MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG – Penataan kawasan Alun-alun Kota Magelang yang dilakukan Pemkot Magelang mendapat perhatian dari masyarakat. Satu sisi mendapat apresiasi, karena ditata menjadi lebih cantik, tapi di sisi lain dikhawatirkan alun-alun menjadi taman yang jauh dari filosofi keberadaannya. Salah seorang pemerhati tata kota, Novo Indarto, mengatakan pengembangan fungsi profan dari alun-alun yang tidak dibatasi kelak akan menjadi bumerang bagi penggagasnya. Menurutnya, antara taman dan alun-alun sejatinya punya istilah yang berbeda. \"Jadi alun-alun bukanlah taman, apalagi ruang terbuka hijau (RTH), itu pemahaman yang salah. Alun-alun itu tidak terdapat di dunia Barat,\" katanya, Senin (13/1). Pria yang aktif di Komunitas Kota Toea Magelang (KTM) ini menuturkan, di masa yang kian mudah dengan adanya teknologi saat ini, yang perlu dilakukan adalah mempertahankan peninggalan bernilai. Sistem pembangunan di tempat-tempat budaya era lampau ini justru keluar dari konsep ketika tercipta pertama kali. Baca Juga 2 Tahun Konsumsi Ganja Kering, Mahasiswa di Magelang Diamankan Polisi \"Bahkan terkadang gatal untuk mengutak-atik agar terasa lebih indah dan fungsional. Contohnya Alun-alun Kota Magelang ini,\" ujarnya. Kondisi Alun-alun Kota Magelang, kata dia, saat ini sudah sangat cantik dengan penataan pedagang kaki lima (PKL) dan angkringan, lalu dancing fountain dengan taman cantiknya. Terbaru Pemkot Magelang juga memberikan arena permainans sederhana untuk anak-anak. Menurutnya, adanya penataan-penataan itu mengurangi luasan lahan alun-alun dari kondisi semula, meski hanya memanfaatkan area pinggir. Akan tetapi, kalau terus dilakukan maka tetap akan semakin mengurangi luasan alun-alun. \"Secara estetis filosofis juga seharusnya dipertimbangkan secara hati-hati. Pembangunan pusat kuliner di utara alun-alun menjadi bangunan bertingkat misalnya, mungkin fungsional dan tidak mengurangi luasan namun tidak estetis,\" ungkapnya. Novo yang juga pegiat Komunitas Java Talk Through Art ini berharap Pemkot Magelang tidak mengubah alun-alun menjadi taman. Ia mencontohkan Alun-alun Malang yang berubah jadi taman dan dikritik habis-habisan sejarawan, planolog, maupun arsitek, dan masyarakat. \"Alun-alun selalu berupa tanah lapang, didominasi rerumputan luas dengan dua beringin. Saya harap jangan ubah alun-alun menjadi taman. Jangan tambah lagi dengan yang lain. Kita tidak ingin alun-alun menjadi padat. Kita tidak ingin Alun-alun Kota Magelang diubah dari fungsi filosofinya,” jelasnya. Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkot Magelang membangun arena bermain untuk anak-anak (playground). Wahana bermain dengan cat warna-warni ini pun langsung dimanfaatkan oleh anak-anak, terlebih saat libur sekolah. Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang, Otros Trianto mengatakan, playground dibuat guna menegaskan jika Kota Magelang memang Kota Layak Anak. Hal ini sesuai keinginan Walikota Magelang Sigit Widyonindito di area ruang terbuka hijau (RTH) ada tempat bermainnya untuk anak-anak. Baca Juga Keraton Agung Sejagat Hebohkan Masyarakat Purworejo, Akui Kekuasaannya di Seluruh Dunia Ke depan, katanya, akan ada pengembangan arena bermain ini. Rencana awal ada tiga lingkaran dengan arena lebih luas. Hanya saja, karena keterbatasan dana, sementara yang sudah jadi ini dibuat dengan satu lingkaran berdiameter 10 meter dulu. \"Ke depan akan kita realisasikan yang dua lingkaran lain berukuran lebih kecil sebagai tempat bermain berupa kolam pasir. Kalau sekarang arenanya berupa seluncuran spiral, seluncuran bergelombang, terowongan, dan tangga,” pungkasnya. (wid)
Pembangunan di Alun-alun Kota Magelang Dikhawatirkan Hilangkan Filosofi
Selasa 14-01-2020,02:05 WIB
Editor : ME
Kategori :