Semesta Kami Diluncurkan, Ditulis Siswa Tuli SLBB Don Bosco
MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO – Sebuah buku garapan para siswa dari SLBB Don Bosco Wonosobo diluncurkan lewat even Perayaan Syukur Peringatan Santo Yohanes Bosco \"Crescat Et Floreat\" di aula setempat, Senin (3/2). Dijelaskan Ketua Yayasan Don Bosco Bruder Lukas S gagasan menulis buku itu memang sesuai dengan program sekolah dalam pembelajaran literasi. “Dalam penulisan ini anak dan didukung sekolah dan pembimbing agar bisa tuangkan gagasannya untuk bisa diketahui mereka yang bisa mendengar. Bagi orang yang belum pernah bertemu dengan anak-anak ini mungkin ragu-ragu untuk interaksi dengan mereka. Maka ini bisa jadi gambaran bahwa mereka itu memiliki kemampuan yang sama sebenarnya,” ungkap Bruder Lukas. Pihak sekolah mendukung atas inisiasi penerbitan buku untuk bisa pupuk percaya diri mereka di masyarakat umum. Selain itu dari pengalaman para guru yang mengajar hasilnya tertuang dalam karya yang memuat 47 kisah curahan hati para siswa tersebut. “Harapan kami ini berikan peluang bagi anak-anak Don Bosco bahwa dirinya itu bisa dan memiliki kemampuan yang sama dengan mereka yang tidak tuli. Semoga akan ada buku berikutnya, seperti buku-buku lain,” imbuhnya. Baca Juga Kebocoran Dinding Candi Borobudur Belum Tertangani Semua, BKB Fokus Evaluasi Penanganan Sebelumnya Agenda yang mengundang perwakilan pemkab seperti dinas pendidikan, dinas sosial, hingga para penggiat komunitas diisi dengan berbagai penampilan seni dari para siswa SLBB. Sebanyak 118 siswa dari jenjang TK sampai SMP turut meramaikan agenda itu sekaligus mengundang para siswi Dena Upakara dan jajaran pengajar. Dikatakan Kepala SLBB Don Bosco Agnes Saptaningsih, adanya buku tersebut sekaligus sebagai ajang perkenalan para siswa pada dunia luar. Sehingga buku itu dijual secara terbuka bagi masyarakat umum. Kejujuran para siswa dalam menuangkan perasaan mereka dalam buku itu sebagai sebuah sarana untuk memahami bagaimana mereka melihat dunia. “Di format kumpulan cerita pendek ini berkisah tentang isi hati anak-anak Tuli dalam ekspresi bahasa mereka sendiri. Mereka memang lebih nyaman disebut sebagai Tuli bukan tuna rungu. Mereka juga bisa berinteraksi secara verbal karena kami mengajarkan komunikasi lisan yakni dengan membaca gerak bibir,” katanya. Kumpulan Cerita Semesta Kami mulai diterbitkan pada Desember 2019 lalu dan berisi ungkapan rasa sayang, rindu, kagum, dan juga doa-doa untuk orang-orang yang mereka kasihi. Bahkan ada beberapa kisah sederhana seperti bagaimana seorang anak berinteraksi dengan bapaknya. “Dalam penyusunannya, didampingi oleh para guru, serta praktisi blogger Wening Tyas yang sekaligus menjadi editor. Anak-anak ini memang memiliki keterbatasan dalam bahasa tetapi diksi yang digunakan cukup terbatas, namun mereka berusaha sejujur mungkin,” kata Antonius Tejo salah satu pengajar. (win)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: