Situasi Keamanan di Wilayah Papua Sudah Terkendali
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan pemerintah membuka ruang dialog terkait persoalan di Papua, tetapi tidak untuk referendum. \"Dialog itu penting, dialog memang dibutuhkan, tetapi dialog yang konstruktif,\" katanya, menjawab pertanyaan wartawan di sela konferensi pers terkait kondisi Papua dan Papua Barat, di Jakarta, kemarin (3/9). Wiranto mengatakan pemerintah siap melayani dialog untuk pengembangan kehidupan masyarakat di Papua agar lebih baik, apalagi pemerintah telah melaksanakan banyak program. Bahkan, kata dia, pemerintah membuka ruang aspirasi jika terdapat kekurangan dalam berbagai program untuk akselerasi pembangunan di Papua dan Papua Barat. \"Kita sudah tutup pintu untuk dialog referendum, enggak ada. Dialog untuk merdeka jangan. Tetapi, dialog untuk hal-hal yg perlu diperbaiki, bagaimana kehidupan di Papua, Papua Barat, perlu,\" katanya. Wiranto menjelaskan referendum untuk Papua sebenarnya sudah tidak relevan lagi, sebagaimana sudah diatur dalam hukum internasional. \"Dalam hukum internasional, referendum bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tetapi wilayah non governing territory, seperti misalnya Timor Timur dulu,\" katanya. Papua dan Papua Barat yang dulu bernama Irian Barat, kata dia, sudah pernah melakukan referendum pada 1969, sesuai prinsip piagam PBB. \"Sudah dilaksanakan satu jajak pendapat didukung sebagian besar anggota PBB sehingga muncul Resolusi 2524 yang sah, bahwa Irian Barat sah jadi wilayah NKRI, bulat, sah, dan didukung banyak negara,\" katanya. Resolusi PBB, kata Wiranto, tidak bisa bolak-balik ditinjau atau diganti lagi sehingga jalan untuk referendum sebenarnya sudah tidak ada lagi. Dalam konferensi pers itu, Wiranto didampingi Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian, dan pejabat Kemenko Polhukam. Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menegaskan tata hukum nasional dan internasional Papua tidak bisa meminta referendum. \"Apa pun bentuknya, Papua dalam pendekatan hukum nasional tidak mungkin meminta referendum, itu saja,\" kata Mahfud MD pada diskusi di kantor Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), di Jakarta, kemarin. Menurut Mahfud, berdasarkan tata hukum internasional yang telah diratifikasi Indonesia, Papua juga tidak boleh meminta referendum, karena Papua sudah masuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara sah dan diakui hukum internasional. Sementara itu, tersangka kasus dugaan ujaran rasis di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya, Samsul Arifin, menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Papua atas perbuatan yang telah dilakukannya. \"Kepada seluruh saudara-saudaraku yang berada di Papua, saya meminta maaf sebesar-sebesarnya jika ada perbuatan yang tidak menyenangkan,\" ujarnya di Mapolda Jatim, Surabaya, kemarin (3/9). Ia mengatakan bahwa videonya serta surat pernyataan maaf juga sudah diberikan kepada kuasa hukumnya untuk diteruskan. Kuasa hukum SA, Hishom Prasetyo, menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti seluruh proses hukum yang saat ini sampai tahap penahanan. \"Kami akan tetap taat hukum menjalani proses hukum yang ada. Jadi, klien kami ditahan selama kurang lebih 20 hari ke depan,\" ucapnya. Mengenai langkah yang akan ditempuh setelah kliennya resmi ditahan, Hishom menyatakan bahwa tim masih akan mendiskusikan lebih lanjut. \"Selebihnya kami akan mendiskusikan dengan tim apakah akan mengajukan penangguhan penahanan atau mengajukan upaya hukum lain, seperti praperadilan, akan kami sampaikan kemudian,\" katanya. Sedangkan tersangka kasus penyebaran informasi hoaks dan provokasi di depan AMP Tri Susanti yang keluar dari ruang penyidikan dengan menggunakan baju tahanan dan topi. Dia memilih bungkam saat ditanya wartawan. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, situasi keamanan di wilayah Provinsi Papua Barat saat ini sudah sangat terkendali pascakericuhan pada 19 hingga 21 Agustus 2019. \"Jumlah pasukan pengamanan sudah cukup memadai untuk membuat sistem pengamanan kota di wilayah Manokwari, Sorong termasuk Fakfak, Kaimana dan Maybrat. Sekarang situasi sudah landai semua,\" kata Kapolri dalam kunjungan kerja di Manokwari bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, kemarin. Ia menyebutkan, tindakan Polri dan TNI di Papua Barat saat ini fokus pada upaya pencegahan agar insiden kerusuhan yang merusak banyak fasilitas milik pemerintah, swasta dan BUMN di daerah tersebut tidak terulang. Menurutnya, banyak upaya yang telah dilakukan Pangdam Kasuari, Kapolda serta Gubernur Papua Barat dalam menangani kejadian 19 Agustus lalu. Begitu pula upaya para bupati dan wali kota di daerah. TNI dan Polri, lanjut Tito, terus mendorong upaya rekonsiliasi dengan merangkul pihak-pihak yang belum puas atas penanganan kasus baik yang Surabaya, Jawa Timur maupun di Papua Barat. \"Saya memberikan nilai sembilan terhadap upaya pemulihan yang dilakukan di Sorong, Manokwari juga Fakfak. Dipimpin langsung oleh pak Gubernur Kapolda, Pangdam, wali kota juga bupati pemulihan dilakukan dengan cepat sehingga seakan-akan tidak terjadi apa-apa,\" sebut Tito. Menurutnya situasi keamanan di Papua Barat saat ini sudah jauh lebih kondusif. Ia berharap keamanan di daerah tersebut segera pulih kembali. Terkait penempatan personil bawah kendali operasi (BKO) dari sejumlah Polda ke Papua Barat, kata Kapolri, akan berlangsung hingga Papua Barat benar-benar aman. \"Kita akan terus bersama-sama, TNI Polri dan pemerintah untuk mendorong agar situasi keamanan di Papua Barat segera stabil,\" pungkasnya. Saat kegiatan kunjungan Kapolri dan Panglima ini, masih ada kelompok massa yang melaksanakan aksi. Unjuk rasa berjalan damai dan berhasil dilokalisir di sejumlah titik. (ful/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: