Tiga Buku, Bundengan dan Tari Topeng Lengger Diluncurkan
MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO – Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo menggelar Pertunjukan Kesenian Rakyat Jawa Tengah yang menampilkan kesenian Bundengan klasik dan kontemporer berkolaborasi dengan Tari Topeng Lengger di pendopo belakang, Rabu (25/11). Agenda itu sekaligus menandai peluncuran tiga buku tentang warisan budaya Wonosobo yang belum lama ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yakni Tari Topeng Lengger dan Bundengan. Agenda dibuka Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda, Sumaedi yang mewakili Sekretaris Daerah sekaligus serah terima simbolis tiga buku kepada penulisnya. “Agenda kebudayaan di tengah pandemi ini harapannya menjadi upaya pelestarian untuk generasi penerus. Konser Bundengan virtual ini sebagai pemantik untuk kemudian muncul inovasi baru dalam berbagai karya termasuk pelestarian seni budaya khas Wonosobo. Para seniman dan pelaku budaya banyak terimbas kondisi dan pemkab mengapresiasi peran para praktisi lokal yang masih konsisten berkarya, terutama melestarikan kesenian yang nyaris punah,” tuturnya. Agenda yang didukung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng dan beberapa sanggar seni lokal itu mementaskan beberapa kesenian khas yang tengah dalam upaya pelestarian. Termasuk di antaranya pembukaan dengan Tari Daeng Selokromo oleh Sedya Manunggal serta kreasi musik bundengan dan tari topeng lengger oleh Komunitas Bundengan Tudung Angin, Sanggar Akustika, dan Woohoo Artspace sebagai penutup pentas. Konser dihelat secara online disiarkan langsung di Youtube WEB TV Diskominfo Wonosobo. Penulis buku Tari Topeng Lenggeran Wonosobo, Parikan topeng lengger Wonosobo, dan Bundengan, Agus Wuryanto menyebut, penyusunan tiga buku berawal dari keperihatinan bahwa Wonosobo yang kaya warisan budaya tetapi banyak yang kesulitan mencari sumbernya. Baca Juga GMWB Tuntut Pemerintah Bekukan Izin FPI “Harapannya buku-buku ini suatu hari bisa jadi rujukan bagi mereka yang konsen di bidang seni budaya tradisi. Ketika kami usulkan ke dinas, ternyata disambut positif dan direspons dalam sekitar dua tahun sudah ada sekitar tiga buku. Semoga tradisi ini berkelanjutan mengingat masih banyak warisan budaya yang belum terdokumentasi dengan baik,” ungkapnya. Sementara itu penulis sekaligus seniman muda, Agus Wasonoputra yang turut menulis buku Bundengan Nuansa Klasik dan Kontemporer menyebut, asal muasal Bundengan berawal dari tudung yang dinamai Kowangan. Sedangkan penyebutan Bundengan sebagai alat musik berasal dari penuturan para pemain yang usianya sudah sepuh. “Istilah bundengan kemungkinan berasal dari tiruan bunyi gamelan yang tidak jernih atau sengau. Tokoh pemain bundengan senior Wonosobo yang masih dikenal sejak era 50-an adalah mbah Ahmad Ilyas seorang pembuat Kowangan tapi juga bisa membuat Bundengan,” ungkapnya Dijelaskan Agus Wur, keahlian memainkan bundengan diyakini turun temurun berasal dari Sunan Kalijaga. Pada tahun 1980-an pemain bundengan sepuh lainnya, Pono bersama Pardiman pernah pentas di Bianglala TVRI. Setelah vakum sekian tahun muncul tokoh lain pak Barnawi di tahun 2000-an didukung oleh Kuat dan disambut Dinas Pariwisata diperkenalkan hingga saat ini. (win)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: