Tak Ada Kenaikan Honor Lembaga Ad Hoc di Kota Magelang

Tak Ada Kenaikan Honor Lembaga Ad Hoc di Kota Magelang

MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG - Anggaran untuk honor Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan  Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) bergantung pada kemampuan hibah daerah. Termasuk di Kota Magelang, standar untuk gaji ketua PPK sebesar Rp1.850.000 dan PPS kisaran Rp900 ribu lebih per bulan, sudah ditentukan. Berbeda dengan daerah lain, yang sudah menaikkan anggaran honor untuk PPK dan PPS, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Magelang memastikan tidak adanya kenaikan honor lembaga ad hoc saat pemilihan legislatif (Pileg) 2019 lalu. Ketua KPU Kota Magelang Basmar Perianto Amron mengatakan, besaran honor yang diserahkan itu sesuai dengan anggaran yang telah diusulkan. Kebijakan ini juga untuk menyesuaikan anggaran yang dihibahkan Pemkot Magelang kepada KPU.”Untuk jabatan Ketua PPK sebesar Rp1,85 juta, dan PPS ketuanya Rp900 ribu lebih. Untuk anggota otomatis berada di bawah ketua,” ujar Basmar, kemarin. Baca Juga Banjir Bandang di Bandongan, 118 Jiwa Mengungsi Ketua KPU Jawa Tengah, Yulianto Sudrajat membenarkan bahwa honorarium untuk lembaga ad hoc ini berbeda-beda. Hal ini bergantung pada kekuatan dan kemampuan anggaran masing-masing KPU daerah.”Tidak ada standardisasi dari KPU Jawa Tengah agar honorarium PPK dan PPS ini sama. Semua tergantung dari KPU daerah. Sedangkan KPU daerah tergantung dari pemberian hibah pemerintah daerah setempat,” kata Yulianto, usai menghadiri launching maskot dan jingle KPU Kota Magelang di Alun-alun, Sabtu (29/2) malam lalu. Sebenarnya ia merasa kurang sesuai, bila honor PPK dan PPS di bawah standar UMK daerah. Terlebih kata dia, tanggung jawab dan tugasnya, tidak jauh berbeda dengan karyawan perusahaan maupun aparatur sipil negara (ASN).”Kita sebenarnya sudah mengusulkan ke KPU Pusat supaya daerah yang mengadakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ini dananya dari APBN saja. Jadi, supaya honor di seluruh Indonesia itu ada standarnya,” katanya. Selain itu, Pilkada serentak berasal dari APBN juga dinilainya lebih efektif dan tidak akan menghambat berlangsungnya pesta demokrasi. Selama ini, KPU daerah mengandalkan dari Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), kemampuan setiap daerah dalam mengakomodir dana Pilkada tak sama.”Usulan tersebut sejatinya sudah dilontarkan sejak lama, dan KPU setuju Pilkada dibiaya APBN,” ungkapnya. Ia melanjutkan, meskipun ada daerah-daerah yang memiliki kekhususan, tapi akan lebih bagus jika diseragamkan seluruh Indonesia. Ia berharap, nantinya DPR menyetujui usulan itu sehingga untuk Pilkada selanjutnya setelah 2020 sudah bisa memakai dana yang berasal dari APBN.”Revisi undang-undang Pilkada terkait dengan sumber pembiayaan Pilkada itu sebaiknya berasal dari APBN agar persoalan ini tak berulang setiap penyelenggaran Pilkada,” ucapnya. (wid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: