Tak Pakai Masker Didenda Rp 250 Ribu
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur nomor 41/2020 tentang sanksi bagi pelanggar PSBB. Sanksi yang akan dikenakan kepada pelanggar mulai dari teguran tertulis, kerja sosial, hingga bayar denda. Pasal 3 dalam salinan Pergub 41/2020 yang diteken Anies itu menyebutkan, setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban menggunakan masker di luar rumah pada tempat umum atau fasilitas umum selama pemberlakuan pelaksanaan PSBB dikenakan sanksi: a. administratif teguran tertulis; b. kerja sosial berupa membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi; atau c. denda administratif paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu) dan paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Salah satu pelanggaran yang memuat ketiga sanksi itu dalam satu pasal adalah pelanggaran tidak menggunakan masker saat di tempat umum. Hampir seluruh pelanggaran yang tertuang mulai dari Pasal 3 hingga Pasal 15 mengatur sanksi denda berbayar selain pelanggaran kegiatan belajar di institusi pendidikan dan pelanggaran kegiatan keagamaan di masa PSBB. Untuk kedua pelanggar kegiatan belajar dan keagamaan hanya diberikan saksi teguran tertulis yang diberikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan dapat didampingi Petugas Kepolisian. Nantinya sebagian besar penindakan penegakan hukum terutama pemberian denda akan dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta. Disusul beberapa Dinas terkait seperti Dinas Perhubungan DKI untuk mengatur pembatasan transportasi, dan Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta untuk pelanggaran dari pengusaha ataupun perusahaan. \"Penerbitan Pergub 41/2020 ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap pembatasan jarak (physical distancing) di masa pandemi COVID-19. Selain itu, juga penerapan protokol pencegahan penyebaran Corona,\" ujar Anies di Jakarta, Senin (11/5). Selain itu, Pergub itu juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum pengenaan sanksi dalam pelaksanaan PSBB. Pergub itu diteken Anies pada bulan lalu. Tepatnya Rabu (30/4) dan diundangkan oleh Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayab Yuhanah di hari yang sama. Namun baru diunggah pada Senin (11/5) di situs resmi jdih.jakarta.go.id. Sementara itu, lebijakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi hambatan untuk mencapai tujuan besar memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Relaksasi dapat dilakukan jika pertambahan kasus COVID-19 melandai atau 19 menurun dan stabil, seperti yang dipraktikkan di sejumlah negara lain. \"Di Indonesia, kita belum lihat ada kurva yang menurun atau kurva yang stabil melandai, atau yang stabil terus,\" kata Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rusli Cahyadi di Jakarta, Senin (11/5). Sehingga jika menerapkan pelonggaran PSBB, bisa berdampak pada peningkatan kasus COVID-19. \"Negara lain mengeluarkan aturan relaksasi ketika pertambahannya itu melandai,\" imbuh Rusli. Dia mempertanyakan indikator yang dipertimbangkan dan dasar pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah dalam perencanaan pelonggaran PSBB. Rusli mengharapkan pemerintah tidak terburu-buru melakukan pelonggaran PSBB. Dia mengatakan saat ini sebaiknya PSBB diperketat, dilonggarkan. Karena lalu lintas kendaraan di jalanan sudah mulai kelihatan normal seperti sebelum pandemi. Padahal saat ini jumlah kasus COVID-19 belum menurun. Ketika pelonggaran itu diberlakukan, tidak berarti masyarakat tetap disiplin melakukan jaga jarak, menggunakan masker dan upaya pencegahan lain. \"Saya yakin bahwa begitu pelonggaran-pelonggaran ini diberikan, lihat nanti angka penyebaran itu akan meningkat dalam dua minggu ke depan,\" tukasnya. Hal senada disampaikan Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Chotib Hasan. Dia menganjurkan PSBB harus diperketat. Karena saat ini tren kasus COVID-19 masih bersifat fluktuatif dan belum ada tanda-tanda menurun. \"Harusnya PSBB malah diperketat. Kita lihat kondisi PSBB sekarang saja banyak masyarakat yang tidak disiplin,\" ujar Chotib di Jakarta, Senin (11/5). PSBB penting untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Saat PSBB dijalankan, protokol kesehatan harus tetap dilakukan. Seperti karantina diri saat sampai di daerah tujuan dari daerah asal, menjaga jarak, dan menggunakan masker saat ke luar rumah. Saat PSSB dijalankan, lanjut Chotib, masih terdapat banyak pengguna kendaraan bermotor tanpa helm dan tanpa masker bahkan berboncengan di Jakarta. Padahal hal itu tidak diperbolehkan selama PSBB. \"Kemudian yang harusnya berada di dalam rumah ternyata masih banyak kegiatan-di luar rumah,\" tuturnya. Di tengah kota Jakarta saja, pemberlakuan PSBB juga tidak seketat yang dibayangkan. Karena jalan-jalan di Jakarta masih tetap ramai. \"Di daerah pinggiran kota, di pinggiran Jakarta kegiatan itu seperti biasanya. Seperti tidak ada kejadian luar biasa. Diperketat saja seperti ini, apalagi dilonggarkan,\" ucapnya.(rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: