MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kasus perizinan ekspor benih lobster yang membelit Edhy Prabowo (EP) dan kawan-kawan bakan dikembangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan bisa menjerat para tersangka dengan pasal pencucian uang dan korporasi. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya membuka peluang menetapkan tersangka korporasi dan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus suap izin ekspor benih lobster. Dalam kasus ini mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan enam orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka. \"Jika kemudian ditemukan ada bukti permulaan yang cukup, KPK tidak segan untuk menetapkan pihak-pihak lain sebagai tersangka dalam perkara ini termasuk tentu jika ada dugaan keterlibatan pihak korporasi,\" katanya dalam keterangannya, Rabu (2/12). Dikatakan Ali selain peluang PT Aero Citra Kargo (ACK) menjadi tersangka korporasi, pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk menerapkan pasal TPPU. \"Termasuk pula tentu akan dilakukan analisa terhadap peluang kemungkinan penerapan pasal TPPU,\" kata dia. Namun, untuk saat ini KPK masih fokus pada pembuktian unsur-unsur pasal yang disangkakan atas tujuh orang tersangka. \"Setelah nanti memeriksa sejumlah saksi akan dilakukan analisa lebih lanjut dari hasil pemeriksaan tersebut,\" ucap Ali. Dalam mengungkap kasus tersebut, KPK melibatkan pihak perbankan maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tujuannya untuk menelusuri aliran dana dalam kasus suap Edhy Prabowo dan kawan-kawan. \"Tentu KPK akan melibatkan pihak lain termasuk pihak perbankan maupun PPATK dalam penelusuran dugaan aliran dana dalam perkara tersebut,\" katanya. KPK akan menelusuri dan mengembangkan lebih lanjut aliran dana kasus tersebut dengan mengumpulkan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang dipanggil. \"Terkait aliran dana dugaan suap, kami memastikan akan menelusuri dan mengembangkan lebih lanjut dalam proses penyidikan dan pengumpulan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang akan dipanggil KPK,\" ucap dia. KPK, lanjut dia, masih mengumpulkan bukti-bukti dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat. Pada Rabu (2/12), KPK menggeledah rumah dinas Edhy Prabowo. \"Saat ini penyidik KPK sedang melakukan kegiatan penggeledahan di rumah jabatan menteri KKP,\" ungkapnya. Hingga berita ini diturunkan penggeledaan masih berlangsung. \"Dan saat ini kegiatan dimaksud masih berlangsung,\" katanya. Namun, saat penggeledahan di tiga lokasi di wilayah Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (1/12), KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait ekspor benih lobster, transaksi keuangan, dan bukti elektronik. Tiga lokasi yang digeledah, yakni kediaman tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) serta kantor dan gudang PT DPP. \"Barang yang ditemukan dan diamankan di antaranya, yaitu dokumen terkait ekspor benih lobster, dokumen transaksi keuangan yang diduga terkait dengan dugaan pemberian suap, dan bukti-bukti elektronik lainnya,\" ucapnya. Dikatakannya seluruh barang dan dokumen yang ditemukan dan diamankan selanjutnya akan dianalisa dan kemudian segera dilakukan penyitaan. \"Selama proses penggeledahan di tempat-tempat tersebut tim juga didampingi pihak-pihak yang berada di kediaman dan kantor PT DPP tersebut,\" ujar dia. Pada Senin (30/11), KPK juga telah menggeledah di salah satu kantor milik PT ACK, Jakarta Barat dan mengamankan dokumen ekspor benih lobster serta bukti elektronik. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berharap KPK melakukan pemeriksaan dalam kasus ini sesuai dengan ketentuan yang ada. \"Jangan berlebihan, saya titip itu aja. Tidak semua orang jelek, banyak orang baik kok,\" kata dia. Namun, Luhut tidak menjelaskan lebih rinci maksudnya meminta KPK tidak berlebihan ini. Sementara Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati meinta menginginkan KPK mengusut tuntas dugaan korupsi dalam kasus ekspor benih lobster. \"KPK harus mengusut tuntas korupsi ini sampai ke akar-akarnya. Seluruh jaringan yang terlibat perlu dibongkar dan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia,\" katanya. Diketahui, selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus suap terkait penetapan izin ekspor benih lobster, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM). Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT). KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan \"forwarder\" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar. Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar. Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau. Antara lain digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS, pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy. Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.(gw/fin)
Potensi Jerat TPPU dan Korporasi di Kasus Lobster
Kamis 03-12-2020,03:17 WIB
Editor : ME
Kategori :