Mantap! Angka Kemiskinan di Kota Magelang Turun 0,4 Persen

Rabu 22-06-2022,10:00 WIB
Reporter : Wiwid arif/magelang ekspres

KOTA MAGELANG – Angka kemiskinan di Kota Magelang per September 2021 mencapai 7,16 persen. Dibanding tahun 2020, angka itu berhasil diturunkan hingga 0,4 persen. Sebuah capaian yang positif, menandai kebangkitan ekonomi pascapandemi Covid-19.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Magelang, pada tahun 2017 lalu angka kemiskinan di Kota Magelang mencapai 8,75 persen, tahun 2018 7,87 persen, tahun 2019 7,46 persen, dan tahun 2020 sebanyak 7,58 persen. Lalu pada tahun 2021 kembali turun menjadi 7,16 persen sesuai dengan peta kemiskinan laman resmi Pemkot Magelang, DataGo.

Pandemi Covid-19 memang berpengaruh besar terhadap warga Kota Magelang yang jatuh miskin. Meskipun BPS menyebut angkanya mengalami penurunan.

Badut jalanan, manusia boneka, manusia silver, pengamen, sampai pengemis gelandangan orang terlantar (PGOT) menjadi segelintir dari warga miskin kota. Mereka mencari rupiah di jalanan berharap mendapatkan simpati. Meski tidak jarang mereka justru menerima umpatan, hinaan, dan diskriminasi.

Fajar Nugroho (20), sudah akrab dengan jalanan semenjak putra ketiga dari enam bersaudara itu lulus sekolah dua tahun lalu. Rutinitasnya pergi dari kawasan Pakelan, simpang Trio, sampai ke daerah Bandongan, Kabupaten Magelang.

Dia rela menjadi manusia silver, menahan panasnya terik matahari dan dinginnya suasana ketika hujan deras tiba. Sembari membawa kotak berwarna putih, ia mendatangi satu per satu kendaraan yang tengah berhenti di lampu persimpangan.

Cat silver yang hampir memenuhi bagian tubuhnya, membuat dia tak malu bila melihat teman sekolah atau tetangganya. ”Tadinya saya mau bekerja setelah lulus, tapi tidak ada biaya. Ibu tidak bekerja karena pandemi,” katanya.

Fajar memilih bekerja di jalanan karena tak ingin jadi beban keluarga. Ia sempat tergiur dengan tawaran menjadi badut yang mangkal di persimpangan jalan, karena pendapatannya jauh lebih besar.

Sayangnya, setahun yang lalu, dia tidak punya biaya untuk membeli kostum itu. Dia hanya sanggup membeli cat silver yang lantas ia lumuri di sekujur tubuhnya.

“Saya mau kerja apa saja yang penting halal. Apalagi ada adik-adik saya yang harus saya sekolahkan,” tuturnya.

Tak jauh dari tempat mangkal Fajar, Reza (35) seorang pengamen jalanan juga mengaku rela terjun ke jalanan karena terhimpit suasana. Setelah pandemi Covid-19, ia di-PHK dari perusahaan tempatnya bekerja.

”Setelah dipecat saya jadi pengamen. Lumayan penghasilannya buat mencukupi kebutuhan,” ucapnya.

Fakta tentang banyaknya PGOT di Kota Magelang juga dibenarkan salah satu anggota Satpol PP. Dalam keseharian mereka berpatroli, beberapa orang berhasil diamankan.

”Tapi semua yang kami amankan itu rata-rata adalah warga luar Kota Magelang. Selalu kita kembalikan melalui Dinas Sosial,” tutur salah satu anggota tersebut.

Walikota Magelang, dr Muchamad Nur Aziz menjelaskan, melalui berbagai program pengentasan kemiskinan sebetulnya Pemkot Magelang mulai bisa mengurangi angka kemiskinan.

Sebagai gambaran data dari BPS Kota Magelang, persentase kemiskinan di Kota Magelang hanya naik di tahun 2020. Selebihnya, selalu konsisten turun di berbagai sektor seperti penurunan jumlah warga kurang mampu, jumlah rumah tak layak huni (RTLH), kawasan kumuh, dan penduduk di bawah garis kemiskinan.

“Pendapatan per kapita juga konsisten naik,” ujarnya.

Berbagai program telah diluncurkan guna mengangkat derajat kesejahteraan warganya. Program Pemberdayaan Masyarakat Maju Sehat dan Bahagia (Rodanya Mas Bagia) misalnya, yang menjadi salah satu dari 9 program unggulan Pemkot Magelang.

Dana Rp30 juta dialokasikan bagi setiap Rukun Tetangga (RT) yang ada di Kota Magelang. Dana itu diusulkan berdasarkan rencana kerja masyarakat (RKM), dengan harapan penguasaan dan pengetahuan lingkungan masyarakat akan membuat program itu lebih tepat sasaran dan tepat manfaat.

Dokter spesialis penyakit dalam itu juga menegaskan, kemiskinan telah menjadi atensi pemerintah untuk terus ditekan angkanya melalui program pemberdayaan dan penguatan sumber daya manusia (SDM) di Kota Magelang. Tak heran, jika besar kebijakan yang ditempuh pemerintah saat ini, mem-porsikan lebih pada pembangunan mental dan kualitas setiap individu masyarakatnya dibanding infrastruktur dan pembangunan fisik.

“Meskipun kegiatan nonfisik itu tidak terlihat, tetapi saya tidak khawatir, karena program pemberdayaan ini akan menuai hasilnya, kalau tidak sekarang, berarti nanti di waktu yang akan datang,” paparnya.

Anggota DPRD Kota Magelang, Marjinugroho menambahkan, warga miskin non-KTP Kota Magelang sebenarnya bukan tanggung jawab penuh Pemkot Magelang, melainkan juga pemerintah daerah asal mereka. Warga miskin non-KTP Kota Magelang itu datang ke Kota Magelang karena keterbatasan lapangan pekerjaan, sementara mereka tidak punya keahlian, kompetensi, atau pendidikan yang memadai.

”Perlu ada strategi antara Pemkot Magelang dengan pemerintah daerah lain serta pemerintah pusat untuk mengatasi fenomena ini,” tuturnya. (wid)

Kategori :

Terpopuler