RUU Kesehatan Ditolak Tapi Tetap Disahkan DPR Hari Ini

Selasa 11-07-2023,21:51 WIB
Reporter : Arief Setyoko
Editor : Arief Setyoko

JAKARTA, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ditolak dua fraksi DPR RI antara lain Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS. Bahkan, sejumlah organisasi profesi kesehatan menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU Kesehatan.

Akan tetapi DPR RI tetap mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU usai 6 fraksi diantaranya menyatakan setuju, Selasa 11 Juli 2023.

Omnibuslaw RUU Kesehatan itu disahkan menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.

Sebanyak 6 Fraksi antara lain PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN menyatakan dukungan dan setuju RUU Kesehatan tersebut disahkan dalam rapat yang dipimpin ketua DPR Puan Maharani tersebut.

Sementara Fraksi NasDem menerima dengan catatan sedangkan dua Fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menolak pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU.

Selain dihadiri Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, rapat paripurna pengesahan RUU Kesehatan itu juga turut dihadiri sejumlah menteri antara lain Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, lalu Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej.

Sementara itu di luar kompleks Gedung Senayan ribuan orang tenaga kesehatan menggelar aksi unjuk rasa.

Mereka menolak pengesahan Omnibus Law RUU kesehatan menjadi UU.

Peserta unjuk rasa penolakan RUU Kesehatan di depan gedung DPR didominasi dari organisasi profesi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) serta Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Ketua Umum IDI, Dr Mohammad Adib Khumaidi, mengatakan aksi unjuk rasa yang mereka gelar merupakan salah satu upaya agar RUU Kesehatan dicabut.

"Aksi unjuk rasa ini karena kami merasa bahwa RUU kesehatan masih sangat bermasalah," ujar Adib seperti dikutip dari Radar Metro Disway National Network.

Menurut Adib Khumaidi, setidaknya ada enam rangkaian pasal yang menjadi kontroversial dan seharusnya perlu ditinjau ulang.

Salah satunya Adib menyoroti dihapusnya mandatory spending berupa anggaran minimal 5 persen.

BACA JUGA:Hari Kependudukan Dunia 2023, Kepala BKKBN: Masyarakat Jadi Kuat Saat Perempuan dan Anak Diberdayakan

Menurut Adib hal tersebut akan berdampak terhadap beban pembiayaan kesehatan yang ditanggung masyarakat akan semakin besar dibandingkan saat ini.

Kategori :