Hukum Shalat Witir dan Dibolehkan Mengqadha’nya

Hukum Shalat Witir dan Dibolehkan Mengqadha’nya

Hukum Shalat Witir dan Dibolehkan Mengqadha’nya--

MAGELANG EKSPRES-Hukum shalat witir bukan wajib tapi dianjurkan bagi setiap muslim. Mayoritas Ulama (Syafi'i, Malik, Ahmad) menyatakan hukumnya sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat ditekankan.

Dalil tentang Hukum Shalat Witir

عَنْ أَبِي أيُّوبَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلاَثٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ». رَوَاهُ الأرْبَعَةُ إلاَّ التِّرْمِذِيَّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ، وَرَجَّحَ النَّسَائيُّ وَقْفَهُ.

Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Witir itu dianjurkan pada setiap muslim. Siapa yang suka melakukan shalat witir dengan lima rakaat, maka lakukanlah. Siapa yang suka melakukan shalat witir dengan tiga rakaat, maka lakukanlah. Siapa yang suka melakukan shalat witir dengan satu rakaat, maka lakukanlah.” (Diriwayatkan oleh yang empat kecuali Tirmidzi. Ibnu Hibban mensahihkan hadits ini. An-Nasai menguatkan hadits ini hanya perkataan sahabat atau hadits mawquf). [HR. Abu Daud, no. 1422; An-Nasai, 3:238; Ibnu Majah, no. 1190; Ibnu Hibban, 6:170. Perawi hadits ini terpercaya. Hadits ini dinyatakan marfu’ oleh sebagian ulama, ada pula yang menyatakan mawquf].

Hadits Kedua

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: «لَيْسَ الْوِتْرُ بِحَتْمٍ كَهَيْئَةِ المَكْتُوبَةِ، وَلكِنْ سُنَّةٌ سَنَّها رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ». رَوَاهُ النَّسَائيُّ والتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ، والحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ.

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Shalat witir tidaklah wajib sebagaimana shalat fardhu. Shalat witir itu dianjurkan sebagaimana yang dijalankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Diriwayatkan oleh An-Nasai dan Tirmidzi. Tirmidzi menghasankan hadits ini. Al-Hakim mensahihkan hadits ini). [HR. An-Nasai, 3:229; Tirmidzi, no. 453-454; Al-Hakim, 1:300. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan].
 
Hadits Ketiga

وعَنْ جَابِرِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، ثُمَّ انْتَظَرُوه مِنَ الْقَابِلَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ، وَقَالَ: «إنِّي خَشِيتُ أَنْ يُكْتَبَ عَلَيْكُمُ الْوِتْرُ». رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat malam di bulan Ramadhan (shalat tarawih). Orang-orang telah menunggu beliau untuk melakukan shalat malam pada malam berikutnya, tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku hanya khawatir shalat witir itu jadi dihukumi wajib bagi kalian.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban) [HR. Ibnu Hibban, 6:169-170.

Sanad hadits ini dhaif karena terdapat ‘Isa bin Jariyah dan ia perawi yang dhaif].
 Faedah Hadits :

1. Hadits Abu Ayyub menjadi dalil mengenai wajibnya shalat witir sebagaimana pendapat dari Imam Abu Hanifah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama) menyatakan bahwa shalat witir itu tidak wajib berdasarkan hadits ‘Ali pada hadits no. 370 dari Bulughul Maram.

2. Shalat witir adalah bagian dari shalat sunnah yang dirutinkan yang sangat dianjurkan (sunnah muakkad). Shalat witir asalnya dilakukan tidak berjamaah kecuali di bulan Ramadhan.

3. Shalat witir yang paling sedikit adalah satu rakaat. Shalat witir yang adnal kamaal (sedikit, tetapi sempurna) adalah tiga rakaat. Sedangkan shalat witir yang sempurna adalah lima, tujuh, sembilan, dan sebelas rakaat. Shalat witir 11 rakaat adalah shalat witir yang paling banyak.

4. Shalat witir tidaklah wajib. Inilah pendapat jumhur ulama.

5. Shalat sunnah witir itu sunnah muakkad. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya, mengerjakan, bahkan merutinkannya.

6. Jika ada yang mengerjakan shalat witir lebih dari satu rakaat, maka boleh tasyahud sekali di rakaat terakhir lalu salam atau bisa dua kali tasyahud di dua rakaat terakhir (rakaat genap untuk tasyahud, kemudian mengerjakan satu rakaat lalu tasyahud).

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: