Tragis, DBD Renggut 132 Jiwa
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat sebanyak 132 orang meninggal dunia akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) dari 19.391 kasus yang terjadi dalam rentang awal Januari hingga, Kamis (12/3). Pemerintah daerah, khususnya wilayah yang terjangkit seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Lampung diminta untuk menerapkan upaya pencegahan secara cepat dan tanggap terhadap pasien yang kini tengah menjalani perawatan. Langkah sederhana ini dilakukan untuk menghindari bertambahnya korban meninggal dunia. Adapun kasus kematian akibat DBD ini tersebar di 32 daerah. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 32 kasus, Jawa Tengah (Jateng) 16 kasus, Jawa Barat (Jabar) 15 kasus, Jawa Timur (Jatim) dan Lampung masing-masing 13 kasus. Kemudian di Jambi ada tujuh kasus, Sulawesi Utara (Sulut) lima kasus. Bengkulu, Sulawesi Tenggara (Sultra, Riau, dan Sulawesi Selatan masing-masing tiga kasus. Lalu Sumatera Barat (Sumbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Timur (Kaltim), Sumatera Utara (Sumut), Kalimantan Barat (Kalbar) Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Sulawesi Tengah (Sulteng) masing-masing dua kasus. Kemudian Kepri, Bangka Belitung (Babel), Sumatera Selatan (Sumsel), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kaltara masing-masing satu kasus. ”Kasus kematian akibat DBD paling tinggi NTT dan disusul Lampung. Kami meminta seluruh daerah benar-benar mengupayakan peningkatan kewaspadaannya,” pinta Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi kepasa Fajar Indonesia Network, Kamis (12/3). Lebih lanjut Nadia menerangkan adapun sebaran kasus DBD di Indonesia sampai Kamis 12 Maret 2020 yakni Lampung menduduki rangking teratas dengan jumlah penderita DBD 3.004 orang. Disusul NTT sebanyak 2.757 orang. Kemudian Jatim sebanyak 1.761. Lalu Jabar sebanyak 1.430 kasus. Disusul lagi Jateng sebanyak 1.197. Di peringkat tujuh adalah Jambi dengan jumlah kasus sebanyak 1.081. ”Ini merupakan data kasus DBD tujuh teratas dimana Lampung merupakan daerah dengan penderita DBD terbanyak yakni 3.004 orang. Disusul NTT sebanyak 2.757 orang DBD,” jelas Nadia. Lebih lanjut, Nadia menjelaskan kasus DBD dari tiga tahun terakhir yakni. Jumlah penderita DBD tahun 2018 65.602 orang di 2019 meningkat menjadi 137.761 orang, dan di 2020 sampai Kamis (12/3) 19.391 orang. Adapun jumlah penderita DBD yang meninggal di 2018 sebanyak 467 orang, kemudian di 2019 meningkat hampir dua kali lipat yakni 917 orang, dan di 2020 samapai saat ini 132 korban jiwa akibat DBD. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan angka kematian akibat DBD terutama di Kabupaten Sikka, NTT yang merupakan daerah dengan angka kematian tertinggi. ”Kondisi-kondisi ini harus melihat situasi geografisnya kemudian kalau kita lihat Sikka ada daerah yang dekat dengan Ende yang artinya cukup jauh perlu waktu dua jam untuk merujuk pasien di Kota Maumere, itu menjadi pertimbangan sehingga ketepatan untuk menentukan kapan waktu dirujuk menjadi salah satu kunci,\" paparnya. Selain itu, kesiapan layanan kesehatan juga menjadi faktor penting. Beberapa rumah sakit dapat melayani pasien dengan jumlah yang terkendali dengan baik tapi jika terjadi lonjakan pasien maka akan muncul risiko. ”Tidak semua puskesmas punya kemampuan yang sama tenaga kesehatannya sementara kasusnya sudah sangat banyak. Yang kedua, ada juga faktor masyarakat yang tidak mau dirujuk,” kata dia. Dalam kasus yang tidak mau dirujuk biasanya terjadi pada kasus anak, di mana terdapat keraguan untuk merujuk anak ke fasilitas yang lebih jauh saat kondisi pasien memungkinkan. Menurut dia, terdapat kasus di mana pasien seharusnya sudah dirujuk tapi keluarga menolak mengakibatkan penyakit bertambah serius. Terpisah, Juru Bicara Presiden Bidang Sosial, Angkie Yudistia menjamin pemerintah tidak menomorduakan penanganan DBD di samping Virus Corona. ”Selain serius dalam pencegahan mewabahnya korona virus yang merupakan bencana kesehatan global, serta mendapat status gawat darurat dari Badan Kesehatan Dunia, pemerintah Indonesia juga memprioritaskan penanganan demam berdarah,” ujar Angkie kepada wartawan. Awalnya, enam daerah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah. Namun saat ini tinggal satu daerah yang masih berstatus KLB, yaitu kabupaten Sikka di Nusa Tenggara Timur. ”Pemerintah terus memantau perkembangan terkait penanganan demam berdarah yang saat ini dijalankan oleh Dinas Keehatan di setiap daerah. Jika nantinya memerlukan respon khusus, maka pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan segera turun membantu penanganan,” jelas Angkie. (dim/fin/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: