MAGELANG EKSPRES -- Sebuah video Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa doa iftitah yang benar tak menggunakan lafaz "inni" tapi langsung "wajjahtu".
Seperti diketahui ustadz kondang yang kerap tampil di chanel YouTube itu pernah menjawab salah satu pertanyaan dari jemaah pengajiannya tentang penggunaan "inni wajjahtu" atau hanya "wajjahtu" dan seterusnya.
Menurut Adi Hidayat hanya ada doa dalam hadist yang menggunakan kalimat Inni Wajjahtu yakni setelah menyembelih kurban dan saat melempar jumrah.
"Sedangkan di dalam sholat, mohon maaf, kami tidak menemukan penggunaan Inni Wajjahtu. Bahkan di hadis daif (lemah) sekalipun," ujar Adi Hidayat seperti dikutip dari YouTube @akhyarTV.
BACA JUGA:Bagaimana Nasehat untuk Allah, Ini Penjelasan Ustadz Syafiq Riza Basalamah
Adi Hidayat bahkan mencoba mencari referensi dan kitab-kitab yang untuk mengetahui penggunaan kata "inni" dalam bacaan doa iftitah tersebut.
"Bahkan kami sampai ke Sumatera, Jawa, ke daerah makam Sunan Bonang, tapi tidak mendapati satupun penggunaan kata Inni dalam doa iftitah," terangnya.
Video yang sempat viral itupun mengundang reaksi dari berbagai pihak, salah satunya tokoh NU yang juga Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin.
H Ma’ruf Khozin menampik bahwa pembacaan ‘Inni Wajjahtu” tidak ada hadist dalam doa iftitah, adalah kesalahan besar. Kalimat itu, kata Ma'ruf Khozin bukan hanya ada dalam hadits, bahkan termaktub dalam Alquran.
"Bacaan ‘Inni Wajjahtu’ juga terdapat dalam surat Al-an’am 79 sebagai doa Nabi Ibrahim AS. Mana dasarnya? Yaitu Ibnu Umar menambahkan beberapa bacaan dalam Tahiyat," katanya.
BACA JUGA:Penyebab Orang Sering Marah Kata Ustadz Firanda Andirja karena Penyakit Dalam Hatinya
Dia juga menukil sebuah hadits dari Abu Rafi’ ia berkata: Telah sampai padaku sebuah surat yang berisi Iftitah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, bahwa jika Nabi bertakbir maka beliau berdoa: Inni Wajjahtu ….
Al-Hafidz Nuruddin Al Haitsami berkata: Diriwayatkan oleh Thabrani. Di dalamnya terdapat Muhammad bin Ishaq, ia terpercaya, namun ia perawi mudallis (menyamarkan) dan ia menyampaikan dengan redaksi ‘an’anah. Para perawi lainnya dinilai terpercaya. (Majma’ Az-Zawaid).
"Tapi kita tidak pernah mengusik, menyalahkan, apalagi membidahkan amalan dan tata cara ibadah saudara Muslim kita yang lain, paling-paling cuma ‘ngelirik’, kok beda, begitu saja. Karena kyai-kyai kita di pesantren memang tidak mengajarkan berbuat jelek kepada orang lain," ucapnya.
Lalu manakah yang benar? Penggunaan Inni atau langsung Wajjahtu? Wallahualam bishawab. (*)