Melihat Geliat Wisata di Pelosok Desa Purbayan

Selasa 10-09-2019,04:51 WIB
Editor : ME

Dahulu Dikenal Menyeramkan, Kini Jadi Menyenangkan Ikhtiar menggarap potensi wisata berbuah berkah bagi masyarakat Desa Purbayan Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. Ladang rezeki warga melapang, pendapatan desa bertambah. Keberadaan wisata alam yang belum lama dirintis mulai mampu membendung niat para remaja hijrah ke luar daerah demi memburu nafkah. Wajah pelosok Desa Purbayan yang dahulu muram dan menyeramkan, kini berubah jadi menyenangkan. EKO SUTOPO, Purworejo Kawasan Agrowisata Watu Belah Indah yang menjadi destinasi andalan sekaligus gerbang masuk utama Desa Purbayan cukup ramai pengunjung, Minggu (8/9) siang. Sejumlah wisatawan asyik menikmati panorama alam perbukitan dengan pohon pinus besar yang berjajar. Sebagian mereka sibuk menjelajah wahana dan mengabadikan diri. Lokasi yang paling eksotik adalah sebongkah batu berukuran raksasa. Menaiki batu itu, pengunjung bisa leluasa memandang bentang alam permai yang terhampar. Ya, suasana serupa memang biasa terjadi setiap akhir pekan atau hari libur. Meski tidak seramai objek wisata lain yang telah lama ada, pengunjung di Purbayan tercatat terus melonjak. “Memang belum ramai sekali, tapi Alhamdulillah selalu ada pengunjung. Dari luar kota juga banyak, terutama kalau pas hari libur seperti ini,” kata Marsinem (38), pemilik kedai kuliner di dekat pintu masuk Agrowisata. Marsinem menjadi salah satu warga yang mendapat berkah dari keberadaan Agrowisata. Setidaknya, ia tidak lagi harus berpeluh keringat mencari nafkah dengan bekerja sebagai buruh pemotong karet getah pinus. Dibantu sang anak perempuan yang masih remaja, Marsinem kini bisa menjaring rupiah tak terlalu lelah. “Anak saya yang perempuan itu dulu kerja di Jogja sehabis lulus sekolah, tapi sekarang pulang dan ikut membantu berjualan,” ujarnya. Perkembangan wisata di Desa Purbayan tercatat pesat sejak kali pertama buka pada bulan Februari 2 tahun silam. Sedikitnya ada lima destinasi yang mulai tergarap, yakni Agrowisata Watu Belah Indah di Dusun Krajan, Bukit Bima di Dusun Munggangsari, serta Curug Pang Butuh, Kedung Tuki, dan Gardu Pandang di Dusun Karangrejo. Sebagai pendukung atraksi seni budaya, Purbayan memiliki grup kesenian andalan, Kuda Kepang ”Turonggo Purbo” dengan penari laki-laki dan perempuan yang siap menghibur wisatawan. Untuk menjangkau Purbayan memang tidak dekat. Sekitar 13 Kilometer di ujung utara dari pusat pemerintahan Kecamatan Kemiri. Namun, bentang alam asri nan elok memanjakan mata selama perjalanan. Wajar saja, wisatawan mancanegara pun mulai meliriknya. “Kemarin juga ada dua wisatawan dari Belanda kesini. Sekarang fasilitas dan wahana wisata sudah banyak bertambah, seperti musala, permainan tradisional, lokasi camping, panahan, gardu pandang, dan edukasi kopi. Rencana akan kita tambah kolam renang,” kata Teguh Prabowo (40), Ketua Pokdarwis Pesona Purbayan. Pria yang belum lama pulang merantau di Kalimantan itu mengaku tergugah untuk ambil bagian menggeliatkan wisata di kampung halamannya karena melihat banyak potensi bisa digali. Saat ini saja, dari sektor wisata yang dikelola Bumdes mampu menyumbang pendapatan bagi desa rata-rata Rp1,5 juta per bulan. “Ya memang belum bisa banyak dan ajeg, tapi setidaknya bisa membantu desa. Warga di sini juga jadi semangat sejak ada wisata, banyak pemuda yang terlibat,” sebutnya. “Kemarin kita berinovasi untuk meramaikan wisata dengan menggelar Pasar Kreativitas dengan berbagai acara di sini, antusias warga dan pengunjung ternyata luar biasa,” imbuhnya. Hidupnya objek wisata dan perekonomian di titik tertinggi Kecamatan Kemiri itu tidak pernah terbayang sebelumnya. Pasalnya, sejak dahulu Purbayan dikenal sebagai desa terisolasi dan menyeramkan. Akses jalan yang berkelok-kelok, sempit, dan sepi membuat orang enggan mengunjunginya. Bahkan, di masyarakat telah familiar ungkapan bahwa pejabat yang belum pernah mengunjungi Purbayan, maka belum bisa dianggap bekerja. “Bisa dikatakan Purbayan dulu itu menyeramkan, tapi sekarang jadi menyenangkan. Dulu pernah ada bidan desa dan guru SD yang ditugasi di sini memilih mengundurkan diri,” ungkap Eko Winarni (49), pegawai Sekretariat Kantor Kecamatan Kemiri yang pernah menjabat Plt Kades Purbayan. Perubahan Purbayan memiliki historis panjang. Semula akses menuju Purbayan hanya satu, yakni melalui jalan terjal di bagian bawah perbukitan. Baru sekitar tahun 1980, warga berhasil membelah bukit batu yang berada di ujung selatan desa. Sejak saat itu mobilitas warga mulai membaik dan berpuncak pada tahun 2010 dengan pengaspalan jalan. “Sekitar tahun 2006 atau 2007 ada KKN mahasiswa UII dan mereka berinisiatif untuk memfungsikan lokasi yang dibelah itu menjadi objek wisata karena menarik. Lalu KKN-KKN berikutnya berlanjut menjadi program kerja dan bersama warga akhirnya bisa terwujud,” sebutnya. Hingga saat ini, geliat masyarakat mengembangkan sektor wisata terus dipertahankan dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah desa. Sebagian pendapatan yang masuk ke kas desa akan dikembalikan untuk pengembangan wisata. Budiyanto, Kades Purbayan yang belum lama dilantik, menyebut hal itu telah menjadi komitmen untuk memajukan desa. Terlebih, banyak multiplier efek telah dirasakan. “Jumlah KK di desa ini ada 350-an, tapi yang menetap hanya 200-an. Memang sejak dulu anak yang lulus sekolah pasti merantau ke luar kota. Sekarang tidak, banyak yang memilih tetap tinggal atau kuliah tidak jauh-jauh sambil membantu mengembangkan wisata ini,” beber Budiyanto. Sembari berlari memantapkan sektor wisata, desa melalui Bumdes juga akan merambah ke sektor lain, seperti perdagangan dan pertanian. Produk-produk unggulan yang telah dikenal luas, seperti Kopi Purbayan, kerajinan, dan kuliner olahan, akan dimaksimalkan. “Kita sudah punya modal sektor wisata. Apalagi Bupati juga telah memprogramkan tahun Kunjungan Wisata Romansa Purworejo 2020, kita akan terus berbenah dan melangkah,” pungkasnya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait