Soal Laporan Gibran dan Kaesang ke KPK. Kata Ketua Foreder hanya Menghubung-hubungkan Tanpa Bukti...

Soal Laporan Gibran dan Kaesang ke KPK. Kata Ketua Foreder hanya Menghubung-hubungkan Tanpa Bukti...

SOLO, MAGELANGEKSPRES.COM - Dilaporkan ke KPK, Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka itu tak menunjukkan reaksi takut atau khawatir. Bahkan putra sulung Presiden Jokowi itu menanggapinya dengan santai.“Dibuktikan dulu, nek aku salah cekelen (kalau saya salah, silakan ditangkap), penak to (gampang, kan),” kata Gibran di Solo, Jawa Tengah. Gibran Rakabuming Raka  bersama adiknya Kaesang Pangarep dilaporkan KPK oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun. Dua putra Presiden Jokowi itu dilaporkan atas dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). Di sisi lain, banyak yang menganggap laporan terhadap dua putra Presiden Jokowi itu ada unsur politis. Menurut Ketua Umum DPP Forum Relawan Demokrasi (Foreder) Aidil Fitri, langkah Ubeidillah ingin membunuh karakter Gibran dan Kaesang. Menurut Aidil, laporan tersebut sangat tendensius serta tidak berdasar hanya menghubung-hubungkan tanpa bukti-bukti yang kuat. “Bagi saya ini jelas motifnya politik karena Ubaedilah adalah simpatisan PKS dan PKS selama ini selalu berseberangan dengan Jokowi,” kata Aidil dalam keterangan tertulis diterima Rabu (12/1/2022). Saat disinggung mengenai komunikasi yang dilakukannya dengan Kaesang Pangarep, Gibran mengaku sudah mengomunikasikannya. Hanya saja, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu enggan menyampaikan isi komunikasi yang dilakukannya dengan sang adik. \"Uwis (sudah dikomunikasikan), laporane wis masuk to (laporan sudah masuk, kan),\" ujarnya. Sebelumnya, Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Senin (10/1) terkait tipikor dan atau TPPU  berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan. Ubedilah Badrun mengatakan kejadian tersebut bermula pada 2015 ketika ada perusahaan PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun.  Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar. \"Itu terjadi pada bulan Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM,\" katanya. Dia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura. \"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura yang juga itu dengan PT SM dua kali diberikan kucuran dana, angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat,\" katanya. Pada saat itu, kata dia, anak presiden membeli saham di perusahaan tersebut dengan angka Rp 92 miliar. (jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: