Sejumlah Petahana Bisa Lolos

Sejumlah Petahana Bisa Lolos

JAKARTA -Kali ini panitia seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) kembali memberikan kejutan. Dari proses yang cukup menyita waktu akhirnya muncul 40 kandidat dari 104 calon pimpinan (capim) KPK. Dan yang menarik dari puluhan nama tersebut, tidak ada Basaria Panjaitan. Komisioner lembaga antirasuah yang lolos hanya dua. Alexander Marwata dan Laode M. Syarif. Sisanya lebih banyak dari akademisi dan anggota Polri. Ya, Pansel Capim KPK menegaskan, seluruh nama berikut latar belakang capim yang lolos. Dari 40 orang, tujuh di antaranya akademisi, enam anggota Polri, serta lima orang dari internal KPK termasuk Alex dan Laode. Sisanya berlatar belakang berbeda. Mulai advokat, konsultan hukum, jaksa, hakim, PNS, sampai pensiunan. Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih, 40 nama yang diumumkan kemarin (5/8) sudah melalui seleksi sebagaimana mestinya. Karena itu, Yenti tidak ambil pusing meski Basaria tidak lolos. Dia menilai, seleksi berlangsung sesuai ketentuan. \"Ya, tidak ada ya. Hasilnya seperti itu,\" ujarnya. Usai lolos tes psikologi, profile assessment sudah menanti para capim. Yenti menyebutkan, tahapan itu bakal dilaksanakan di Ruang Dwi Warna, Gedung Panca Gatra, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Tahapan tersebut bakal berlangsung selama dua hari. Yakni pada Kamis (8/8) dan Jumat (9/8). \"Peserta yang tidak hadir profile assessment dinyatakan gugur,\" tegasnya. Meski berlangsung dua hari, hasil seleksi tersebut tidak bisa cepat diumumkan seperti tes sebelumnya. Sebab, tim penguji butuh waktu sepuluh sampai 14 hari untuk menilai. Namun demikian, Yenti menyatakan bahwa pihaknya akan berusaha sebaik mungkin supaya hasil seleksi itu bisa cepat diumumkan kepada publik. Bukan karena tergesa-gesa dalam bekerja, masih ada tahap lanjutan yang juga harus dilalui oleh capim setelah melalui profile assessment. Termasuk di antaranya tahap wawancara dan uji publik. Dengan target seleksi tuntas akhir bulan ini, Pansel berharap profile assessment bisa selesai dalam sepuluh hari. \"Kami sudah minta kalau bisa jangan 14 hari,\" ujarnya. Berkaitan dengan nama-nama yang diumumkan kemarin, Koalisi masyarakat sipil menyebut masih ada figur bermasalah yang lolos tes psikologi. Figurfigur itu diduga melakukan pelanggaran etik saat bertugas di KPK. Kemudian ada figur yang mengintimidasi pegawai KPK hingga terlibat dalam kriminalisasi Novel Baswedan di masa lalu. Yenti enggan menjawab panjang saat ditanyai kritik tersebut, Dia kembali menegaskan bahwa rangkaian seleksi capim KPK sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalau pun dinilai ada nama bermasalah yang dinyatakan lolos, dia memastikan bakal menyaring melalui tracking. \"Benar, setelah ini (pengumuman 40 capim) kami kirim tim tracker,\" kata dia. Tim itu bakal memeriksa rekam jejak 40 capim. Kinerja di tempat mereka pernah bertugas bakal dicari tahu. Yenti mencontohkan, capim berlatar belakang jaksa bakal dicari tahu rekam jejak dakwaan dan tuntutan. Sedangkan capim berlatar belakang anggota Polri juga akan dicari tahu rekam jejak pekerjaan mereka. Tidak hanya itu, Yenti menyampaikan, tracker yang mereka kirim juga akan datang ke lingkungan tempat tinggal para capim untuk menggali lebih dalam rekam jejak mereka. Di samping rangkaian tes yang dilalui oleh capim, Yenti memastikan bahwa hasil penelusuran tersebut juga akan berpengaruh pada penilaian. \"Nanti kami lihat,\" ujarnya. Dari Koalisi Masyarakat Sipil, Kurnia Ramadhana menyampaikan, hasil tes psikologi yang diumumkan pansel kemarin tidak terlalu memuaskan ekspetasi publik. \"Ini mengartikan bahwa pansel gagal memberikan kesan optimisme bagi publik untuk menghasilkan calon pimpinan KPK yang benar-benar berintegritas, profesional, dan independen,\" kata dia. Kurnia kembali mengingatkan kepada semua pihak untuk bersama menjaga KPK dari capim yang justru menjadi ancaman bagi lembaga superbodi tersebut. \"Jangan sampai ada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu terpilih menjadi komisioner KPK. Presiden harus segera mengevaluasi pansel sebelum citra Presiden tercoreng karena tindakan keliru pansel,\" tegasnya. Mantan Ketua KPK Abraham Samad menambahkan, pada tahap uji psikologi sebenarnya pansel sudah bisa menilai mana figur-figur yang memenuhi standar dan layak maju ke tahap selanjutnya. \"Hasil psikotes itu dapat menggambarkan tentang karakter seseorang atau integritas seseorang,\" ujar komisioner KPK jilid tiga tersebut. Menurut Samad, pansel semestinya menyikapi serius persoalan itu. Dan tidak membiarkan figur-figur bermasalah lolos begitu saja ke tahap selanjutnya. Dia pun khawatir orang-orang tidak berintegritas yang dibiarkan lolos itu justru akan melemahkan misi pemberantasan korupsi. \"Jelas akan berakibat pada lumpuhnya agenda pemberantasan korupsi di Indonesia,\" pungkasnya. Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane memberi apresiasi kepada Tim Pansel Capim KPK yang telah melakukan proses seleksi yang demikian ketat terhadap 104 calon hingga menyisakan 40. Dari total yang lolos tes psikologi, empat diantaranya Jenderal senior dari institusi Polri. Neta berharap, pada tahap seleksi assessment yang berlangsung 8-9 Agustus mendatang, kerja tim Pansel KPK ini dapat terus dipertahankan. Dan kembali menyaring para calon hingga pada akhirnya, tersisa 20 orang. Neta berharap 20 calon yang tersisa nantinya terdiri atas 4 Pati Polri, 2 jaksa dan 14 figur lainnya. \"Buat saya, 20 calon ini punya kompetensi untuk bisa ikut seleksi di tahap akhir guna masuk dalam 10 besar Capim KPK. Dan perlu diingatkan, kepemimpinan KPK selama ini telah gagal membangun soliditas. Maka saya harap Pansel agar calon petahana tidak diikutsertakan dalam 10 besar,\" ungkap Neta secara tertulis, Senin (5/8). Adapun untuk memperbaiki keadaan internal di KPK itu, diakui Neta, dirinya melihat kalau lembaga anti-rusuah ini kedepan harus diisi oleh 2 Pati polri sebagai pimpinan, agar bisa tegas dan tidak takut pada bawahan dan WP KPK. \"Saya melihat selama ini ketidaktegasan pimpinan KPK, dan sikap takut mereka pada bawahan menjadi sumber kacaunya KPK. Ke depan hal ini harus segera diperbaiki dengan adanya sosok Pati Polri sebagai pimpinannya,\" ujar Neta. Neta menyebut, banyak hal yang memang harus diperbaiki di KPK, mulai dari instrumental (UU dan PP), pengembangan struktural dengan titik berat pada orientasi (public education), pemberantasan korupsi dengan pendekatan prevention, dn tugas pembantu program pemerintah. \"Selain itu juga, perbaikan guna pendapatan negara dan daerah, recovery asset negara dan daerah, memperkuat fungsi koordinasi, serta supervisi dengan instansi yang bertugas guna memberantas korupsi. Selanjutnya, tugas penegakan hukum law enforcement terhadap tindak pidana korupsi dengan titik berat kerugian negara dan perekonomian negara sesuai pasal 11 UU no 30 th 2002,\" tuturnya. \"Jadi, fakta-fakta inilah yang menjadi tantangan pimpinan KPK di periode 2019-2023 nanti, karena selama ini KPK sudah menjelma menjadi monster yang begitu ditakuti, dan ini sangat bahaya. Kenapa? karena jika suatu lembaga menjadi lembaga yang sangat ditakuti, maka tak ada yang berani mengkoreksi,\" sambungnya. Neta mengakui, kalau IPW sangat respek dan apresiasi juga kepada Ketua dan anggota BPK, sebab baru tahun 2018 ini berani menilai LKP KPK tahun 2018 dengan predikat WDP (wajar dengan pengecualian) yang jelas sangat memalukan, dimana Lembaga superbody dalam pemberantasan korupsi itu tidak tampil WTP (wajar tanpa pengecualian). Artinya, lanjut Neta, dengan WDP berarti jelas banyak kekeliruan dalam penggunaan anggaran yang ujung-ujungnya berpotensi dengan praktek korupsi yang tinggi. Tapi, tegas Neta, siapa yang berani mengusut dugaan korupsi di KPK. \"Inilah masalah besar yang harus diperbaiki di KPK, dan bukan masalah LHKPN Capimnya. Untuk itu pansel harus benar benar bisa mendapat pimpinan KPK yang membawa aura baru di lembaga anti rasuha itu,\" tegasnya. Neta menambahkan, Pansel KPK tidak perlu menggubris isu LHKPN, sebab LHKPN bukanlah hal prinsip dalam sistem rekruitmen capim KPK, lagi pula mereka baru tahap seleksi, kecuali mereka sudah dinyatakan menjadi pimpinan KPK. Dalam UU juga tidak mewajibkan LHKPN itu diminta saat proses seleksi. \"Menurut saya, mempersoalkan LHKPN itu salah kaprah sebab mereka masih tahap seleksi. Untuk itu, kalaupun ada calon yang menyerahkan LHKPN nya tentu tidak masalah. Dan di UU juga tidak menyebutkan adanya sanksi bagi pejabat negara yang tidak menyerahkan LHKPN. Lalu, kenapa orang-orng ribut soal LHKPN dalam proses seleksi capim KPK. Aneh,\" pungkasnya. Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai nama-nama yang telah lulus tes psikologi capim KPK periode 2019-2023 tidak terlalu memuaskan ekspektasi publik. \"Mencermati nama yang dinyatakan lolos seleksi psikologi rasanya tidak berlebihan, jika menyebutkan bahwa hasil seleksi pada tahapan ini tidak terlalu memuaskan ekspektasi publik,\" katanya. \"Ini mengartikan bahwa pansel gagal memberikan kesan optimisme bagi publik untuk menghasilkan calon pimpinan KPK yang benar-benar berintegritas, profesional, dan independen,\" ucap Kurnia. Setidaknya, kata dia, ada dua poin penting terkait hasil tes psikologi calon pimpinan KPK itu. \"Pertama, terdapat beberapa nama yang diduga mempunyai catatan serius pada masa lalu. Tentu poin ini mesti dikroscek ulang oleh pansel. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu terpilih menjadi komisioner KPK,\" ungkap dia. Kedua, kata dia, sampai pada tahapan tes psikologi untuk kesekian kalinya pansel mengabaikan isu integritas. Hal itu, lanjut Kurnia, bisa dilihat dari figur yang berasal dari penyelenggara negara ataupun penegak hukum yang dinilai abai dalam kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) masih juga tetap diluluskan oleh pansel. \"LHKPN sebenarnya dipandang sebagai hal yang mutlak harus dipertimbangkan oleh pansel ketika melakukan tahapan seleksi terhadap pendaftar yang berasal dari lingkup penyelenggara negara dan penegak hukum (Pasal 29 huruf k UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Namun sayang, rasanya pansel terlewat mempertimbangkan hal tersebut,\" tuturnya. Ia pun mengingatkan bahwa potret kerja pansel calon pimpinan KPK saat ini merupakan representasi dari sikap Presiden. \"Jika publik banyak yang tidak puas dengan hasil kerja pansel tentu Presiden harus mengevaluasi setiap langkah yang telah dilakukan oleh pansel. Jangan sampai citra Presiden justru tercoreng karena tindakan keliru yang dilakukan oleh pansel,\" kata dia. 40 calon yang lolos tes psikologi terdiri atas, Akademisi/dosensebanyak 7 orang, Advokat/konsultan hukum(2), Jaksa(3), Pensiunan Jaksa(1), Hakim (1), Anggota Polri(6), Auditor(4), Komisi Kejaksaan/Komisi Kepolisian Nasional(1), Komisioner/pegawai KPK(5), PNS (4), Pensiunan PNS(1), Lain-lain(5). Peserta yang dinyatakan lulus tes psikologi wajib mengikuti seleksi tahap berikutnya, yaitu profile assesment yang akan diselenggarakan pada Kamis-Jumat, 8-9 Agustus 2019 pukul 07.30 WIB di ruang Dwi Warna Gedung Panca Gatra, Lembaga Ketahanan Nasional Jalan Kebon Sirih Raya Nomor 24-28, Gambir.(mhf/gw/fin)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: