Wabup Wonosobo Ajak Milenial Menjadi Petani

Wabup Wonosobo Ajak Milenial Menjadi Petani

WONOSOBO-Minat kalangan muda Wonosobo untuk bertani semakin memprihatinkan. Bahkan petani berumur di bawah 40 tahun sudah tidak ditemukan. Terkait  hal itu Wabup Wonosobo Muhammad Albar mengajak kalangan milenial untuk menjadi petani sebagai bukti kecintaan terhadap tanah kelahiran. “Kalau desa ingin maju dan produktif, milenialnya tidak semua lari ke kota, tapi mulai menggarap potensi yang ada diesa tanah kelahirannya. Sekarang sudah banyak pilihan pola budidaya, dan membutuhkan peran dan kreativitas anak muda,” ungkap Wabup usai panen perdana buah alpukat di Desa Larangan Lor Garung. Menurutnya, keberhasilan petani di Desa Larangan Lor dalam melakukan budidaya buah alpukat jenis pangeran, patut dicontoh kalangan anak muda di desa. Sebab, di kaki Gunung Pakuwojo, alpukat bisa tumbuh dan berbuah dengan baik. “Alpukat bisa tumbuh dengan baik di Wonosobo, ini bisa menjadi modal, bisa mengembangkan varietas baru. Dampaknya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka harus didukung, menjadi contoh atau teladan bagi petani lain. Petani milenial harus didorong untuk mencintai tanahnya. Sebab mencari petani dengan umur 40 tahun kebawah sudah susah,” katanya. Komoditas alternatif selain sayuran dan holtikultura, patut dipertimbangkan. Apalagi jenis buah ini memiliki harga cukup bagus berkisar antara Rp 20 ribu hingga Rp21 ribu jika dibandingkan harga hortikultura dan sayuran jelas beda. “Itu peluang ekonomi pertanian yang perlu mendapatkan perhatian untuk kembangkan potensi dengan baik,” tandasnya. Namun Albar mengingatkan perlu ada penataan tata kelola dan pola kemitraan yang baik, sehingga tidak terjadi banjir atau booming alpukat yang nanti malah justru merugikan petani. Di sisi lain pengembangan kualitas dan kuantitas melalui pelatihan juga harus dilakukan. “Harus ada pola pengaturan yang jelas. Jangan sampai terjadi booming alpukat, perlu ada penataan yang jelas. Sehingga petani tidak lagi takut, nanti tanam ini murah lagi, tanam itu murah lagi, nanti gamang. Pola tanam yang terukur harus dilakukan,\" ucapnya. Pihaknya berharap kedepan petani Wonosobo bisa mendapatkan hasil secara kontinyu, baik harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan atau tahunan, sehingga petani lebih percaya diri. Ppasalnya, kalau nunggu musiman dimakan sekali habis, sehingga banyak yang pergi keluar jawa menjual upah murah. “Integrated farming atau terpadu harus dilaksanakan, tidak hanya menanam kentang saja, sampai tanahnya ngak karuan. Didampingi dinas pertanian, sehingga makmur, bangga menjadi petani, tidak hanya mengeluh saja. Agar tidak salah langkah harus belajar,” katanya. Sementara itu, petani buah alpukat Larangan Lor, Budi Mulyono mengatakan bahwa panen buah alpukat perdana sejatinya masih pada tahap uji coba, namun sudah ada hasil yang cukup baik. Tanaman alpukat yang dimiliki berada di atas lahan seluas 2000 meter. “Luasan lahan 2000 meter, harusnya kapasitas 40, tapi kita paksakan sampai 50 lebih sehingga budidaya belum sesuai, karena kurang paham, ini panen perdana, umur 3 tahun lebih dua bulan. Jenis pangeran karena mdpl 1500, jenis ini yang paling adaptif dan produktif,  kalau dirata-rata 25 kilo sampai 30 kilogram,” terangnya Menurutnya, pola kemitraan yang dibangun dengan pusbikat karena tertarik dengan bibit, dan akan mengambil hasil panen. Meski diawal sempat ragu, namun setelah melihat produktif, akhirnya semakin yakin untuk bermitra. “Yang membuat kita tertarik karena ada kerjasama pasar selama 20 tahun. Sebab berapapun banyak kita berproduksi tapi tidak ada pasar ya sama saja. Petani takut, sebaliknya jika ada kepastian harga dan pasar petani akan bersemangat,” pungkasnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: