257 Orang asal Wonosobo Jadi Korban TPPO
IMIGRASI. Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Wonosobo, K.A Halim saat diwawancarai belum lama ini.-Mohammad Mukarom-magelangekspres
WONOSOBO, MAGELANGEKSPRES - Jabat sebagai Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kabupaten Wonosobo, K.A Halim soroti angka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di daerah yang terpantau cukup tinggi.
Informasinya, sejak empat tahun terakhir (2019), kasus TPPO di Kabupaten Wonosobo setidaknya telah memakan sebanyak 257 orang korban perdagangan manusia.
K.A Halim, sebagai Kepala Kantor Imigrasi Wonosobo yang baru itu merespons, dirinya merasa prihatin akan kasus TPPO yang masih banyak ditemukan di Kabupaten Wonosobo.
BACA JUGA:PSIW kontrak Pemain Klub Luar Daerah
"Sangat disayangkan kalau memang benar kasus TPPO di Wonosobo masih ditemukan. Karena berbagai pelayanan di imigrasi sebenarnya sudah banyak diperbarui untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia seperti itu," katanya, baru-baru ini.
Halim mengaku, semenjak sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dirinya tidak menemukan kasus TPPO beredar di daerah kerjanya.
"Terus terang saja waktu saya di Atambua itu tidak pernah lihat kasus TPPO di sana, dalam hal ini paspor calon imigran. Karena saya komitmen bahwa TPPO adalah musuh terbesar, dan kami di sana menyatakan hal yang sama, itu musuh bersama," terangnya.
Menurutnya, kasus tersebut bisa terjadi karena terdapat keterbatasan informasi yang diterima oleh masyarakat. Ditambah apabila calon perantau kurang memahami prosedur atau syarat menjadi imigran ke negara tertentu.
BACA JUGA:Purwoto Tertidur Pulas, Rumahnya Diseruduk Tronton di Wonosobo
Saat diwawancara, Halim menyebut pihak imigrasi bukanlah satu-satu penyebab terjadinya kasus perdagangan manusia di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Wonosobo.
"Sering saya ilustrasikan, umpama ada orang beli pisau tapi justru digunakan untuk hal yang tidak semestinya, apakah pabrik yang disalahkan? Kan pabrik bikin pisau tujuannya untuk bisa digunakan di kegiatan di dapur misalnya. Begitu juga kantor imigrasi," jelasnya.
Halim mengatakan, dirinya akan menerapkan sistem sebagaimana yang telah diterapkan ketika ia masih memimpin di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, NTT.
Salah satu program yang akan digalakkan oleh Halim yaitu mengagendakan sosialisasi dan edukasi terhadap calon pekerja migran. Sasaran utamanya yaitu anak usia remaja yang baru tamat sekolah.
Ia menilai, anak usia remaja justru rentan menjadi korban TPPO. Selain karena pemahaman yang kurang, bagi Halim anak seusia mereka cukup beresiko karena relatif ingin kaya secara instan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: magelang ekspres