Hukum Khitan dalam Islam

Kamis 25-09-2025,06:00 WIB
Reporter : Abu Hammam
Editor : Suroso

Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An Nahl : 123)

Kedua : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintah laki-laki yang baru masuk Islam dengan sabdanya,”

أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ

Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani). Hal ini menunjukkan bahwa khitan adalah wajib.

Ketiga : Khitan merupakan pembeda antara kaum muslim dan Nashrani. Sampai-sampai tatkala di medan pertempuran umat Islam mengenal orang-orang muslim yang terbunuh dengan khitan. Kaum muslimin, bangsa Arab sebelum Islam, dan kaum Yahudi dikhitan, sedangkan kaum nashrani tidak demikian. Karena khitan sebagai pembeda, maka perkara ini adalah wajib.

Keempat: Menghilangkan sesuatu dari tubuh tidaklah diperbolehkan. Dan baru diperbolehkan tatkala perkara itu adalah wajib. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, I /99 dan Asy Syarhul Mumthi’, I/110)

BACA JUGA:Hukum Meninggalkan Shalat Jumat karena Ketiduran, Termasuk Udzur atau Meremehkan Kewajiban ?

Khitan Tetap Disyari’atkan bagi Perempuan

Bagi perempuan, khitan tetap disyari’atkan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,”Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Hadits ini menunjukkan bahwa perempuan juga dikhitan. Adapun hadits-hadits yang mewajibkan khitan, di dalamnya tidaklah lepas dari pembicaraan, ada yang dianggap dha’if (lemah) dan munkar. Namun hadits-hadits tersebut dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah.

Jika hadits ini dha’if, maka khitan tetap wajib bagi perempuan sebagaimana diwajibkan bagi laki-laki, karena pada asalnya hukum untuk laki-laki juga berlaku untuk perempuan kecuali terdapat dalil yang membedakannya dan dalam hal ini tidak terdapat dalil pembeda. Namun terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa khitan bagi perempuan adalah sunnah (dianjurkan) sebagai bentuk pemuliaan terhadap mereka.

Pendapat ini sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya Asy Syarhul Mumthi’. Beliau mengatakan,”Terdapat perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan.

Khitan pada laki-laki terdapat suatu maslahat di dalamnya karena hal ini akan berkaitan dengan syarat sah shalat yaitu thoharoh (bersuci). Jika kulit pada kemaluan yang akan dikhitan tersebut dibiarkan, kencing yang keluar dari lubang ujung kemaluan akan ada yang tersisa dan berkumpul pada tempat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit/pedih tatkala bergerak dan jika dipencet/ditekan sedikit akan menyebabkan kencing tersebut keluar sehingga pakaian dapat menjadi najis.

Adapun untuk perempuan, tujuan khitan adalah untuk  mengurangi syahwatnya. Dan ini adalah suatu bentuk kesempurnaan dan bukanlah dalam rangka untuk menghilangkan gangguan.” (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, I/99-100 dan Asy Syarhul Mumthi’, I/110)

BACA JUGA:Hukum Tidur di Masjid, Boleh atau Dilarang?

Dianjurkan Berkhitan pada Hari Ketujuh Setelah Kelahiran

Hal ini sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqah Hasan dan Husain dan mengkhitan mereka berdua pada hari ketujuh (setelah kelahiran,-pen).” (HR. Ath Thabrani dalam Ash Shogir)

Kategori :