Atraksi Budaya Perkuat Tradisi Merti Desa di Purworejo

Atraksi Budaya Perkuat Tradisi Merti Desa di Purworejo

PURWOERJO- Adanya sajian atraksi pawai, atau budaya dan sejenisnya  yang ditampilkan saat peringatan merti desa tidak sekadar menambah kemeriahan. Lebih dari itu, adanya pawai budaya yang kian rutin terlihat di beberapa desa Kabupaten Purworejo menjadi penguat tradisi metri desa itu sendiri sekaligus meningkatkan kegotongroyongan masyarakat. Hal tersebut diungkapkan oleh  Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinpermades) Purworejo Agus Ari Setiyadi SSos yang hadir mewakili Bupati Purworejo Agus Bastian SE MM saat kegiatan Pawai Budaya dalam rangka Metri Desa Kemanukan Kecamatan Bagelen, Sabtu (5/10). Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa masyarakat masih berusaha untuk melanggengkan tradisi yang menjadi bentuk syukur atas perolehan hasil bumi. \"Ada kebersamaan antara pemerintah (desa) dengan masyarakat melalui tradisi ini. Program pemerintah tanpa ada dukungan dari masyarakat juga tidak akan berjalan. Dari kegiatan bersama ini menunjukkan adanya saling tanggung jawab antara pemerintah dengan masyarakat,\" kata Agus Ari. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Purworejo Agung Wibowo yang turut hadir dalam kegiatan itu menyambut baik adanya pengembangan sajian yang dilakukan oleh warga dan desa. Hal itu sekaligus menunjukkan adanya kesiapan masyarakat untuk merealisasikan Romansa Purworejo 2020. \"Tradisi merti desa diperkuat dengan atraksi budaya akan memperkaya khasanah budaya. Masyarakat sudah peduli, selain positif dari sisi pelestarian budaya, di sini juga ada pengembangannya,\" ungkapnya. Pihaknya berharap spirit menempatkan budaya sebagai sajian menarik akan mendorong desa-desa yang lain untuk turut melakukannya. Dengan demikian menjadikan Purworejo yang unggul dari sisi pengembangan budaya akan semakin memperkuat keinginan menjadikan Purworejo sebagai tujuan wisata. \"Sepanjang tahun 2019 ini ada banyak atraksi-atraksi budaya di Purworejo. Penyelenggaranya tidak hanya dari pemerintah saja, tapi masyarakat umum juga sudah bergerak,\" sebutnya. Diketahui, Metri Desa kemanukan tahun ini tampak lebih semarak dengan adanya pawai budaya. Dari sekedar selamatan tingkat perdukuhan dan sajian terbaik di doakan bersama di balai desa, kemasan merti desa Kemanukan jauh lebih baik. Jolen, sebagai tempat untuk membawa makanan terlebih dahulu diarak keliling kampung dilengkapi dengan berbagai atraksi budaya yang ada di desa tersebut. Panitia kegiatan, Sugiyatno, menyebut pawai budaya menjadi hajat yang tengah dikembangkan masyarakat yang mengandalkan penghidupan dari hasil pertanian tersebut. Mirip dengan tradisi Jolenan Somongari, kemasannya jauh lebih sederhana tapi tetap memikat. Menurutnya, merti desa yang ditutup dengan sajian wayang kulit sudah dilakukan turun temurun di desa tersebut. Seiring perkembangan zaman, masyarakat menginginkan adanya perubahan konsep acara, tapi tidak meninggalkan pakem. \"Kemasan acara bisa ditambah tanpa mengurangi makna mendalam yang sudah ada sejak dulu,\" tutur Sugiyatno. Dijelaskan, ide untuk mengirabkan aneka bentuk selamatan desa itu sebenarnya untuk menjawab keinginan masyarakat. Selama ini mereka hanya menyaksikan arak-arakan pembawa jolen dari pedukuhan ke balai desa. Dalam perjalannya, jolen lebih banyak diusung oleh kendaraan. Meski masih membawa supitan (orang yang membawa jolen,red), hal itu menjadikan masyarakat sangat terbatas untuk dapat menyaksikan arak-arakkan seperti halnya zaman dahulu. \"Tahun lalu, khusus di pedukuhan kami yakni Krajan Kulon, saya konsep ada sedikit arak-arakkan. Ternyata itu mengundang keinginan warga pedukuhan lain untuk melakukan pula. Atas kesepakatan bersama, akhirnya di tahun ini dilakukan kirab budaya sekalian,\" jelasnya. (top)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: