Sertifikasi Dai Belum Diperlukan
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Sertifikasi untuk kalangan dai belum diperlukan. Namun, sebaiknya dilakukan pendataan. Anggota Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong mengatakan penerbitan sertifikasi kepada dai dari kalangan umum belum diperlukan. Namun, bagi dai dari kalangan pemerintahan memang sangat diperlukan. \"Kalau dai pemerintah tidak apa-apa, kalau dai masyarakat terlalu banyak karena setiap orang berpotensi menjadi dai,\" katanya di Jakarta, Rabu (4/12). Terkait kekhawatiran akan munculnya dai gadungan, Ali berpendapat bahwa yang lebih penting adalah melakukan pengawasan kegiatan. \"Adanya dai gadungan karena tidak dilakukan monitoring terhadap aktivitasnya. Kalau mencegah dai gadungan dengan ukuran ijazah ya. Nggak bisa. Banyak kiai tidak punya ijazah,\" katanya. Dia mengatakan para dai dari kalangan salafi (tradisional) banyak yang tidak memiliki ijazah tapi diakui masyarakat. Maka dari itu, kata dia, hal yang diperlukan adalah pendataan. Pendataan itu bukan dengan maksud masyarakat tidak boleh menyampaikan pesan agama tapi perlu peraturan dalam pembinaan masyarakat. Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengatakan sertifikasi dai sifatnya voluntary atau sukarela. Tidak ada paksaan dalam proses pemberian sertifikat uji kompetensi penceramah tersebut. \"Ini sifatnya voluntary, sukarela. Tidak kemudian diartikan yang tidak mengikuti sertifikasi ini tidak boleh ceramah,\" katanya. Dia mengatakan dai bersertifikat itu merupakan program MUI yang berupaya memberi sertifikat kompetensi penceramah. \"Apakah nanti di masjid di tempat majelis taklim mensyaratkan yang memberikan ceramah sudah bersertifikat atau tidak itu lain \\\'kan gitu,\" katanya. Menurut dia, sertifikasi dai itu merupakan upaya MUI untuk meningkatkan kompetensi penceramah. Dai melalui sertifikasi agar benar-benar memiliki pengetahuan keagamaan yang memadai dan memiliki komitmen kebangsaan yang kuat. \"Dua hal ini yang sesungguhnya menjadi tujuan dari program dai bersertifikat,\" katanya. Zainut mengatakan MUI memiliki jaringan dari tingkat pusat hingga daerah untuk memproses program dai bersertifikat. \"Tentu berdasarkan zona wilayah, panduannya dari pusat. MUI juga bekerja sama dengan ormas Islam yang juga mengerjakan hal yang sama. Fastabiul khairat (berlomba dalam kebaikan),\" katanya. Persoalan sertifikasi dai mengemuka seiring adanya rencana MUI untuk melakukan kegiatan penyetaraan. MUI sedang menyusun daftar dai-dai yang berhak mendapat sertifikat. Beberapa persyaratannya mengusung ajaran Islam \"ahlussunah wal jamaah\", mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ceramah yang disampaikan tidak membuat onar.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: