bupati Wonosobo Eko Purnomo melalui Surat Edaran Nomor 003.3/142/2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peringatan Hari Jadi ke-195 menyebutkan, peringatan tahun ini dilakukan secara simbolis, sederhana, khidmat, terbatas, tertutup dan mematuhi protokol pencegahan covid-19. Kegiatan di tingkat kecamatan dan desa juga ditiadakan. Tema peringatan tahun ini menumbuhkan solidaritas dan kepedulian demi Wonosobo berdaya menuju sejahtera. Melalui tema tersebut diharapkan seluruh elemen masyarakat kembali solidaritas dan kepedulian selama pandemi covid-19 dan terus berjuang untuk bangkit memberdayakan potensi guna mewujudkan kesejahteraan bersama. Proses acara sendiri akan dimulai pada Kamis 23 Juli hingga Jumat 24 Juli 2020. Diawali doa bersama, kemudian dilanjutkan birat sengkala atau prosesi adat memohon keselamatan. Lalu pada hari jumat digelar upacara piswonan agung, pidato arahan bupati dan gerakan berbagai tenong. Seluruh jajaran OPD, BUMD, dan instansi vertikal diminta untuk mendukung peringatan hari jadi Wonosobo sesuai tema dan branding Wonosobo “The Soul of Java” dengan memasang umbul atau penjor di pintu masuk kantor dan memasang banner ucapan. Selain itu, semua karyawan, pegawai di OPD, instansi vertikal, BUMD, BUMN, aparat juga bakal menggunakan pakaian adat gagrak gaya Jogjakarta dengan tetap menggunakan masker. Setelah proses upacara, seluruh OPD dan instansi lainnya yang telah menyiapkan tenong berisi jajanana pasar dan makanan khas Wonosobo untuk disumbangkan kepada anak yatim atau masyarakat luas. Bupati Eko Purnomo mengemukakan, prosesi hari jadi kali ini memperhatikan kondisi pandemi covid-19. Peringatan tersebut dilakukan secara simbolis, sederhana, khidmat, terbatas, dan tertutup. “Tidak ada keramaian bahkan setiap proses dilakukan secara terbatas dan tertutup untuk publik. Demi keselamatan, kita juga tidak menggelar hiburan, baik di tingkat desa, kecamatan ataupun kabupaten,” ungkapnya. Dalam setiap prosesi menggunakan protokol kesehatan, cuci tangan, gunakan masker dan menjaga jarak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membatasi jumlah proses acara, seperti doa bersama dan birat sengkolo yang dihadiri tidak lebih dari 15 orang. Kemudian pada upacara Pisowanan Agung hanya dihadiri 20 orang. Bahkan tidak semua jajaran pimpinan OPD hadir. Hanya kepala Dinas Kominfo dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Sedangkan pidato arahan kepala daerah akan dilakukan secara live media sosial, televisi dan radio milik pemerintah daerah. Sementara itu, sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian, seluruh OPD yang telah membuat tenong berisi makanan dan jajanan pasar akan diserahkan kepada yayasan yatim piatu dan panti asuhan. Menurutnya, peringatan hari jadi ini menjadi momentum penting bagi pemerintah daerah dan juga masyarakat Wonosobo untuk melakukan evalausi diri dalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi Wonosobo telah menyebutkan diri melalui branding Soul of Java. Banyak capaian yang sudah dilakukan. “Soul of Java tidak hanya dipahami sebagai bentuk simbolis gambar dua gunung dengan air dan alamnya yang subur itu, tapi juga pada perilaku masyarakat yang menjunjung tinggi adat istiadat jawa,” terangnya Launching Baju Adat Wonosobo Sementara itu Sekda Wonosobo, One Andang Wardoyo menjelaskan, pada tahun ini, meski dalam suasana pandemi, peringatan HUT Wonosobo ke 195, lebih istimewa. Sebab, dari sisi budaya Pemkab Wonosobo akan melaunching baju adat Wonosobo yang akan digunakan dalam setiap upacara hari jadi Wonosobo kedepan. “Jadi meski tidak ada keramaian, peringatan tahun ini cukup istimewa, karena kita akan launching baju adat atau baju kebesaran Wonosobo. Ini akan dipakai pada saat upacara hari jadi, tidak hanya sekarang, tapi juga hari jadi tahun-tahun berikutnya,” jelasnya. Menurutnya, penggunaan baju adat sering menjadi polemik, sebab ada yang gunakan gagrak Jogjakarta dan Solo, sebab belum memiliki pakem sendiri. Dari sisi warna baju juga sempat menjadi masalah, akhirnya Pemkab melalui OPD terkait melakukan upaya riset untuk mematenkan baju adat Wonosobo. “Hasil riset atau penelitian yang kita lakukan, berdiskusi dengan budayawan serta para pakar, akhirnya ditemukan baju adat Wonosobo. Untuk bupati dan wakil bupati berwarna putih, dan pejabat eselon berwarna hitam,” katanya. Dalam kaidah Jawa hanya mengenal beberapa warna, seperti putih, hitam, merah dan kuning. Tidak kenal warna biru, warna biru diduga sudah ada pengaruh dari zaman pemerintah kolonial belanda. “Sehingga dalam baju adat Wonosobo ya kita sesuaikan,” ucapnya. Penggunaan baju adat akan dilakukan serentak oleh seluruh jajaran pemerintahan, dan instansi vertikal, aparat serta pegawai BUMN, BUMD pada hari jadi atau tanggal 24 Juli 2020. Dari pegawai tingkat desa dan kelurahan hingga kabupaten serta kantor-kantor pelayanan yang lain. “Padi hari jadi semua pegawai, ASN dan perangkat desa serta pegawai instansi vertikal gunakan baju adat Wonosobo. Sedangkan untuk memeriahkan suasana, seluruh kantor OPD dan BUMD serta insntasi vertikal juga memasang penjor di pintu masuk kantor,” bebernya. Ziarah ke Makam Pendiri hingga Pengambilan Air Suci Andang juga mengatakan, sejumlah prosesi hari jadi telah diawali dengan mengenang jasa para pendiri dan para pendahulu di Kabupaten Wonosobo dengan menggelar ziarah ke sejumlah makam pendiri dan tokoh Wonosobo. Lalu dilanjutkan pengambilan ari suci dari 7 mata air di kabupaten setempat. “Ziarah tetap digelar ke sejumlah makam para pendiri dan tokoh yang telah berjasa kepada Kabupaten Wonosobo. Itu sudah menjadi tradisi sejak dulu. Selain itu prosesi pengambilan air suci dari 7 mata air juga sudah dilakukan,” katanya. Raih Penghargaan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Sekda menambahkan, Kabupaten Wonosobo melalui Provinsi Jawa Tengah mendapatkan sejumlah penghargaan warisan budaya tak benda Indonesia. Diantaranya ruwatan rambut gimbal dan tradisi hak hakan dari Kecamatan Kalikajar. “Sedangkan untuk kategori kesenian musik tradisional yaitu bundengan juga sudah mendapatkan pengakuan dari kementerian,” tandasnya. Dijelaskan, penerimaan penghargaan dari pemerintah pusat tersebut membuktikan bahwa Pemerintah Daerah Wonosobo sangat memperhatikan kesenian dan kebudayaan serta melestarikan dan menjaga dengan baik. “Kita berharap, Peringatan Hari Jadi Wonosobo ke 195 ini benar benar mampu menumbuhkan solidaritas dan kepedulian demi Wonosobo berdaya menuju sejahtera,” pungkasnya. (gus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: