Jadi WNI
Dahlan Iskan bersama Datuk Low Tuck Kwong Pemilik Bayan Resource Group-Datuk Low Tuck Kwong -https://disway.id
Oleh: Dahlan Iskan
AMBILLAH keputusan besar sebelum umur 40 tahun. Anda akan sukses besar.
Datuk Low Tuck Kwong melakukannya. Ia baru berumur 37 tahun ketika membuat keputusan besar dalam hidupnya: menanggalkan kewarganegaraan Singapura untuk menjadi warga negara Indonesia.
Kok berani.
Monetized by optAd360
Kok terpikir.
Kok melawan arus utama –banyak orang justru ingin jadi warga negara Singapura.
Ia sukses besar. Kelak. Di tahun 2019. Ia jadi pengusaha tambang batu bara –salah satu yang terbesar di Indonesia. Bayan Resources Group adalah miliknya. Yang tahun lalu saja meraih laba sekitar Rp 30 triliun.
Datuk Low juga terpilih sebagai orang terkaya No. 30 di Indonesia, mungkin kini sudah di 10 besar. Kekayaannya sudah sekitar Rp 70 triliun. Dua tahun terakhir saja naik Rp 30 triliun, berkat harga batu bara yang menggila.
Ia melihat, waktu membuat keputusan terbesar dalam hidupnya itu: untuk bisa jadi pengusaha sukses ia harus berusaha di Indonesialah. Kesempatannya sangat besar. Di Singapura bisnis-bisnis besar sudah dikuasai BUMN di sana.
Low Tuck Kwong sudah masuk Indonesia tahun 1986 atau 1987. Ia jadi kontraktor fondasi. Di Jakarta.
Proyek pertamanya adalah di Ancol. Pinggir laut pantai utara Jakarta. Struktur tanah oloran seperti di tepi laut Ancol sangat lembek. Low Tuck Kwong bisa mengatasi kesulitan itu.
Ia memang berpengalaman di dunia konstruksi. Ayahnya punya perusahaan konstruksi besar di Singapura. Sang ayah punya anak 7 orang, termasuk Tuck Kwong.
Proyek pertama di Ancol itu masih kuat sampai sekarang: pabrik es krim besar, Diamond.
Dari Ancol namanya terkenal ke seluruh Indonesia –khususnya di dunia konstruksi. Ia dianggap perintis sistem piling tumpuk –saya kurang paham maksudnya.
Dari kontraktor sipil, Datuk Low mengincar bidang kontraktor tambang. Hanya sebagai kontraktor.
Di sinilah ia melihat betapa kaya hasil tambang Indonesia. Lama-lama ia tidak mau hanya jadi kontraktor. Ia ingin memiliki tambang sendiri.
Itu tidak mungkin.
Ia orang asing.
Maka keputusan besar pun diambil: pindah kewarganegaraan.
Ia berhasil membeli tambang batu bara di pedalaman Kaltim.
Sebagai warga negara Indonesia Low Tuck Kwong terus berkembang. Bayan Resources pun go public. Perusahaan publik tidak boleh berhenti ekspansi. Agar harga sahamnya terjaga. Apalagi aset berupa tambang akan habis pada saatnya.
Ekspansi. Ekspansi. Ekspansi.
Kini luas konsesi tambangnya mungkin sudah hampir sama dengan luas seluruh daratan Singapura. Atau melebihi.
Bayan juga tidak bisa mengandalkan hanya pada sungai Belayan –anak sungai Mahakam.
Sungai ini punya kelemahan mendasar. Di saat kemarau airnya susut banyak. Tinggal sekitar 1,5 meter. Tidak cukup untuk lalu-lintas tongkang pengangkut batu bara. Pun untuk ukuran yang hanya 2.000 mt. Arus sungai Belayan pun deras. Hulu Sungai Belayan ini ada di dekat perbatasan dengan Sabah, Malaysia Timur.
Sungai Belayan sering ''menipu'' investor. Apalagi investor emosional. Yang matanya mudah silau oleh kemilau emas hitam.
Begitu banyak investor salah hitung. Kalau musim kemaraunya panjang, bisa empat bulan tidak cukup air di Belayan. Keadaan dua tahun terakhir jangan jadi patokan. Hujan melimpah dalam dua tahun ini. Hampir tidak ada hari yang tongkang tidak bisa lewat. Hanya saja tetap sama: tongkang lebih 2.000 mt tidak bisa jalan.
Ini berbeda dengan sungai Senyiur. Sekitar 100 km dari sungai Belayan. Sama-sama anak sungai Mahakam, dan sama-sama berhulu di dekat perbatasan Sabah, sungai Senyiur sangat dalam. Tongkang besar bebas berlalu lalang. Hampir sepanjang tahun. Pun di musim kemarau.
Hanya saja juru mudi kapal penarik tongkang harus ahli. Dan hati-hati. Sungai ini tidak beda dengan Belayan. Berliku-liku. Juga sesekali ada kampung terapung di sisi kanan-kirinya.
Bayan berhitung jeli. Ia tidak mau hanya mengandalkan Belayan. Ia juga mengirim batu bara lewat sungai Senyiur. Risiko besar ia ambil: harus membangun jalan sepanjang 70 km.
Ia putuskan bangun. Lebar sekali. Di aspal pula. Lebih lebar dari jalan pantura sebelum dilebarkan. Lebih mulus. Lebih kuat. Bisa dilewati truk bermuatan 180 ton! Truk bak ganda. Bandingkan dengan pantura yang hanya mampu dibebani maksimum 25 ton.
Itulah kunci lain sukses Bayan. Tanpa sungai Senyiur tidak mungkin Bayan bisa menjual 32 juta ton batubara setahun. Yang, pada harga batubara sekarang, bisa membuat laba Bayan sekitar Rp 30 triliun tahun lalu.
Maka sungai Senyiur tidak hanya melahirkan Raja Kayu di masa lalu –Haji Yos Sutomo, aktivis kelompok Cheng Ho– juga melahirkan orang terkaya Indonesia masa kini: Low Tuck Kwong.
Belum berhenti di situ. Masih ada rencana lain yang lebih besar.
Low Tuck Kwong tentu tidak menyesal pindah dari warga negara Singapura menjadi WNI. Toh ia tetap bisa hidup di Singapura. Ia bisa seperti orang kaya lainnya: mendapat izin tinggal tetap di Singapura.
Low Tuck Kwong contoh anak yang mau keluar dari lingkaran keluarga.
Sebagai anak dari tujuh bersaudara, ia berpikir. Kalau semua nimbrung di perusahaan orang tua ia sudah tahu: warisan orang tua itu akan dibagi tujuh. Apalagi ia, seperti ia katakan pada saya, bukan anak manis di mata papanya. Khususnya di bidang pendidikan.
"Meskipun drop out, Anda masih sempat kuliah. Saya ini pintunya universitas saja tidak pernah lihat," ujar Datuk Low. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: https://disway.id