Mliwis Ikon Batik KlasiK Khas Temanggung

Senin 28-10-2019,03:36 WIB
Editor : ME

Salah Satu Peninggalan Zaman Mataram Kuno yang turun Temurun Berabad-abad lampau, jauh sebelum di Jogjakarta dan Surakarta berdiri kerajaan, di tlatah Kedu telah ada kerajaan Mataram Kuno di mana kini peninggalannya berupa candi, prasasti ditemukan tercecer di mana-mana. Pun demikian, dengan peninggalan berupa seni budaya secara turun-temurun masih ada. Salah satu karya seni peninggalan zaman Mataram Kuno yakni wayang Kedu, yang kini juga menjadi babon bagi wayang purwa. Adapun untuk batik, di tlatah Kedu dahulu juga diyakini sudah ada batik klasik. Hal itulah yang kemudian digali oleh budayawan sepuh, maestro batik dan pakar sekaligus kreator busana pengantin Temanggungan, Sri Rahayu Widati Adi (72) dengan motif khasnya, yakni mliwis. \"Kedu itu secara falsafah dari kata \"kedung\", yang berarti kedunge kabudayan tuk ing kasusilan (pusat kebudayaan dan peradaban). Ini ada nilai luhurnya. Kenapa disebut demikian, ternyata pencipta tiga hal yaitu batik, rias, dan wayang kulit itu orang Temanggung yang waktu itu masih disebut Kedu,\" ujar Sri Rahayu Widati Adi dalam acara Sarasehan Batik Klasik Temanggung, di Cafe-in, Sabtu (10/8). Berawal dari itulah maka pensiunan pegawai Inspeksi Daerah Kebudayaan (Idakep) atau sekarang Dinas Kebudayaan Kabupaten Temanggung kembali menghidupkan nuansa batik klasik Temanggung. Bukti itu digali salah satunya dari keberadaan Candi Gondosuli di Kecamatan Bulu, di lempeng Gunung Sumbing. Upaya nguri-nguri itu pun telah dilakukannya sejak tahun 1966 dengan menggali potensi Temanggung dan kini dia telah menuangkannya ke dalam batik klasik sebanyak 20 karya. Motif utama yang menjadi ikon adalah manuk mliwis. Antara lain, Bladah Angling Darmo, Kepang Turangga Bekso, Kopi Pecah Mliwis, Ceplok Ki Panjang Mas, Puspo Wilis, Truntum Kartika Kenanga, Ukel Moeh Roem, Tirto Tejo Jumpait, Cikalan Joyo Negoro, Rejeng Srintil, Gelaran Paes Argo dan lain-lain. Darah seni Yayuk demikian (dia akrab disapa) diturunkan dari ayahnya almarhum budayawan Sumpeno Adidarminto yang pada zaman Presiden Sukarno pernah menjabat sebagai ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Temanggung. Adidarminto dikenal dengan karya-karya lukisan wayang menggunakan cat minyak dengan media kaca, sedangkan almarhumah ibunya Yatinah piawai membatik. \"Karena menurut babat, Temanggung itu adalah pencipta batik maka yang saya angkat khusus yang klasik. Mliwis sendiri merupakan burung dalam legenda Angling Darmo yang selalu terdapat dalam corak batik klasik tradisional Temanggung. Ada 20 corak batik klasik Temanggung dengan ceplok mliwis, dari hasil menggali potensi kearifan lokal,\" terangnya. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Temanggung, Denty Eka Widi Pratiwi mengatakan, motif mliwis sebenarnya sudah lama ada sebelum munculnya motif batik lainnya khas Temanggung seperti motif tembakau, kopi, dan sebagainya. Hanya saja motif mliwis populer di kalangan tertentu saja. Menurut dia, untuk mengembalikan marwah batik klasik Temanggung tersebut harus dilakukan secara bersama-sama, salah satunya dilibatkan dalam event-event dengan memasukan motif mliwis agar terangkat. Persoalan ini menjadi tantangan yang wajib digarap dan bagaimana ini menjadi ikon yang betul-betul bisa diangkat. \"Sesuatu yang populer tetapi perlu dijunjung lagi dan membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Bagaimana mengangkat motif dan historis filosofi dari mliwis itu sendiri sehingga begitu menyebutkan mliwis itu Temanggung,\" katanya. (*)  

Tags :
Kategori :

Terkait