70 Calon Perorangan Memenuhi Syarat
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020 mendatang dipastikan bakal menarik. Selain dari jalur partai politik, lembaga penyelenggara pemilh menyebut, sebanyak 70 pasangan bakal calon kepala daerah dari jalur perorangan sudah memenuhi syarat. "Ada 70 pasangan bakal calon kepala daerah dari jalur perorangan dinyatakan telah memenuhi syarat dukungan. Hal tersebut merupakan salah satu syarat terpenting yang harus dipenuhi bakal calon perorangan untuk ikut mendaftar. Insya Allah sudah tidak ada calon perorangan lagi," kata Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik di Jakarta, Selasa (1/9). Pendaftaran calon peserta Pilkada Serentak 2020 akan digelar pada 4-6 September 2020 mendatang. Seluruh pasangan calon, baik dari jalur perorangan maupun partai politik akan mendaftar pada jadwal tahapan tersebut. Kemudian, pasangan calon yang memenuhi syarat dukungan untuk sejumlah kabupaten dan kota tersebut, 12 pasang ada di Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya, 7 pasang di Kalimantan Selatan dan 5 pasang di Papua. Masing-masing 4 pasang dicatat untuk daerah di Sumatera Barat dan Gorontalo. Kabupaten dan kota yang menggelar Pilkada 2020 untuk Provinsi Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat masing-masing memiliki 3 pasangan perorangan yang memenuhi syarat dukungan. Sementara itu, pasangan calon di kabupaten dan kota di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Bengkulu, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Maluku dicatat masing-masing memiliki dua pasang perorangan memenuhi syarat dukungan. Lebih lanjut, daerah di Provinsi Jambi, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat memiliki masing-masing 1 pasangan calon yang lolos verifikasi syarat dukungan. Terpisah, Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo memprediksi pemberian imbalan dalam proses pencalonan atau mahar politik, bakal mewarnai Pilkada Serentak 2020. Menurutnya, bakal pasangan calon kerap harus menyerahkan imbalan kepada partai politik untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan.“Potensi mahar politik masih bisa terjadi sampai batas akhir waktu pendaftaran pencalonan,” ungkap Dewi di Jakarta, Selasa (1/9). Dia menjelaskan, bakal calon kepada daerah akan berusaha keras untuk mendapatkan rekomendasi dari parpol dari tingkat bawah sampai paling atas. Karena rekomendasi tersebut menurutnya sebagai salah satu syarat pencalonan dari penyelenggara pemilu yang harus dipenuhi oleh bakal calon ketika mendaftar. "Di saat inilah kemungkinan terjadi transaksi politik," ujarnya. Padahal, lanjut Dewi, setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan kepada parpol dalam proses pencalonan. Sebaliknya parpol dilarang menerima imbalan tersebut. Seperti yang tertuang dalam Pasal 47 ayat 1 dan 4, Pasal 187B, Pasal 187C Undang-Undang Pemilihan 10/2016. “Dalam praktiknya masih banyak yang melakukan politik uang. Seperti ketika Pilkada 2018 lalu. Ada paslon yang mengaku dimintai uang saksi sebesar Rp 40 miliar oleh partai untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan,” terangnya. Ia mengaku tidak ingin mahar politik terus terjadi dalam setiap gelaran demokrasi. Bawaslu terus melakukan upaya pencegahan dengan melakukan sosialisasi kepada peserta dan pemilih. Disebutkan, pelaku politik uang bisa dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. “Jadi jangan coba-coba melakukan transaksi politik uang. Ancaman sanksinya sudah sangat jelas,” tegasnya. Ke depan, terang Dewi, Bawaslu akan melakukan kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan lembaga keuangan untuk menelurusi praktek mahar politik. Karena biasanya transaksi dilakukan melalui jasa perbankan. (khf/fin/rh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: