MAGELANGEKSPRES.ID - Di bawah rindang pepohonan Taman Makam Pahlawan Giri Dharmoloyo, aroma bunga kenanga bercampur dalam udara pagi.
Setiap 10 November, sekelompok warga Kampung Tulung berdiri di antara nisan pahlawan, membaca narasi perjuangan dengan penuh semangat.
Mereka menyebutnya peringatan Palagan Magelang, kisah tentang tiga hari berdarah yang pernah mengguncang kota ini delapan dekade lalu.
BACA JUGA:Jejak Perjuangan Kampung Tulung, Rumah Bersejarah di Kota Magelang yang Jadi Markas BKR
Ingatan tentang Palagan Magelang nyaris sirna dari benak masyarakat.
Padahal, peristiwa yang berlangsung dari 31 Oktober hingga 2 November 1945 itu menjadi salah satu bab penting perjuangan mempertahankan kemerdekaan di kawasan Magelang Raya.
"Banyak yang belum tahu tentang tiga hari berdarah itu. Rasanya miris, karena ini bagian dari sejarah besar Magelang yang hampir terlupakan," ujar Bagus Priyana, Koordinator Kota Toea Magelang (KTM), yang selama beberapa tahun terakhir menelusuri kembali jejak-jejak pertempuran itu.
BACA JUGA:Retret Pimpinan OPD Kota Magelang Kuatkan Kepemimpinan dan Kolaborasi Pembangunan
Ia menceritakan, pergolakan Magelang terjadi di masa yang sama dengan pertempuran besar di kota-kota lain.
Dari Semarang, Ambarawa, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.
Hanya saja, kisah Magelang tak sepopuler kota-kota itu.
Meski sejatinya, perlawanan dan korban yang jatuh tak kalah banyak.
Bahkan, muncul asumsi jika perang besar dipicu peristiwa dari kota kecil ini.
BACA JUGA:Kelurahan Cacaban Dinobatkan Sebagai Mitra Terbaik Disdukcapil Kota Magelang
Titik awalnya bermula pada 23 September 1945.