Tunggu Terbitnya Perppu, Penundaan Pilkada Serentak 2020

Tunggu Terbitnya Perppu, Penundaan Pilkada Serentak 2020

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Penundaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dimungkinkan hingga pemungutan suara. Hanya saja, jika ada penundaan perlu ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan, pihaknya telah mengeluar surat edaran (SE) pengawasan penundaan beberapa tahapan Pilkada 2020. Dia menjelaskan, tanggal pemungutan suara Pilkada 2020 pada 23 September merupakan perintah UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada. \"Untuk Perppu belum bisa dipastikan. Karena saat ini sedang ada faktor di luar dugaan. Kami akan melihat perkembangan situasi beberapa waktu ke depan,\" ujar Abhan di Jakarta, Jumat (27/3). KPU diketahui juga telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) penundaan beberapa tahapan pilkada seperti pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual calon perseorangan, dan penelitian (coklit), dan pemutahiran data pemilih. Abhan mengaku, penundaan beberapa tahapan tersebut apabila akhirnya berdampak menunda tahapan pemungutan suara, maka presiden perlu menerbitkan Perppu. \"Bawaslu setiap saat terus melakukan koordinasi dengan KPU terkait tahapan pilkada yang terganggu akibat COVID-19. Seandainya KPU menunda tahapan sekarang sampai Mei atau Juni, maka harus dilihat kembali apakah sisa waktu cukup untuk menyelesaikan tahapan. Kalau tidak cukup waktu, harus ada Perppu,\" ungkapnya. Terpisah, Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) mengatakan, Presiden Joko Widodo perlu segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk menunda Pilkada 2020. Perpu ini penting bagi KPU untuk menjadi landasan hukum yang kuat dalam menerbitkan keputusan untuk menunda seluruh tahapan Pilkada 2020. Penundaan Pilkada 2020 mesti menjadi prioritas, karena wabah Covid-19 semakin meluas, dan terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Kondisi ini juga beririsan dengan sebaran daerah yang akan melaksanakan Pilkada 2020. Dari 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada tersebut tersebar di 32 provinsi di Indonesia. Hanya DKI Jakarta dan Aceh yang tidak terdapat pelaksanaan Pilkada 2020. Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan, implikasi teknis dari penundaan ini akan berdampak pada kontinuitas tahapan pilkada lainnya. Serta bisa menggeser hari pemungutan suara, karena itu aktivitas inti pilkada. “Sebut saja misalnya ketentuan Pasal 18 ayat menyebut PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota enam bulan sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling lambat dua bulan setelah pemungutan suara. Tentu kalau pelantikan PPS bergeser, maka akan menggeser pula hari pemungutan suara sesuai Pasal itu,” kata Fadli di Jakarta, Jumat (27/3). Karena pilkada serentak, maka mestinya dampak penundaan ini tidak hanya dihitung daerah per daerah. Tetapi juga harus dilihat dalam skala keserentakan pilkada. Maka kebijakan yang dibuat harus dengan pendekatan nasional, tidak secara parsial daerah per daerah. Sementara itu, ketentuan penundaan pilkada yang diatur dalam UU Pilkada, berupa Pemilihan Lanjutan dan Pemilihan Susulan sebagaimana diatur dalam Pasal 120 dan Pasal 121 UU No. 1 Tahun 2015, tidak mampu memberikan landasan hukum bagi penundaan pilkada secara nasional. Melainkan parsial daerah per daerah terbatas pada wilayah yang mengalami kondisi luar biasa (force majeur), serta harus dilakukan secara bottom up process, berjenjang dari bawah ke atas. “Dengan sudah ditundanya empat aktivitas tahapan pilkada ini, yang dalam pandangan kami memiliki implikasi langsung terhadap tahapan lainnya. Terutama hari pemungutan suara Pilkada 2020 yang dijadwalkan pada 23 September 2020. KPU sebagai penanggungjawab akhir pelaksanaan Pilkada 2020, perlu untuk menyesuaikan kembali tahapan pelaksanaan pilkada, agar tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis dan konstitusional,” paparnya. Hanya saja, untuk mengubah hari pemungutan suara, terutama bulan dan tahun pemungutan suara Pilkada 2020, KPU tidak bisa menentukan sendiri. Artinya, jika hendak mengubah bulan dan tahun pemungutan suara, mesti dilaksanakan dengan mengubah Pasal 201 ayat (6) UU No. 10 Tahun 2016. Untuk melakukan perubahan undang-undang di tengah wabah Corona yang semakin meluas ini tentu tidak gampang. “Kondisinya semakin mendesak, karena tahapan Pilkada 2020 sudah berjalan cukup signifikan. Penyelenggara pemilu ad hoc di level kecamatan dan sebagian kelurahan sudah terbentuk. Bahkan, bakal pasangan calon perseorangan sudah mendaftar dan sudah pula diteliti berkas admininstrasinya oleh KPU di daerah,” urai Fadli. Atas kondisi yang tidak mudah ini, ihwal kegentingan memaksa bagi presiden untuk segera mengeluarkan Perppu menurut Perludem sudah terpenuhi. Selain itu, mengadakan pemilihan selama masa pandemi dapat merusak, atau dianggap merusak, aspek demokrasi ini dengan mengurangi jumlah pemilih. \"Warga mungkin akan cenderung tidak memilih jika mereka peduli dengan kesehatannya. Karena itu, legitimasi kontestasi dapat dirusak oleh partisipasi yang tidak merata. Mereka yang memiliki kondisi kesehatan mendasar yang dapat lebih terpengaruh oleh COVID-19 mungkin lebih kecil kemungkinannya untuk memilih. Melanjutkan pemilihan karenanya dapat membuat proses pemilihan menjadi kurang inklusif,\" pungkasnya. (khf/fin/rh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: