JAKARTA - Merujuk evaluasi situasi dan kondisi di Papua maupun Papua Barat, pemerintah menepati janji membuka pembatasan akses internet di kedua daerah tersebut. Sejak Rabu malam (4/9) akses internet di beberapa kabupaten dan kota di sana sudah berangsur normal. Namun demikian, pemerintah tidak akan tinggal diam apabila langkah tersebut disusul aksi-aksi yang berpotensi mengundang persoalan. Keterangan itu disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto. \"Internet sudah dapat dinormalkan kembali. Dengan catatan, apabila keadaan memburuk, mudah-mudahan tidak, maka tentu pembatasan internet akan kami lakukan kembali,\" terang dia kemarin (5/9). Pemerintah mau tidak mau harus melakukan itu untuk menjaga stabilitas keamanan di Papua maupun Papua Barat. Lebih jauh lagi, langkah tersebut dinilai penting untuk menjaga stabilitas nasional. Walau situasi dan kondisi di Papua dan Papua Barat sudah mulai membaik, pemerintah tetap harus awas terhadap berbagai potensi ancaman. Mengingat ajakan-ajakan untuk berbuat anarkistis masih ada. \"Tapi, aparat keamanan, pemda, tokoh masyarakat berusaha menenangkan masyarakat agar tidak terpengaruh,\" imbuhnya. Upaya tersebut dilaksanakan lewat berbagai dialog yang dilaksanakan oleh banyak kalangan. Baik aparat keamanan, pemerintah setempat, tokoh-tokoh adat, maupun tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Tidak hanya itu, pemuda dan mahasiswa juga melakukan hal serupa. \"Menyuarakan perdamaian,\" kata dia. Pemerintah berharap suara-suara itu terus terdengar. Sehingga tidak ada lagi yang bertikai. Selanjutnya, pemerintah juga ingin rekonstruksi, rehabilitasi, dan pembangunan ulang fasilitas-fasilitas umum yang rusak pasca aksi segera dimulai kembali. Menurut Wiranto, presiden sudah menugaskan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk bekerja. Dana untuk membangun kembali juga sudah disiapkan. \"Pak Menteri PUPR sudah meninjau bangunan yang kemungkina segera dipulihkan,\" ujarnya. Berkenaan dengan masalah yang terjadi di Yahukimo, dia memastikan itu tidak ada kaitannya dengan aksi massa yang terjadi di Jayapura maupun Manokwari. Penyerangan terhadap para pendulang emas, kata dia, konflik horizontal. \"Antara penambang emas dari luar daerah dengan penduduk setempat. Bukan ada kaitan dengan demo,\" ungkap mantan panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu. Menurut Kabidhumas Polda Papua Kombes A. M. Kamal, saat ini petugas keamanan berupaya melakukan pencegahan kemungkinan terulangnya kejadian penyerangan terhadap warga. Yang pasti, tim saat ini sedang bekerja mengecek semuanya di lokasi kejadian. \"Yang menyulitkan masih soal komunikasi,\" tuturnya. Secara umum, petugas akan melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa pelaku pembunuhan terhadap lima warga tersebut. Nantinya, motifnya juga akan diketahui. Hanya aksi kriminalitas biasa atau tidak. \"Tunggu ya,\" paparnya. Sementara itu, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan, tersangka kerusuhan di Papua dan Papua Barat bertambah. Untuk Papua saat ini menjadi 57 tersangka. Semua berasal dari kejadian di Jayapura, Deiyai, dan Timika. \"Masih potensial bertambah ya,\" tuturnya. Lalu, untuk Papua Barat menjadi 21 orang tersangka. Itu dari tiga kejadian di daerah Fak Fak, Timika, dan Manokwari. Dia menyampaikan, tidak hanya di Papua dan Papua Barat saja yang diproses, di Surabaya juga telah ada dua tersangka rasis. \"Lalu, ada satu tersangka yang juga masih dikejar berinisial VK,\" Terangnya. Untuk tersangka VK, lanjutnya, Polda Jatim akan berkoordinasi dengan Divhubinter dan Interpol. Hingga bisa dikeluarkan red notice terhadap yang bersangkutan. \"Sehingga bisa cepat ditangani,\" papar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah tersebut. (ful/fin)
Veronica Koman Diburu
Jumat 06-09-2019,03:37 WIB
Editor : ME
Kategori :